BAB 03

164 18 0
                                    

Lovena terlihat serius memahami rumus-rumus Matematika dari buku yang ia beli bersama Athar malam kemarin. Besok, di jam pertama, jadwal kelasnya adalah ulangan harian Matematika 40 soal, ditambah, semua soalnya essai. Jadi, malam ini Lovena akan menghabiskan waktunya untuk mengingat semua rumus Matematika yang telah guru mereka ajarkan.

Lovena sedikit bosan, bukan karena ia tidak mengerti dengan banyaknya rumus Matematika dibukunya, melainkan sebaliknya. Semua rumus dibuku catatannya dan dibuku paket, telah Lovena hafalkan semua. Otaknya terlalu mudah untuk mengingat semua rumus, bahkan ditempat lesnya, Lovena telah mempelajari pelajaran untuk kelas dua belas.

Lovena menutup bukunya dan mengganti buku rumus Matematika yang lain dilemari buku pribadinya. Tidak sampai dua menit, Lovena kembali menutup bukunya. Lagi-lagi isi buku yang itu sudah pernah ia baca, dan semua isinya masih melekat jelas diotaknya.

Lovena menangkupkan wajahnya sambil menghela nafas berat, suatu pertanyaan terbesit diotaknya.

Bagaimana rasanya menjadi tidak tau?

Sejak kecil, orang tua Lovena telah mengajari banyak hal pada Lovena. Saat Lovena SD, Lovena telah mempelajari serta memahami pelajaran tingkat SMP, begitu juga saat SMP, Lovena telah mempelajari pelaran tingkat SMA. Sehingga saat masuk SMA, Lovena hanya perlu mengulangi pelajaran sebelumnya, agar terus diingat jelas oleh otaknya.

Di sekolah, Lovena sering mengatai teman-temannya bodoh karena tidak pernah menyelesaikan tugas secara tuntas, tapi kini Lovena kembali memikirkan perkataanya itu. Sebenarnya bukan teman-temannya yang bodoh, tapi Lovena yang kelewat jenius.

Lagi, Lovena menghela nafas. Kenapa otaknya terlalu cepat memahami semua hal sehingga apa yang Lovena baca langsung dicerna dengan jelas oleh otaknya. Lama-lama Lovena bosan jadi pelajar yang tau segalanya.

Seolah tersadar dari apa yang ia pikirkan, Lovena menggeleng cepat, sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Apaan sih gue? Enakkan begini kali, gue jadi gak perlu lagi belajar."

Lovena beranjak dari meja belajarnya, gadis itu mengambil ikat rambut merah muda yang terletak diatas meja dan mengikat rambut coklatnya asal.

Sebelum ia membaca buku, Mama-nya memanggil untuk segera turun keruang keluarga, namun Lovena sedikit lupa karena terlalu asik memikirkan otaknya yang kelewat jenius. Untung lupanya cuma sepuluh menit, coba kalau Lovena keterusan lupa sampai setengah jam, bisa-bisa Mama-nya memasukkan dirinya ketempat kursus khusus mengingat.

Lovena memandang dirinya didepan cermin, jangan sampai orang tuanya memasukkannya ketempat kursus khusus fashion karena melihat penampilannya yang abal-abalan. Begitulah orang tuanya, menginginkan anak mereka menjadi arti dari sempurna.

Dirasa penampilannya telah lebih baik dan rambutnya juga sudah diikat ulang dengan rapi, Lovena keluar dari kamar dan turun untuk menemui orang tuanya diruang keluarga.

"Nah, ini dia anak gadis Mama. Sini Nak, ada yang mau kami bicarakan."

Lovena mendekat pada Wilena, Mama-nya.

Papa-nya yang tadi membaca koran, segera melipat korannya dan melihat dengan senyum berbeda ke arah Lovena, begitu juga dengan Mama-nya. Senyuman mereka terlihat berbeda kali ini, seperti ada sesuatu yang mereka inginkan dari Lovena.

Ingat, selain pelajaran akademik, Lovena juga mempelajari pelajaran Psikolog semasa SMP, sehingga ia bisa sedikit cepat membaca perubahan sikap pada seseorang.

"Nilai kamu disekolah bagaimana? Ada nilai kamu yang gak sempurna?" Tanya Gerald alias Papa Lovena.

"Nothing, semua sempurna."

MELOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang