10 - 180°

285 159 4
                                    

DETIK demi detik berlalu dengan cepat seakan waktu tidak pernah mengizinkannya untuk berhenti sejenak, seperti saat ini. Bersamaan dengan angin malam yang menerpa, Sean merapihkan rambut Sophia yang hancur karena angin tersebut. Ia merapihkannya dengan senyuman manisnya, lalu karena itu Sophia menjadi salah tingkah. Seperti salah arah rumah pulang, dan Sean membenarkannya. Sophia sendiri bahkan tidak tau kalau besok bertemu dengan Sean saat di sekolah dan kembali menjadi dirinya sendiri.

Sedikit curang. Misalnya Sean terlihat biasa saja saat dikelas terlihat normal dan seolah tidak terjadi apa-apa kemarin, tapi Sophia merasakan hal yang luar biasa, wajahnya memerah, tingkahnya menjadi aneh, dan Wildan memperhatikannya. Ia mana mungkin bilang pada Wildan kalau kemarin ia menjadi Oliphia yang memintanya untuk menemani Sean.

Setelah bel pulang sekolah, bel istirahat merupakan salah satu bel yang di tunggu-tunggu oleh kebanyakan siswa, terutama karena perutnya yang meminta untuk diberi makanan, bisa menjadi waktu untuk bertemu pacar bagi yang mempunyai pacar berbeda kelas, atau bahkan nongkrong dan ngeghibah bareng. Tapi semua hal tersebut lenyap ketika guru killer yang akan mengajar setelah jam istirahat karena tugas minggu lalu yang hampir satu kelas tersebut belum ada yang selesai mengerjakannya.

Tentu saja karena susah.

Kalau begini, semua orang hanya mengandalkan orang rajin yang biasanya sudah menyelesaikannya, hampir satu kelas menyalin jawaban orang tersebut, meskipun orang tersebut belum tentu mendapatkan nilai yang bagus. Prinsip mereka, yang penting selesai.

Entah mengapa, disaat yang seperti ini waktu berjalan terasa sangat cepat sehingga semuanya menjadi sangat ricuh.

"Tip-X dong. Mana yang punya. Keluarin jangan pelit."

"Buruan dong nyonteknya, bentar lagi bel nih."

"Emang ada tugas ya? Kok gue gak tau."

Sejarah. Ini salah satu pelajaran yang tidak disukai Sophia. Sambil melihat suasana kelas yang mirip seperti pasar yang sedang mengadakan potongan harga tinggi, Ia hanya menatapi lembaran kertas folio bertuliskan soal sejarah dan hanya menjawab 3 soal, berulang-ulang kali ia menatap kertas tersebut pun tidak berubah, padahal ia sudah berdoa agar guru sejarah tidak masuk hari ini, entah karena alasan apapun. Ia pasti sangat bersyukur.

"Ano, nyontek dong." Tanya Wildan pada Sean yang sedang serius mengerjakan soal sejarah, sedangkan Ucup hanya bisa menyalin di sebelahnya.

"Jangan panggil Ano. Oke?" jawab Sean santai, lalu sambil menatap Wildan. Sophia tidak berani menatap Sean saat ini. Sedari tadi Wildan berbicara dengan Sean, Sophia hanya menatap lekat-lekat kertas folio kosong yang berada di depannya.

"Ah, lebay lo. Udah buruan sini gue mau liat, keburu guru dateng." Sahut Wildan maksa. Tangannya berusaha meraih kertas folio yang berada di tangan Sean dan di cegah oleh Sean supaya Wildan tidak mengambilnya.

"Keliano Sean, panggil Sean, bukan Ano." Jawab Sean sambil menunjukkan nametag yang berada di dada sebelah kanannya.

"Kaku amat lo, kayak robot. Ano, buruan deh." ujar Wildan memaksa.

"Aduuh, ini tipe-X siapa sih. Pake dilempar lempar segala." Wildan mengeluh kesakitan ketika kepalanya ditimpuk oleh tipe-X. Sedikit menggaruk-garuk kepala nya itu untuk mengurangi rasa sakit. Matanya menjelajah penjuru kelas untuk menemukan si pelempar tipe-X.

"Sori-sori ya, darurat nih, tolong dong lempar kesini."

Sambil memegangi bagian kepala yang terkena lemparan tip-ex Wildan mengembalikan tipe-X tersebut. Disaat itu juga Sean lengah, dan dengan secepat kilat Wildan meraih folio yang berada di meja Sean. Hal itu membuat Sean terkejut.

HSS [1] - Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang