Ajari aku bagaimana caranya, merelakan tanpa harus membenci.
●●●●●
Bel istirahat berbunyi, para murid keluar dari kelas kecuali Alvero dan Caira.Alvero ingat dia, cinta pertamanya dulu. Caira.
"Kamu Caira kan?"
Caira hanya diam, tak menanggapi pertanyaan Alvero. Ia malah mengedarkan pandangannya dari Alvero.
"Caira, ini aku Alvero." ucap Alvero.
"Maaf lo siapa? Gue gakenal." Seru Caira.
Setelah mengucapkan itu Caira hendak keluar kelas namun Alvero mencekal pergelangan tangannya.
"Apaan sih, lepas gak!"
"Aku gamau lepasin, sebelum kamu ga marah sama aku."
"Lepas!"
"Gak."
Bukannya memberontak kembali, Caira langsung menangis, pertahanannya kini sudah runtuh, dia sudah tidak mampu untuk menahan beban ini sendirian.
"Caira kamu kenapa?"
Pertanyaan Alvero barusan menohok-nohok hatinya, benarkah ia lupa dengan janjinya?
"Masih belum tau kesalahan kamu dimana?"
"Maksud kamu apa?"
Ternyata Alvero lupa dengan janjinya, sekian lama Caira menahan diri untuk tetap menunggu, sekian lama ia berdiri sendiri, ternyata ini balasannya.
Kini Caira tertawa, tertawa sambil menangis, bukankah mengerikan?
"Kamu lupa sama janji kamu empat tahun lalu? Belum puas kamu mempermainkan aku? Belum puas kamu jatuhin diri aku? Belum puas kamu buat aku kecewa, dan sekarang bahagia banget ya udah punya yang baru?"
"Cai-"
"Cukup! Aku gamau denger alasan kamu lagi, aku kecewa."
Caira meninggalkan Alvero sendiri, saat keluar dari kelas ia melihat Siera menuju kekelasnya.
Belum cukupkah rasa sakit yang kau berikan kepadaku tuhan? Kalau memang aku bisa memilih, aku ingin memilih kapan waktu untuku jatuh cinta, dan kapan waktu untuku berakhir.
_____
Alvero masih terdiam, kini difikirannya sudah banyak rasa bodoh, bagaimana ia bisa lupa atas janji itu?
"Sayang"
Siera masuk kedalam kelas kekasihnya itu.
"Sayang kamu kenapa? Kok kaya banyak fikiran gitu?"
Alvero bangkit dari lamunannya.
"Eh siera, kapan kamu dateng?"
"Sayang akutu dari ta-"
"Maaf siera aku ada urusan mendadak, nanti lagi ya ketemuannya"
"Al!"
Tidak peduli dengan suara Siera kini yang sedang memanggil namanya, kini Alvero hanya ingin satu tujuan, Menemui sahabatnya. Kayla.
"Kayla!"
Kayla menoleh melihat Alvero ngos-ngosan dihadapannya.
"Alvero! Kenapa lo kesini cape gitu?"
"Kayla gue butuh lo."
"Oh gue kira lo udah lupa sama gue, ternyata pas ada butuhnya dateng gitu ya."
"Kayla bukan maksud gu-"
"Iya iya, gue tau pasti lo ada masalah kan, raut muka lo udah nyatain itu, jadi kenapa? Masalah Siera lagi?"
"Bukan."
Tatapan Alvero kini melemas, Kayla yang melihatnya langsung menyuruh sahabatnya itu duduk.
"Sini cepet duduk dulu."
Alvero pun duduk disebelah kayla.
"Ini tentang"
"Bentar gue mau beli minum dulu, lo tenangin pikiran lo dulu."
Kayla memang paling mengerti Alvero, ia tau kini Alvero harus menenangkan pikirannya dulu, akhirnya ia cari alasan untuk membeli ia minum.
"Nih lo minum dulu, yang santai curhatnya."
"Hm."
"Jadi gimana?"
"Lo kenal Caira?" Tanya Alvero.
"Oh, Caira yang tim basket itu juga? Yang hits kan."
"Gue gatau pokoknya, jadi,"
Alvero menceritakan kisah awal sampai akhir dikelasnya tadi ke Kayla.
"Gue harus gimana?" Desah Alvero.
"Ya harus gimana, lo itu cowo! Harusnya lo konsisten sama omongan lo, tapi lo malah gini, ya jelas Caira kecewa sama lo."
"Duh, iya gue tau gue salah, gue emang cowo brengsek, gue udah lupain dia! Gue ga konsisten sama dia!"
"Nih ya, kalo gue jadi Caira gue juga bakal lakuin hal yang sama, gue bakal benci lo, sumpah serapahin lo, tapi yang jelas gue pasti masih cinta sama lo. Sekarang, gimana perasaan lo ke Caira?"
"Gue gatau, gue inget rasa lalu gue, tapi ga sekarang, kayanya gue udah ga cinta sama Caira."
"Tega lo."
"Gue juga gatau kapan hati gue sembuh butanya dari Siera."
_
Maaf aku melupakanmu.
Maaf aku melepaskanmu.
Maaf aku sekejam ini.
Maaf buat kamu menunggu.
Dan maaf udah buat kamu kecewa.Aku tau seribu kata maaf tak akan bisa menyembuhkan luka yang sudah ada, tapi aku mohon
Maafkan aku.
Not siders!
Vote and coment☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfair
Teen Fiction♡Update setiap satu minggu sekali♡ ●●●●● Aku ini pengganggu, pengganggu waktumu yang ingin menjadi prioritasmu. Seharusnya aku melepasmu. Namun, separuh dariku masih mempertahankanmu, dan separuhnya masih mengharapkanmu dengan amat sangat. Bahkan sa...