Aku hanya dapat menjadi pendengar yang baik di tengah perdebatan panas antara dua sahabat baikku--Shinta dan Audri.
"Kau tahu kenapa poligami itu ada? Poligami itu ada dikarenakan perbandingan laki-laki dengan wanita itu satu banding sembilan. Bayangkan saja kalau satu laki-laki hanya Allah takdirkan untuk satu wanita lantas bagaimana nasib delapan wanita yang lain?" Audri sudah mulai melemparkan argumennya yang berhasil membuat Shinta diam.
Kulihat jari telunjuk Shinta mengetuk-ngetuk meja. Dia sedang mencari jawaban untuk menyanggah pendapat Audri tentang poligami karena aku sangat tahu kalau sedari dulu dia paling anti dengan yang namanya poligami sedangkan Audri malah mendukung yang namanya poligami bahkan dia pernah menyuruh suaminya untuk berpoligami. Namun tentu suaminya menolak sebab suaminya sangat mencintainya dan tak mau membagi cintanya dengan wanita yang lain.
"Tapi tetap saja itu tidak adil untuk wanita," akhirnya hanya sanggahan itu yang dapat Shinta kemukakan.
Kulihat senyuman menghiasi wajah cantik Audri, "Jelaskan padaku letak ketidak adilannya!"
"Pihak lelaki menikah lagi karena bertujuan untuk mendapatkan ridho Allah. Namun mereka tidak memikirkan ridho Allah untuk istri mereka."
Aku dan Audri langsung mengerutkan kening. Tidak terlalu paham dengan apa yang Shinta ucapkan.
"Berapa banyak rumah tangga yang hancur gara-gara poligami? Berapa banyak kata cerai terucap dari pihak istri gara-gara suaminya berpoligami tanpa sepengetahuan mereka? Memang tidak ada hukum yang mengharuskan suami meminta izin pada pihak istri saat akan berpoligami. Tapi seharusnya pihak suami sadar kalau pihak istri pasti akan terluka hatinya saat tahu kalau seseorang yang dia cintai membagi cintanya pada wanita lain," Sejenak Shinta menghentikan ucapannya. Matanya memerah dan tak lama setelah itu denting air mata membasahi pipinya yang tirus, "Apakah kau pikir dengan begitu Allah akan meridhoi pihak istri dan suami? Kata cerai tak ingin diucapkan namun sakit yang mendera hati membuat kata cerai mudah untuk terucap. Allah mengharamkan bau surga untuk wanita yang mengucapkan kata cerai pada suaminya..... Betapa banyak hati wanita yang takut akan hal itu namun sakit ini tak mampu untuk dibendung."
Aku dan Audri langsung beradu pandang. Tidak seperti biasanya Shinta melow seperti ini. Sebenarnya apa yang terjadi pada Shinta?
"Kenapa pihak suami melakukan itu? Rasullullah setia pada Khadijah hingga Khadijah wafat.... Tapi kenapa mereka tidak mencontoh kesetiaan Rasulullah pada Khadijah... Andai Khadijah tidak wafat mungkin Rasulullah tetap hanya akan memberikan cintanya pada Khadijah."
Aku dan Audri membelai lembut bahu Shinta yang bergetar. Isak tangis mulai lolos dari bibir Shinta. Aku beranjak dari dudukku lantas kupeluk bahunya.
"Sebenarnya apa yang terjadi Shin? Katakan pada kami!" pintaku.
"Mas Haris telah menikah lagi tanpa sepengetahuanku... Dia telah membagi cintanya pada wanita lain."
Aku bukan main terkejutnya.
"Ma..Maafkan aku Shinta," Audri langsung menggenggam tangan Shinta. Rasa bersalah terlihat jelas dari raut wajahnya. Sama halnya denganku dia tidak menyangka kalau perdebatan tentang poligami ini akan berujung dengan pengakuan menyakitkan dari Shinta.
"Apa yang harus aku lakukan... Aku tidak ingin dilaknat oleh Allah dengan meminta cerai pada Mas Haris. Akupun tidak ingin anak-anak tumbuh di atas rumah tangga yang porak-poranda... Namun aku pun tak sanggup untuk membagi cintaku dengan wanita lain.... Aku berusaha untuk ikhlas menerima ini... Namun ternyata aku tidak sanggup... Hati ini begitu sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelamnya Sang Rembulan
RomansaAku kira mampu menjalaninya, namun ternyata tidak. ini terlalu menyakitkan. Maafkan aku Mas karena sudah berani-beraninya mempersilahkan engkau untuk membagi cintamu.