ADA saatnya ketika harta, tahta, dan orang yang kita cintai meninggalkan kita untuk selama-lamanya.
Tidak ada yang tau kapan ajal kematian datang menjemput, tidak ada yang tau hal yang yang terjadi di masa depan meski hanya satu detik. Dua jam yang lalu keadaan semuanya normal, Sophia masih ingat ketika Ibunya sedang menyiapkan makanan yang akan dibawanya untuk belajar bersama, Sophia masih ingat ketika Ibunya sedang membuka kedai kecilnya, tertawa bersamanya dengan senyum yang khas dan mungkin akan ia rindukan sekarang.
Tepat hari ini, orang yang ia cintai telah pergi meninggalkannya, berpisah dengan dua alam yang berbeda, saling merindukan, dan ingin bersamanya hingga akhir hayat.
Wajah pucat milik Ibu Sophia terlihat ketika kain berwarna putih itu terbuka, tubuhnya terbaring dengan lemah. Sophia langsung memeluk Ibunya dengan erat, air mata duka mulai membanjiri kedua pipinya. Padahal tadi, padahal kemarin, padahal semuanya baik-baik aja.
“Ibuuuuuuu, Ibu bangun.” Sophia semakin memeluk tubuh mungil Ibunya itu dengan erat, ia tidak ingin kehilangan orang yang dicitainya.
“Sophia sabar ya, nak.”
“Ikhlaskan Ibumu pergi.”
Tangisan Sophia semakin deras, ia tersungkur di lantai rumahnya dengan banyak orang. Wildan dan Sean ikut berduka sambil mengusap punggung Sophia dengan pelan.
“Bu Citra, ini bohongan kan? Ibu aku lagi tidur sebentar kan?” kedua mata Sophia merah, hidung nya merah seperti tomat. Ia menatap Bu Citra yang menangis padanya.
“Kamu ikhlasin Ibu kamu ya, biar beliau bisa tenang di sana.”
“Nggak! Bu Citra bohong, Ibu aku cuma tidur sebentar.” Bu Citra langsung memeluk Sophia dengan erat, Sophia langsung menangis di dalam dekapan Bu Citra, tetangga terdekatnya.
“Sebentar lagi Ibu aku bangun!” Sophia masih berasumsi kalau Ibunya akan bangun, orang yang melahirkannya menginggalkan dirinya selama-lamanya. Kakak kembarnya, Ayah dan Ibunya, semuanya meninggalkannya. Kini, tidak ada lagi tempat untuk bercerita, berbagi keluh kesah hidupnya, berbagi tawa canda dengan lelucon yang sama.
“Sabar ya Soph.”
“Ikhlasin Ibu lo ya, semoga beliau tenang di sana.”
Sampai detik ini Sophia masih belum menerima bahwa Ibunya telah pulang, ia masih menangis tersedu-sedu dalam dekapan Bu Citra. Tidak ada lagi yang menemani nya mulai sekarang.
Be With You
Sophia tertidur dengan pulas usai pulang dari pemakaman mendiang Ibunya. Wildan melihat wajah lelah yang terukir di wajah Sophia. Wildan menyandar pada pintu daun Sophia sambil melipat kedua tangannya di dada.
Saat melihat Sophia yang terlihat seperti kedinginan, Wildan berinisiatif untuk menyelimuti tubuh Sophia dengan pelan, takut akan menganggu tidurnya. Tidak lupa pula ia mengusap rambut cokelatnya dengan pelan-pelan.
“Kamu Wildan ya?” tiba-tiba Bu Citra memanggil, dengan gerakan yang cepat, Wildan langsung menghampirinya.
“Iya Bu, saya Wildan.” Ujarnya. Wildan melihat senyum yang terukir di wajah Bu Citra.
“Ibu Sophia pernah cerita tentang kamu.”
Mendadak, wajah Wildan langsung menunjukkan ekspresi terkejut. Bagaimana kalau Ibu Sophia tidak menyukainya, bagaimana kalau Ibunya menceritakan hal-hal yang buruk pada orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
HSS [1] - Be With You
Teen Fiction[ UPDATE SETIAP RABU ] [ REVISI SETELAH TAMAT ] Banyak yang bilang pertemuan merupakan suatu hal yang indah dan memabukkan. Ketika Sophia bertemu Wildan untuk kali pertamanya, maka saat itulah dunia Sophia kian hari makin hancur. Pertemuan dengan Wi...