Part 3- Tolong!

22 4 0
                                    


Disinilah rere sekarang, berdiri didepan gedung bertingkat tiga dengan taman depan yang diisi dengan pepohonan rindang dan tempat parkiran motor mobil yang berada tepat disampingnya.

Rere masih saja berdiri didepan gedung ini. Senyum nya tak pudar sedikitpun, rasa bangga sedikit menyelip dihatinya lantaran bisa menjadi mahasiswi di kampus terkenal ini.

Sedikit terganggu memang, gedung mana yak tak ada penghuninya? Ia tak melihat, tapi telinganya sangat jeli saat mendengar bisikan-bisikan meminta bantuan.

'huhhhh.. Enyap lah kau saiton!' ucapnya pelan lalu melangkahkan kaki menuju fakultas jurusannya, manajemen.

Senyum yang tadi menghiasi wajahnya kini berubah digantikan dengan wajah datar tak bersahabat. Aura dingin terpancar disetiap lirikan mata hitam pekat milik Rere, tatapan sinis terus dilemparkan kesetiap orang yang ketahuan tengah menatapnya.

Namun percayalah, itu semua tak mengurangi kadar kecantikan alami yang dimiliki Rere. mata bulat dengan bola mata terang hitam pekat, bulu mata lentik tanpa tambahan benda kecantikan, hidung mancung, bibir tipis yang berwarna merah dengan tambahan sedikit liptin, rambut panjang lurus dan sedikit bergelombang dibawahnya, warna kulit kuning langsat, tinggi semampai sekitar 165 cm. Kiranya itulah gambaran tentang tubuh rere.

Tentu saja beberapa pria ada yang melirik kagum ke arah Rere, namun tak sedikitpun dipedulikannya. Tujuan nya hanya untuk menyelesaikan kuliahnya dengan cepat lalu mencari pekerjaan. Ia akan menyampingkan soal percintaan nanti, mungkin saat api membara yang mengisi relung hatinya sedikit mereda.

Dengan langkah pasti rere berjalan menuju kursi yang akan ditempatinya, didalam ruangan sudah terdapat banyak orang yang ingin mengenal satu sama lain. Sapaan demi sapaan banyak terlontar yang ditujukan pada Rere, namun ia enggan sedikitpun membalas sapa bahkan melirik pun tidak.

"hai"

"selamat pagi"

"kamu bisa duduk didepan ku"

"kita bisa temanan"

"hallo"

"dia cantik ya"

"iya bener, cantik banget"

"duh kok sombong sih"

"he'em ya, mentang mentang cantik"

"mungkin dari sononya, makanya cuek kaya gitu"

"duh jutek banget, itu mah sok cantik namanya"

Begitulah ucapan yang dilontarkan mereka, pertama-tama memang memuji kecantikan Rere tetapi ujung-ujungnya mereka akan menjudge seenaknya, perlu diketahui hal itulah yang paling dibenci oleh Rere.

Mengabaikan perkataan yang tak penting, Rere memasang earphone lalu membuka gadget nya untuk mencari berita berita berkelas yang tak berbau gosip tentunya.

Selain membaca novel, Rere memang suka mencari seluk beluk berita tentang pembunuhun yang tak logis menurutnya. Entahlah, tapi itu termasuk dalam kegiatan favoritnya.

______

Rere berjalan menyusuri lorong gedung fakultas ini, tujuan nya sekarang adalah Perpustakaan yang berada dilantai dua.

Jarak perpustakaan dengan kelas Rere cukup jauh, ia harus melewati fakultas kedokteran dan bahasa terlebih dahulu. Masih dengan earphone yang bertengger ditelinganya dan tampang datar, Rere melewati semua pasang mata yang kini tengah menatapnya dengan tatapan, entahlah...

Suasana perpustakaan tampak tenang tanpa suara kecohan. Rere bernafas lega saat tak mendengar suara aneh sedikitpun, hanya aura dingin yang ditimbulkan pendingin ruangan yang terasa.

Menurut Rere, perpustakaan adalah pelarian terbaik saat Dosen tak masuk.

Rere menghempaskan bokongnya pada kursi kosong yang berada disudut ruangan, pemandangan luar terekspos indah dari kaca jendela.
Rere memejamkan matanya menikmati lagu yang mengalun lembut diindra pendengarannya.

Selang beberapa menit, terlihat Rere yang menghela nafas kesal. Namun matanya tetap terpejam, bulu kuduk ditengkuk nya berdiri tiba-tiba.

Wangi..

Ya, aroma nya rere akui memang wangi. Tapi tunggu! Wangi ini berbeda seperti biasanya, harum ini seperti aroma pria. Namun sepertinya Rere tak berniat untuk memikirkan nya lebih lanjut, memejamkan mata terasa lebih nikmat pikirnya.

''aku tahu kau bisa merasakan kehadiranku.. "ucap seseorang namun tak dapat diketahui dimana keberadaannya, hanya Rere lah yang bisa merasakan nya.

" irene.. "

Rere membuka matanya terkejut, bagaimana roh pria ini bisa mengetahui namanya. Kepala rere menoleh kesebelah kiri tepat sumber suara berada.

" Bagaimana kau tau namaku? " tanya Rere penasaran.

''aku mendengar Seorang Dosen tadi mengabsen nama kalian. Irene clarisa.. Nama yang bagus"

"jangan menggangguku get out from here! " usir Rere. Untung saja diperpustakaan tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang disini yang tengah menatapnya aneh. Bagaimana tidak? Rere terlihat sedang meracau sendiri.

" oh ayolah.. Kita bisa berteman baik! "

Rere menghela napas kasar.
" up to you! "

Roh pria tersebut tersenyum simpul, akhirnya ia bisa menemukan teman berbicara. Tidak ada yang bisa merasakan kehadirannya terkecuali Irene.

Rere kembali menumpukan kepalanya dibawah lipatan lengan yang berada diatas meja. Melanjutkan aktivitasnya yang tadi tertunda. Suasana terasa kembali tenang. Wajah cantik Rere dengan mata tertutup terlihat penuh kedamaian, sosok roh itu menatap wajah rere tanpa bosan.

"siapa namamu? " tanya rere tiba-tiba tanpa membuka matanya. Mungkin orang orang sekitar mengira rere tengah mengigau.

Roh tersebut melihat dada kanannya yang terpasang nametag bertuliskan DIKI ADITYA.

" Diki Aditya, panggil aku Dii"

"kau bisa memanggilku Rere. Apa maumu? " tanya Rere

" mengapa kau bertanya seperti itu?" ucap Dii balik bertanya.

"kenapa? Salah jika aku bertanya? " balas Rere yang kini mendongakkan kepalanya.

" bantu aku" ucap Dii meminta bantuan.

Rere tersenyum sinis. Melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya lalu beranjak dari kursi dan melangkahkan kaki menuju ruangan fakultas nya berada.

Begitulah Rere, ia sudah hafal betul dengan kejadian seperti ini. Meminta bantuan? Bagaimana mungkin manusia menolong seorang hantu yang berbeda alam. Bukankah hantu lebih tahu segalanya? Itu yang kini tengah dipikirkan oleh Rere.

Help MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang