7. Armor Baru yang Mahal

1.7K 160 47
                                    

“Ngghh!!”

Aku bangun dan merentangkan kedua tanganku ke atas sambil menguap lebar. Mataku masih agak berat, tapi entah kenapa aku tidak bisa melanjutkan tidurku. Mungkin ini efek dari penyesuaian dunia lain.

“Ah, selamat pagi, tuan” sapa Shiro dari meja.

“Selamat pagi, Shiro” balasku.

Ia sedang memakan sarapannya, daging... sapi? Entah, aku tidak bisa menebaknya kalau tidak merasakannya. Jangan berpikir yang tidak-tidak, aku tidak mau memakan makanan hewan. Aku tahu kalau daging yang dimakan oleh Shiro adalah daging panggang, tapi aku tidak mau berbagi piring dengan hewan, walaupun itu Shiro.

“Tubwan, apbwaa byang bingin bwanda wakukan bwari bini?” tanya Shiro dengan mulut penuh.

“Oi, telan dulu baru bicara!” protesku.

Dengan mulut penuh seperti itu kok bicara, nggak jelas tahu! Kemudian ia menelan semua makanan yang ada di dalam mulutnya itu dengan satu tegukan. Sebesar apa kerongkongannya itu?

“Apa yang ingin anda lakukan hari ini, tuan?” tanyanya.

“Hm... entahlah, sepertinya aku akan membuat beberapa senjata dan beberapa hal lainnya untuk menunjang kehidupanku sekarang ini” balasku sambil melihat ke atap memikirkan sesuatu.

“Senjata apa yang ingin anda buat?” tanyanya lagi.

“Entah, aku masih belum memikirkannya” jawabku menggaruk kepala.

Kemudian ia melanjutkan makannya dengan tenang tanpa ada pertanyaan lagi. Aku bangkit dari kasur dan berjalan menuju jendela kecil yang ada di ruangan ini. Kubuka jendela tersebut dan kukeluarkan kepalaku sambil menghirup udara pagi yang segar.

Suasana dunia ini benar-benar nikmat jika di bandingkan dengan duniaku sebelumnya. Di bawah aku melihat banyak orang lalu lalang di jalan, tanpa ada kendaraan bermotor satu pun. Memang agak berdesakan, tapi setidaknya tidak macet seperti negaraku.

Kebanyakan orang yang lalu lalang adalah wanita, mungkin untuk kebutuhan pangan keluarga mereka. Yak, sepertinya aku juga harus beraktivitas. Tapi sebelum itu...

Gruu...

Aku lapar...

Kriitt...

“Oh, kau sudah bangun, Rangga?” sapa Fiena, sang elf.

“Ya, begitulah” balasku sambil memakai baju.

Tadi malam aku tidur dengan telanjang dada karena bajuku itu lumayan berat, tidak nyaman kalau dipakai untuk tidur.

“Aku baru saja ingin membangunkanmu untuk sarapan” ucap Fiena sambil memperhatikan diriku.

“Kurasa itu tidak perlu lagi” balasku merapikan baju.

Fiena keluar dan turun ke bawah, aku mengikutinya setelah mengambil smartphone-ku yang kuletakkan di atas meja. Shiro yang telah menghabiskan daging panggangnya, terbang dan hinggap di atas kepalaku dengan santai. Ngomong-ngomong, tubuh Shiro sangat ringan seperti bantal, jadi aku sama sekali tidak keberatan jika ia berada di kepalaku.

Entah aku yang kuat atau memang Shiro yang ringan, hal ini masih menjadi perdebatan di otakku, tapi aku memilih mengabaikannya karena aku menganggapnya ringan. Ketika aku sampai di bawah, kami berjalan menuju ruang makan yang terletak di bagian belakang toko. Kulihat Eliza sedang menikmati sarapan disertai wangi teh yang berasal dari cangkir di samping piringnya.

“Duduklah, aku akan mengambilkan jatahmu” ucap Fiena berjalan ke arah kompor.

Aku duduk tepat di seberang Eliza duduk, sedangkan Shiro turun dan berbaring di atas meja makan. Ruang makan dan dapur bercampur karena sebagian besar tempat ini digunakan sebagai toko. Fiena kembali padaku dengan semangkuk sup daging dan beberapa potong roti.

The World's End, But We're Survive in Another World [DROP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang