9# Kedelai Malika

51 13 3
                                    

"Gue emang benci, tapi nggak tau nanti. Lo bakal ngerubah benci ini jadi cinta, atau malah jadi kecewa"

***

BRAK.

Suara gebrakan pintu terdengar memekakan telinga, membuat seisi kelas memusatkan perhatiannya pada orang yang berdiri di samping pintu dengan nafas yang terengah. Terlihat jelas dari matanya kalau dia menahan amarah.

"SHELLA!!" Khansa memekik keras, membuat siapapun yang mendengarnya pasti ingin menampol mulut Khansa dengan batu pualam.

Di ujung kelas Shella hanya bisa bergidik ngeri disertai rasa pasrah melihat sahabatnya seperti kerasukan naga indosiar. Khansa berjalan cepat menghampiri Shella, menarik lengan Shella dengan kasar, membuat Shella sedikit gusar.

"Lo ngapain ninggalin gue sendiri hah?! Sengaja?!"

"Ya ampun Khansa, demi naga indosiar yah, gue nggak ada niat buat ninggalin lo! Gue diancem sama tuh kakak kelas, ya gue takut, terus lari. Eh ngomong-ngomong sapa tuh kakel namanya? Cakep juga," Cerocos Shella tanpa henti, matanya menerawang jauh mengingat kejadian tadi.

"Sempet-sempetnya yah lo! Gue hampir serangan jantung tau gak!" Khansa melepas cengkeraman tangannya pada lengan Shella. Membuat Shella mengelus lengannya sendiri dengan sayang.

"Elah, gitu doang. Dideketin orang cakep grogi lo? Biasa dideketin tukang cilok ya gitu,"

"Anjir!!! Dia minta nomor gue, tayi kuda!!" Khansa sangat geram, jika divisualisasikan kini di telinganya pasti sudah mengepulkan asap macam cerobong kereta.

Penuturan Khansa membuat Shella mengeluarkan ekspresi yang lebih berlebihan dari anak tiri yang tidak kebagian harta warisan "Hah! Sumpah lo? Demi nenek tapasya, pasti lo bercanda kan?!"

"Gue serius lah," Khansa menanggapinya jengah.

"Terus lo kasih?" Shella nampaknya masih berapi-api.

"Nggak lah. Gila kali gue kasih nomor hp tuh kakak kelas jahannam. Sama aja bunuh diri,"

"Ish! Kalo gue mah seneng di kejar-kejar cowok cakep kek gitu," Shella menyangga dagunya dengan tangan, nampaknya ia mulai berkhayal kisah dengan pangeran. Pangeran katak yang borokan.

"Gilak. Dia itu kayak bukan orang. Matanya itu, bikin gue takut,"

"Kenapa matanya? Katarak? Siapa sih namanya? Bukannya dia ikut OSiS ya?" bukannya menenangkan, Shella malah menghujani Khansa dengan pertanyaan bak SPG sabun mandi.

"Namanya Toby. Argh, udahlah gue laper mau ke kantin,"

Baru saja Khansa hendak berdiri, tiba-tiba guru masuk membuat Khansa menahan caci.

***

Terik mentari seakaan membuat Khansa ingin berlari dan menenggelamkan diri di lautan es teh sekarang. Kakinya pegal dan kepalanya panas. Ia sudah berdiri di depan gerbang selama lebih dari 30 menit. Khansa menunggui Listi untuk pulang bersama, Khansa trauma pulang sendiri sejak kejadian ia diantar Toby.

Di kejauhan terlihat Listi baru keluar dari koridor sekolah, tangannya melambai ke arah Khansa. Khansa hendak membalas lambaiannya, tapi urung saat Khansa melihat seorang laki-laki tak dikenal tersenyum manis padanya. Dia sepertinya dua angkatan di atas Khansa.

"Woyo! Nyok pulang!" Listi merangkul Khansa dan menariknya untuk menjauh, tapi tatapan Khansa masih terkunci pada seseorang di sana. Seseorang dengan potongan rambut Spiky dan kulit yang hitam manis.

Listi mengikuti arah tatapan Khansa, seketika ia tersenyum saat tahu siapa sahabatnya sedang beradu pandang.

"Kak Adit," Listi berbisik di telinga Khansa seolah tahu apa yang akan ia tanya.

Si Kunang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang