1#. Simpanse Merah Jambu

150 16 3
                                    

Suara derap langkah yang saling memburu, diiringi suara teriakan melengking para bocah sd, sudah pasti terdengar sangat menggemaskan. Apalagi saat melihat senyum mereka merekah kala melihat pedagang jajanan yang melimpah ruah di depan sekolah, atau yang hanya sekedar berhasil menemukan teman mereka yang sedang bersembunyi saat main petak umpet.

Tapi keadaan berbeda 180derajat pada kelas 6B. Mereka membentuk barisan melingkar bak penonton di stadion bola. Bel istirahat dan suara 'tolet tolet' para pedagang cilok seakan tak berpengaruh bagi mereka. Mereka sengaja meluangkan waktu mereka untuk melihat dua sejoli cilik yang tengah jatuh cinta. Benar saja, pada bagian tengah terlihat seorang anak lelaki tengah menatap penuh harap pada seorang gadis cilik yang wajahnya mulai memerah panas karena malu.

"Terima aja lah elah susah amat!" Celetuk Khansa memecah hening yang langsung mendapat tatapan peringatan dari seluruh 'penonton', ia refleks langsung membungkam mulutnya.

"Shel." Imam mengawali.

"Hm" Gumam Shella tidak jelas. Wajahnya mulai panas.

"Aku...aku..." Imam gelagapan. Tenggorokannya tercekat. Semua kata yang telah ia rangkai seakan lari tunggang langgang.

"Eh, lo kate lo aziz gagap. Aa uu doang lu!" omel Khansa geram.

"Sssttt!" desis 'penonton' serempak, yang lagi lagi membuat Khansa reflek menutup mulutnya.

"Aku suka...suka..."

Kring

Belum sempat ia merampungkan kalimatnya, bel masuk berbunyi. Para 'penonton' kecewa, dalam hati mereka mengutuk bel laknat tersebut.

***

"Khansa, bangun, nak! Katanya sekarang Try out!" Teriak Mama Khansa dari balik pintu.

"Heeeeh" gumam Khansa sambil menggeliat, menggulingkan tubuhnya ke kanan-kiri yang lebih layak disebut cacing kepanasan.
Ia tersenyum, teringat mimpinya barusan, mimpi yang memutar roda memorinya pada waktu sd, tidak terasa sekarang dirinya sudah kelas 3 smp -yang artinya sebentar lagi ia akan lulus, dan akan lanjut ke smk.

"Nak, Khansa Nila Pramasela! Bangun!" Mama Khansa menggedor pintu macam buruh cilok yang minta kenaikan gaji.

"Iya, iya" dengan langkah gontai, Khansa berjalan keluar kamar, melewati Mamanya seakan akan Mamanya adalah batu kali.

"Eh, kamu nggak sopan banget ya! Nggak liat Mama ada di depan kamu?" protes Mama Khansa.

"Liat" jawab Khansa dengan suara khas orang bangun tidur. Sambil setengah terpejam, Ia melanjutkan langkahnya dan berniat untuk segera mandi.

"Khansa, kamu mau ngapain?" Tanya Mama Khansa berkacak pinggang

"Mandi lah, Ma. Kan bentar lagi sekolah," jawab Khansa tanpa dosa. Yang akhirnya dihadiahi jeweran di telinga Khansa.

"Itu kamar Mama! Sejak kapan kamar Mama jadi kamar mandi?!"

***

Belajar, les tambahan, try out, dan ujian. Itu yang anak kelas 3 smp pikirkan. Mereka mati-matian mempelajari buku tebal, dan memahami celotehan guru yang kian membingungkan.

Tangan kanannya sibuk menjiplak jawaban ips temannya, sementara tangan kiri ia gunakan untuk memijat ujung alisnya, Khansa masih sempat-sempatnya mengerjai teman yang duduk di bangku depannya. Ia menendang bangku tersebut hingga membuat Melly yang tengah tertidur bangun gelagapan sambil mengelap sisa ilernya yang mengalir macam sungai Kapuas. Khansa menyeringai menahan tawa melihat reaksi Melly yang terkesan berlebihan.

Hal itu tentu saja membuat Melly sangat jengkel, mengingat ini bukan kali pertama Khansa melakukan ini padanya.

"Wah, lo kebangetan ya!" geram Melly yang masih mengelap bekas iler kering di pipinya.

"Salah siapa tuh mulut mangap sampe iler nyerocos nggak terkendali kayak gitu."

"Gila nih anak!" cibir Melly.

"Dari dulu," Khansa menahan tawa.

Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari luar, suara langkah kaki yang terdengar mengerikan -mengingat jam pertama mereka adalah Mapel IPS Pak Lamin, guru dengan kumis melintang seperti sabut kelapa dengan kebiasaan mengerikan yaitu membentak saat mengajar seakan memberi nilai tambah atas keganasannya.

Deg deg...

Sebagian siswa pura pura membaca buku, sementara sebagian yang lain mulutnya komat kamit membaca ayat kursi sebisanya. Pintu terbuka, dan sesosok pria masuk yang ternyata,

Ade.

Serentak semua siswa menghembuskan nafas lega seperti orang yang baru selesai buang air.

"Buset dah, tegang amat," Ade terlihat puas telah mengerjai kawan kawan sekelasnya.

"Wahhh, lu nggak tau kita hampir jantungan!" ucap Faiq dengan nada sedikit nyolot.

"Tau tuh!" timpal Shella dan Wiwi kompak.

"Yaelah bercanda kali,"
Baru saja Ade menempelkan pantatnya ke kursi, datang seorang guru ke kelas mereka. Bukan, ini bukan Pak Lamin. Melainkan Bu Sari yang datang membawa secarik kertas di tangannya.

"Sejak kapan Pak Lamin jadi bahenol begono?" bisik Tantri ke telinga Khansa. Satu jitakan berhasil mendarat di kepala Tantri.

"Itu, Bu Sari, bego!" bisik Khansa.

"Tantri, Khansa! Kenapa bisik bisik?!" bentak Bu Sari, matanya tajam melotot ke arah Tantri dan Khansa.

"E..enggak, bu" jawab Khansa gelagapan.

"Baik, berhubung Pak Lamin sedang ada urusan, kelas ini Ibu titipi tugas."
Suara pekikan tertahan terdengar dari beberapa siswa perempuan.

"Diam!"

"Tugasnya adalah.." Bu sari membolak-balikan kertas kecil di tangannya. Siswa siswi dibuat menahan nafas menanti jawaban keluar dari mulut Bu Sari.

"Tugasnya, mengerjakan buku paket halaman 76!"

Fyuhhh..
Seketika mereka mengeluarkan nafas lega. Tapi Khansa merasa ada yang aneh saat ia menghirup nafas. Ia mencium bau sesuatu. Baunya sungguh abstrak. Seperti telur busuk, namun juga seperti bangkai tikus.
Akhirnya Khansa sadar.

"Eh, Tan, pantat lo blangsak banget ya! Kentut seenak jidat!" sembur Khansa sambil mengibaskan tangannya, untuk sedikit menyingkirkan bau abstrak dari hidungnya.

"Ini anugrah kali, Sa! Kentut itu bisa buat kita sehat!" Tantri menjawab seakan akan ia baru saja menjadi donatur besar yang menyumbang berlian seberat 5kg.
"Sehat di elo, kagak di gue! Untung gue nggak keracunan gas metana dari pantat lo!" sembur Khansa.

"Berisik banget! Ributin apa lo pada?! Untung Bu Sari udah keluar!" Ade menengahi.

"Tau tuh Tantri!" dengus Khansa. Yang hanya Tantri balas dengan kedikan bahu.

"Belajar gih lo berdua! Nggak inget apa kalo ntar balik sekolah ada try out." omel Ade sembari berjalan meninggalkan kelas.

"Dia nyuruh kita belajar, lah dianya sendiri jalan- jalan kayak tukang parfum eceran" cibir Khansa heran.

***

Si Kunang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang