8. Jadi malu

124 40 12
                                    

Aku tau kenapa kamu berpaling, karena pipi kamu merah kan?
-Jancent

---

Dynda hendak berangkat sekolah bersama Dyto, tak lupa ia  bersalaman dengan Eliza.

"Dynda berangkat dulu mah," sembari mencium tangan mama nya.

"Kamu berangkat sama siapa Dynda?" tanya mama nya.

"Sama Dyto tuh dia udah di depan rumah," jawab Dynda sambil berjalan.

Mama Dynda tau jika Dyto adalah teman Dynda sejak kecil. Maka dari itu ia merasa tenang saat melihat anaknya di antar jemput oleh Dyto dan sudah menjadi hal yang biasa untuknya.

Namun, mama Dynda belum bahwa Dynda dan Dyto berdua berpacaran.

"Hati-hati ya sayang!" ucap mama Dynda sedikit berteriak.

Dynda melihat pemandangan aneh di depan matanya, kendaraan yang di pakai Dyto bukan ninja merah yang biasa dipakainya, melainkan ninja hitam dan pria itu mengenakan helm yang hitam juga.

'Mungkin dia ganti motor.' fikir Dynda.

"Aneh, biasanya dyto ngaret gara-gara kesiangan, kok tumben rajin gini," ucap Dynda kepada dirinya sendiri.

Dynda menghampiri pria yang berada di depan gerbangnya itu.

"Dyto!"

Namun, pria itu hanya diam saja.

"Oke kalo lo gamau ngomong sama gue, gue langsung naik aja dah," ucap Dynda.

Dynda pun langsung naik di motor ninja hitam itu.

Kemudian kendaraan itu melaju kencang, tidak ada yang memulai pembicaraan di antara keduanya.

Tiba-tiba, lampu merah terpampang nyata di mata.

Citttttt

Motor yang di Dynda tumpangi itu mengerem cepat, sehingga Dynda spontan menaruh tubuhnya di tubuh belakang pria yang mengendarai.

"Dasar! Kurang belaian ya lo?!" teriak Dynda.

Pria yang mengendarai itu hanya fokus mengendarai, tak menggubris Dynda sekali pun.

Pada dasarnya, Dynda lebih suka tak berbicara banyak dengan Dyto disaat mengendarai.
Tetapi, dengan Dyto yang diam seperti ini membuat Dynda merasa ada yang aneh.

"Kok lo diem aja dyt? Nggak kayak biasanya?" tanya Dynda kepo.

Pria itu hanya diam.

"Lo marah sama gue ya dyt?" tanya Dynda lagi.

Kemudian pria itu membelokkan motornya di depan warung yang bertuliskan 'bubur ayam' itu, lalu motor itu berhenti tepat di depan warung tersebut.

Pria itu berkata, "Gue bukan dyto." sambil menoleh ke belakang menatap Dynda.

"Eh? Jancent!" jawab Dynda kaget dengan menepuk pundak Jancent.

"Hehe maaf, makan dulu yuk. Gue belom sarapan," jawab Jancent santai.

Dynda hanya mengangguk. Entah mengapa ia tidak marah atau menjauh dari spesies manusia bernama Jancent ini. Jika dilihat dari penampilannya, pria ini termasuk badboy, namun hatinya baik.

Jancent dan Dynda duduk di salah satu tempat duduk yang disediakan.

"Bubur ayam dua, teh anget nya dua"
Pesan Jancent kepada penjual bubur ayam itu.

'Bahkan dia udah tahu sebelum gua beritahu kalo gua belom sarapan juga' batin Dynda.

Jam menunjukkan pukul 06.10 sedangkan mereka masuk jam 07.00.

Kemudian Jancent membuka suara, "Ternyata bener kata orang, cewe itu bakal cerewet dan kepo kalo di diemin cowo ya?" tanya Jancent sambil tertawa kecil.

Dynda memalingkan wajahnya, tidak mau melihat Jancent sekaligus menjawab pertanyaan pria itu.

"Gue tau, lo berpaling dari gue, karena pipi lo merah kan? Tanya Jancent lagi.

"Apasih loooooo?!" jawab Dynda sambil menepuk pundak Jancent.

Tak lama kemudian pesanan mereka datang, dan mereka menyantapnya dengan lahap.

***

Dynda POV

Aku menaiki anak tangga menuju kelasku 11 IPA 1 tetapi aku merasa seperti ada yang menarik pergelangan tanganku.

"Dynda! Kamu kemana sih sayang? Kok baru berangkat? Padahal tadi kata mama kamu, kamu udah berangkat duluan. Kok aku dulu yang nyampe sih?!" tanya Dyto kepo.

"Lo sih ngaret." jawabku santai.

"Terus kamu kemana aja?" tanya Dyto lagi.

"Gue belom sarapan tadi, dan gue makan bubur ayam dulu di pinggir jalan." jawabku malas.

Mendengarnya mengucapkan kata "kamu" diantara aku dan dia sungguh membuat telingaku seperti di gelitik. Aku tak terbiasa dengan panggilan seperti itu dengannya.

"Udah deh, gue ada PR dan belom di kerjain. Duluan ya," ucapku padanya.

Padahal sebenarnya aku tidak ada PR. Kemudia aku meninggalkan Dyto sendirian dan ia sama sekali tidak mengejarku.


'Maafin gue dyt, seharusnya kita nggak pacaran. Kata mama, kita itu sahabat, dan biarin kita terus jadi sahabat. Gue pengen nolak elo, tapi gue kasihan sama lo. Gue pengen mutusin lo, tapi gue takut lo sakit hati. Alasan gue nerima elo juga karna gue takut di kejar-kejar sama Jancent karena dia berandal, tapi ternyata penilaian gue salah.' batinku sembari berjalan menuju kelasku.

Finance is DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang