8# Picik

73 14 1
                                    

"Udah sampe, kak. Makasih," Khansa turun dengan terburu-buru. Wajahnya menunduk, sebisa mungkin ia menghindari kontak mata dengan Toby

"No problem, tapi yang gue lakuin nggak gratis,"

"What?!Nyesel gue nebeng tuh setan jahannam!" Khansa merutuk dalam hati.

"Ma--maksudnya, kak?"

"lo nggak peka banget, ya. Gue minta nomor hp lo!" Toby menatap Khansa dengan tatapan yang sulit diartikan . Seringai licik terukir di sana.

"Shit! Najis amat gue ngasih nomer hp gue sama tuh setan. Minta nomor hp tukang cilok aja sono," Khansa sangat geram. Tapi untuk kali ini ia memilih diam dan hanya bisa mengutuk dalam hati. Ia enggan berurusan dengan anak berandal seperti Toby.

"Maaf, kak. Saya nggak bisa," Khansa mengayunkan kakinya sekencang mungkin ke dalam gerbang rumah. Khansa enggan menanggapi permintaan Toby yang menurutnya sangat mengerikan.

"Ck! Liat aja. Gue bakal dapetin nomor hp lo apapun caranya," gumam Toby lirih, hampir tak terdengar.

***
"Woy!" Shella menggebrak meja dan sukses membuyarkan lamunan gila Khansa yang terus mengingat kehadian kemarin sore.

"Apa," Khansa terlihat uring-uringan. Ia malas menanggapi kelakuan sahabatnya yang mungkin sudah gila.

"Elah, lo lemes banget. Belom minum obat cacing apa gimana?" candaan Shella tak Khansa tanggapi. Khansa malah menidurkan kepalanya yang terasa berat. Ia sedang suntuk untuk sekarang ini.

"Sa, gue denger di sekolah kita banyak cogan," sepertinya Shella memang selalu punya ribuan kata untuk mengusik Khansa.

"Bodo,"

"Yah, Khansa. Sebenernya gue salah apa si sama lo?Gue nggak tega liat lo kek gini terus, Sa! Lo harus semangat, hidup ini masih panjang. Shunggokong aja semangat nyari kitab suci. Masa lo kagak semangat nyari cinta sejati? Aduh please deh, Khansa," Shella berucap panjang lebar seperti naskah drama alay yang kerap kali laku di tv, membuat Khansa hanya makin pening. Rasa-rasanya Khansa ingin memijat kepalanya dengan palu.

"Lo bisa diem nggak? Gue pasang paku juga tuh mulut," Khansa berucap jengah.

"Hehe. Lo nggak bosen, Sa di kelas? Tiduran mulu kaya bayi kena malaria. Jalan-jalan ayok. Ke wc kek, ke kantin kek," Shella bergelayut di lengan Khansa macam monyet minta dirajam. Sejak kapan wc jadi destinasi seseorang untuk berjalan-jalan?

Khansa berdiri dan berjalan ke luar. Ia merasa telinganya akan borokan jika terus mendengar perkataan Shella yang tak berfaedah. Shella yang melihat Khansa keluar, hanya bisa mengikuti dan merangkulnya ke arah wc.

"Sono cuci muka. Biar muka lo nggak kusut kaya baju karyawan pas tanggal tua," Shella mendorong Khansa masuk ke salah satu bilik kamar mandi. Khansa hanya bisa mendengus sebal. Jika Shella bukan sahabatnya, mungkin ia sudah berakhir di TPU terdekat sekarang.

"Tungguin gue, dan jangan sampe lo ngintip!" ucap Khansa bersamaan dengan suara tutupan pintu.

"Tenang, Sa. Gue masih normal," teriak Shella dari luar. Namun ia membeku ketika melihat dua orang sedang berjalan ke arahnya, dua orang dengan perawakan tinggi, bajunya sudah tak lagi dimasukan, dasinya dipasang kendor dan yang paling mengerikan adalah tatapan salah satu dari mereka mampu mencengangkan Shella. Mereka mendekat ke arah Shella. Membuat Shella takut. Jantungnya berdetak tidak karuan.

"Cewek tadi mana?" tanya cowok dengan matanya yang gelap. Tatapannya terlihat sangat mengintimidasi.

Shella tak kuasa menahan kakinya untuk tidak gemetar. Tangannya terangkat menunjuk pintu salah satu bilik kamar mandi di mana Khansa berada.

"Sekarang lo pergi," perintah cowok itu dingin, hampir tanpa ekspresi.

Shella hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya seperti orang bodoh. Ia berlari meninggalkan Khansa sendiri di dalam sana.

"Brisik-brisik apaan si? Budek kuping gue," Khansa keluar dari pintu kamar mandi, begitu tubuhnya berbalik, ia terkejut, matanya membulat sempurna. Dua cowok ada di depannya. Salah satu dari cowok itu bersender di tembok kamar mandi.

"Hai," sapa cowok itu kaku.

"Kak--kak Toby, ngapain kakak di sini?" Khansa menggigit bibir bawahnya, ia gemetar dan takut.

"Nagih upah gue," Toby menyeringai licik.
"Sekarang gue minta nomor hp lo,"

"Emm--saya mau ke kelas. Pelajaran udah mulai" Khansa hendak berjalan ke kelas tapi langkahnya di tahan oleh kedua cowok itu.

'Apes banget gue! Awas aja lo, Shell! Abis lo sama gue'  Khansa membatin geram.

"Nomor hp lo dulu" Toby tetap keukeuh dengan permintaan awalnya.

"O--oke. Kosong delapan lima," Khansa melunak, ia tak ingin berlama lama dengan cowok itu.

Toby mengeluarkan catatannya. Ia tak menyangka ternyata semudah itu mendapat nomor handphone Khansa. Tidak menantang.

Saat Toby sibuk dengan catatannya, Khansa dengan gesit berlari melewati Toby dan temannya. Khansa berlari mundur, menjulurkan lidahnya dan mengangkat tangannya di samping kepala. Toby hanya menatap tak percaya. Ia membanting catatannya kesal.

"Shit!! Awas aja lo, Sa. Gue nggak cuma bakal dapetin nomor hp lo. Tapi gue juga bakal dapetin elo,"

***

Jangan lupa VOMMENT

MAAF PARTNYA KEPENDEKAN.
MAKASIH BUAT READERS YANG SETIA BACA SI KUNANG BIRU. JADI TERHURA. EH TERHARU. WK

Si Kunang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang