12. Interogasi

1.4K 141 66
                                    

Sinar mentari pagi menyerang mataku hingga membuat diriku bangun lebih awal dari biasanya. Yah, aku sendiri sudah tahu kenapa kali ini tubuhku ingin bangun lebih pagi, itu karena aku mencemaskan Eliza. Sesuai kata Fiena, Eliza terkena anemia atau penyakit kekurangan darah. [Instant Heal]-ku kelihatannya tak bisa mengembalikan darah yang hilang.

Aku duduk di kasur dengan mata yang masih berat. Di sebelah kananku terdapat jendela kayu berdaun dua dengan lubang kecil-kecil untuk ventilasi yang menghadap ke jalan. Kubuka saja agar udara segar dapat bertukar dengan udara pengan ini. Tentu saja saat kubuka, mataku kembali diserbu oleh partikel cahaya matahari, kali ini lebih banyak. Lalu Shiro juga terbangun akibatnya.

“Hoaamm... selamat pagi, tuan,” ucapnya sambil mengusap matanya.

“Hn, selamat pagi,” balasku tenang.

Kemudian ia meregangkan tubuh kecilnya di atas kasur, itu membuatnya semakin imut. Oh ya, aku penasaran dengan sesuatu padanya, tapi ketika aku ingin bertanya, aku selalu lupa terlebih dahulu, jadi aku tak pernah bisa menanyakannya.

“Shiro, kalau boleh tahu jenis kelaminmu apa?” tanyaku penasaran.

“Hm? Tuan tidak tahu?” balasnya kebingungan.

Tentu saja, jika aku tahu aku takkan bertanya padamu.

“Saya betina.”

...

....

.....

Apa?

“Betina? Kamu betina?” tanyaku dengan mata terbelalak.

“Ya. Ada apa memangnya, tuan?” balasnya.

Tunggu, apa!? Jadi selama ini aku berjalan dengan seorang perempuan!? Tidak, lebih tepatnya seekor naga betina. Shiro, dia ini naga, kan?

“Apa anda ingin melihat wujud manusia saya?” ucapnya penasaran.

Hah!? Wujud manusia!? Kok aku sama sekali tidak mengetahui hal ini!? Apa ini semua rencanamu, dewa lalai!?

“S-Shiro, kau punya wujud manusia?”

“Ya, tuan.”

Ah sial, padahal aku memilih partner berbentuk non-manusia agar tak kerepotan dalam mengurusnya, tapi akhirnya begini juga. Hah, sepertinya aku memang harus menyerah pada takdir, huh? Baiklah, kali ini kau yang menang.

“K-kalau boleh, aku ingin melihatnya,” kataku terbata-bata.

“Sesuai yang diperintahkan.”

Tidak tidak, aku tidak sedang memberimu perintah dan kalimat tersebut tak mengandung unsur perintah sama sekali. Apa setiap ucapan yang keluar dari bibirku selalu ia anggap sebagai perintah? Duh, kalau seperti ini bisa repot nanti.

Setelah membalasku, Shiro menutup matanya dan terlihat memusatkan seluruh konsentrasinya. Tak lama kemudian, cahaya putih mulai menyelubungi tubuh mungilnya dan dirinya mulai mengalami perubahan. Bulu-bulu putihnya perlahan-lahan menghilang, tubuhnya membesar, sayapnya mengecil, dan wujudnya pun berubah menjadi seorang manusia.

Melihat perubahan ajaib yang terjadi di hadapanku sendiri, mataku terbelalak. Hatiku ingin melompat karena saking terkejutnya, tapi untunglah otakku dapat mencegahnya. Bagaimana tidak? Seorang gadis kecil berambut putih keperakan muncul dan duduk di depanku tanpa sehelai benang sedikit pun.

Aku... tak bisa berkata apapun.

Braak!

“Rangga, bangun, sudah pagi!” teriak seseorang dari pintu.

The World's End, But We're Survive in Another World [DROP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang