3 - Kisah

382 184 3
                                    

SUDAH pukul 06.00 pagi Sophia sudah bangun dari tidurnya yang indah, bahkan saat ini ia baru saja selesai dari lari paginya.
Saat ia memasuki rumahnya, aroma ayam sangat mengganggu indra penciumannya yang sensitif terhadap bau makanan. Entah kenapa, setelah mencium aroma makanan perut nya langsung berbunyi-meminta untuk di isi.

Sophia menuruni anak tangga kamarnya, segera berjalan kearah dapur.

Sesuai dengan indra penciumnya itu, benar, Ibunya sudah terbangun di waktu dini hari untuk menyiapkan barang yang di jual. Kadang, kalau libur sekolah Sophia suka membantu membuatkannya memasak, kadang pula kalau tidak ada pekerjaan tugas, Sophia selalu membantu mengantarkan Steak Ayam ke pelanggan.

Benar, kedai Steak Ayam ini milik orang tua Sophia. Sudah 3 tahun mereka menjalankan bisnis kecil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjual Steak Ayam. Kadang satu hari bisa mendapatkan hasil yang lebih, kadang satu hari bisa mendapatkan hasil yang kurang dari modal, bahkan kedai mereka pernah tidak laku dalam sehari.

Itulah kehidupan Sophia, hidupnya dan Ibunya tergantung dari usaha ini. Usaha yang jauh dari kata cukup. Tapi, untuk memakan nasi dan dua lauk pauk, itu sudah cukup bagi mereka. Mereka yakin, kelak bisnis ini akan menjadi terkenal. Semoga.

Hati Sophia begitu teriris ketika melihat Ibunya yang suka batuk-batuk, kadang ketika Sophia bangun dari tidurnya saat malam hari, ia suka melihat Ibunya memakai koyo di bagian punggungnya. Kadang, Ibunya berdoa sambil menangis. Sophia ingin membalasnya dengan bekerja paruh waktu, tapi Ibunya melarangnya untuk bekerja.

"Uhuk-Uhuk." Ibunya terbatuk lagi, dan Sophia selalu merasa kasihan pada Ibunya.
Perlahan Sophia mendekati Ibunya yang sedang mengaduk adonan tepung untuk ayam. "Ibu kalau cape istirahat aja. Biar aku yang urus ini." Ucap Sophia lembut.

Ibunya tersenyum kepada putrinya itu dan mengusap rambut Sophia. "Bu, Ibu mau minum obat? Sophia yang beli deh. " Sophia baru saja ingin meninggalkan Ibunya di dapur, tapi pergelangan tangannya di tahan oleh ibunya.

"Jangan. Kamu sini aja, bantu Ibu di dapur. Nanti kalau Ibu udah gak ada, kamu 'kan bisa memasak bumbu Steak Ayamnya dengan baik." Sahut Ibu Sophia.

Sophia selalu benci ketika Ibunya berkata seperti itu. Seakan-akan Ibunya akan pergi tanpa sepengetahuan dia. Sophia tidak suka kalau Ibunya berkata seperti orang yang sudah tau ajalnya.

"Ibu.. jangan ngomong kayak gitu ya." Tenang Sophia.

"Gini-gini Sophia 'kan cheff di sini." Sambung Sophia dengan bangga.

"Ibu kangen Oliphia."

Sederet kalimat itu membuat Sophia tercengang kaget. Kini ibunya merindukan sesosok itu. Dan Sophia sama sekali tidak menyukainya. Sophia kini hanya bisa menundukan kepalanya, tanpa ia sadari telapak tangannya sudah mengepal dengan kuat. Melihat reaksi Sophia yang langsung berubah drastis seperti ini, ibunya hanya tersenyum gentir lalu berkata. "Gak, gak usah dipikirin gitu."

Ibunya hanya senyum, dan mengacak rambut Sophia pelan. Berharap bahwa Tuhan bisa memperpanjang batas usia manusia. Ia hanya ingin melihat putrinya dengan baik. Kalaupun Tuhan mengambil nyawanya tahun ini, ia merasa berat kalau meninggalkan Sophia saat masa remaja-masa dimana kasih sayang orang tua sangat di butuhkan.

"Bu, ngomong-ngomong. Ibu udah berapa lama pacaran sama Ayah?" tanya Sophia tiba-tiba. Jujur, itu adalah pertanyaan terkonyol untuk di ajukan ke orang tuanya. Ibu Sophia hanya tersenyum gentir setelah mendengar pertanyaan dari Sophia.

"Ah kamu.. bikin Ibu malu aja."

Hal yang Sophia sukai adalah bisa terus menerus melihat Ibunya tertawa karenanya. "Kamu, bisa belikan daun bawang, sama bawang merah di pasar?" tanya Ibu Sophia.

HSS [1] - Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang