Masih terbayang jelas di kepalaku wajah Eunrin yang terlihat mati-matian menahan sakit ketika aku sedang memberinya pelajaran. Aku menatap ikat pinggang kulit yang kugenggam dan berpikir bahwa sikapku sudah keterlaluan.
Sekarang giliran aku yang menderita, terjebak dalam pikiranku sendiri sekaligus digerayangi perasaan bersalah yang amat besar. Aku selalu begitu, setelah puas memarahi Eunrin aku akan dengan gampangnya menyesal dan mengutuk diri sendiri. Sebenarnya aku ini kakak macam apa? Apakah aku pantas disebut sebagai kakak? Apakah aku adalah kakak yang jahat bagi Eunrin? Apakah aku monster bagi Eunrin?
Sebenarnya aku hanya ingin Eunrin menghormatiku dan mendengarkanku saja, karena hanya akulah yang paling mengerti Eunrin. Orangtua kami? tidak, mereka tidak pernah mengerti kami. Ayah dan ibu sibuk bekerja, mereka terlalu sibuk untuk sekedar mengerti bagaimana keadaan putra-putrinya. Waktu yang dihabiskan Eunrin juga lebih banyak bersamaku ketimbang bersama ayah dan ibu, oleh karena itu di keluarga ini hanya aku yang paling memahami Eunrin dan hanya aku yang berhak melakukan apapun pada Eunrin. Tidak boleh ada yang menyakiti Eunrin kecuali diriku sendiri, kakaknya.
Ngomong-ngomong aku memukulnya menggunakan ikat pinggang bukanlah tanpa alasan, karena meskipun begitu aku tidak akan memarahi Eunrin secara membabi buta jika tidak ada alasan yang jelas.
Beberapa jam sebelum kami memulai sarapan, aku iseng menghampiri kamar Eunrin dan mencuri ponselnya. Awalnya aku hanya ingin menjahili Eunrin dan membuat anak itu panik karena kehilangan ponsel, namun semua niat itu berubah ketika sebuah pesan muncul.
Kim Mingyu
Aku tidak peduli dia teman atau kekasih Eunrin, tetapi pesan yang ia sampaikan benar-benar menggambarkan kedekatan seorang pria dengan perempuan. Amarahku langsung mencuat saat itu juga, namun suara ibu yang memanggilku untuk sarapan berhasil menahan emosiku yang sudah menggebu-gebu. Baiklah aku berpikir untuk bersabar dan membiarkannya saja dulu, tetapi kejadian di meja makan dimana Eunrin sibuk bermain ponsel membuatku tidak tahan lagi untuk memarahinya.
Mulai saat itu juga aku berjanji akan mencari tahu siapa Kim Mingyu, lelaki yang mampu merebut perhatian adikku.
*****
"Jeon Jungkook-ssi, sepertinya presdir ingin menemui anda."
Bukankah ayah dinas di luar kota sampai seminggu lebih? Kenapa mendadak kembali ke kantor?
Perasaanku jadi tidak enak.
"Kenapa presdir cepat sekali pulangnya dari dinas? Apa ada masalah?"
"Maaf saya tidak tahu mengenai itu, sebaiknya anda segera ke ruangannya." Jawab Sekretaris Lee yang nampaknya memang tidak tahu apa-apa.
Aku menutup laptopku, kemudian bergegas menuju ruangan ayah sambil diekori oleh sekretaris Lee.
Sekretaris Lee membukakan pintu untukku, dan setelah itu aku dapat melihat ayah sudah duduk di kursi kerjanya.
"Ayah mau membicarakan apa?"
Sebelum menjawab pertanyaanku, ayah terlebih dahulu memberi kode kepada Sekretaris Lee untuk meninggalkan kami berdua, setelah itu barulah ayah mengajakku duduk di bangku tamu dan memulai pembicaraan.
Aku pikir ayah akan membicarakan hal yang serius, sebab ia tidak pernah sampai 'mengusir' sekretaris Lee hanya karena ingin berbicara dengan tamu atau bahkan aku.
Lalu kira-kira apa yang ingin ayah bicarakan? Aku jadi khawatir.
"Berapa umurmu Jeon Jungkook?" Tanpa basa-basi ayah langsung membuka pembicaraan kami dengan pertanyaan. Hm, pertanyaannya cukup konyol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Brother (18+) COMPLETED
FanfictionDia kasar, tapi dia kakakku. Dia menyiksaku, tapi dia menyayangiku. Aku terjebak pada situasi yang sangat sulit. Cinta terlarang yang tumbuh di antara pasangan kakak beradik. Seseorang tolong selamatkan aku.