3#. Kejutan Berang-berang

118 14 3
                                    

'Hidup selalu punya banyak kejutan. Sayangnya, kejutan itu tak selalu menyenangkan.'

Semburat jingga bercampur putihnya awan di langit, burung walet terbang dengan senangnya, seakan terpesona akan keindahan si jingga. Indah. Sangat indah.

Khansa duduk di balkon rumahnya, ia mendongakkan wajahnya, membiarkan angin menari menyapu lembut pipi dan rambutnya, ia menatap kagum pada semburat jingga di langit.

Khansa suka senja, ia juga suka angin. Khansa selalu kagum kepada senja. Senja selalu mau menunjukan indahnya kepada setiap orang, walaupun itu hanya sementara. Dan setelah itu, senja rela indahnya tergantikan oleh malam, malam yang gelap, sunyi, namun indah bagi mereka yang mengerti.

Khansa juga suka angin. Angin memberi ketenangan, walau terkadang angin membuat mata Khansa meneteskan air. Tapi tak apa. Khansa lebih suka air matanya jatuh karena angin daripada jatuh karena suatu kepedihan.

Dari balkon rumahnya, Khansa melihat seseorang di atas motor tengah menatap ke arah balkon tempat Khansa duduk. Wajahnya terkena sorot senja, sehingga tak begitu nampak. Namun terlihat jelas bahwa dia adalah seorang remaja laki laki. Khansa tak mengenalnya. Tapi ia merasa pernah melihat dia sebelumnya.

Ah iya! Dia adalah si motor biru! salah satu dari kumpulan cowok berandal yang menatapnya saat pulang sekolah seminggu lalu.

'Astaga! Apa yang dia lakukan!' batin Khansa.

Khansa beranjak dari kursinya lalu masuk ke dalam rumah. Jantungnya berdetak cepat tak beraturan, rasa takut itu kembali menyelimutinya. Sebenarnya Khansa kesal karena cowok itu telah mengganggu waktunya menikmati senja. Padahal sebentar lagi waktu senja akan berakhir.

Khansa mendengar suara derungan motor. Ia memberanikan diri untuk mengintip dari balik pintu ke arah cowok berandal itu berada. Dan betapa leganya Khansa saat ia melihat pria itu sudah pergi.

"Huh, untung udah pergi." gumam Khansa mengelus dadanya.

***

Khansa mematutkan diri di depan cermin, dan menyematkan satu jarum untuk mengaitkan kain krudungnya. Hari ini ia memakai setelan muslim ke sekolah -karena SMPnya mengadakan doa bersama sebelum ujian.

Doa bersama adalah rutinitas yang di lakukan sebelum ujian nasional dilakukan. Biasanya disertai dengan acara basuh kaki orang tua. Namun tidak untuk tahun ini yang hanya diisi doa bersama dengan guru dan semua siswa kelas 3 dan dipimpin oleh seorang Ustadz.

"Khansa, cepetan dandannya! Ini temen kamu udah nungguin." Suara mama Khansa terdengar dari ruang tamu.

"Iya ma. Khansa udah selesai kok." Khansa lalu menuruni tangga dan benar saja, Khansa melihat Yani dan Listi sudah menunggu. Mereka telah rapi dengan setelan muslim yang sederhana. Terlihat simple, namun menarik.

Khansa mengambil roti isi dan mengunyahnya dengan cepat, pipinya menggembung penuh terisi roti. Setelah bersusah payah menelan roti dengan cepat, lalu ia menengguk segelas susu hingga habis.

Yani dan Listi yang melihat Khansa makan begitu cepat hanya bisa menganga. Ia tak menyangka jika Khansa bisa makan secepat orang lari marathon.

"Gila lu, Sa! Lu makan apa kesurupan?" Ujar Listi sambil menggelengkan kepalanya.

"Ah, udah jangan banyak cingcong! Ayo berangkat, entar keburu telat!"
Khansa segera menarik tangan kedua sahabatnya.

"Mah, kita berangkat dulu ya! Assalamualaikum!" teriak Khansa.
"Waalaikumsalam! Hati hati ya, nak!"

"Kita nggak ditawarin sarapan dulu nih, Sa?" protes Yani.

"Nggak usah! Kalian sarapan atau enggakpun nggak ada bedanya..."
"...tetep lemot mikirnya."

Yani dan Listi hanya memutar bola matanya.

***

Acara doa bersama berlangsung hikmat dan haru. Mereka berharap jika ujian besok akan mendapatkan nilai yang baik -dan tentunya memuaskan.

Tidak ada kegiatan lagi setelah acara doa bersama. Mereka memilih untuk pulang dan tidur siang.

Drrrt Drrrt

Khansa hendak melangkahkan kakinya keluar gerbang ketika telepon genggam miliknya bergetar. Ternyata sebuah pesan singkat dari Yani.

From : Yani

Sa, maafin gue sama Listi ya. Kita pulangnya telat, soalnya ada acara mendadak bin kepepet.
Makasih ya, Sa.
Sorry.

Khansa mendengus kesal. Ia tak henti-hentinya merutuki kedua sahabat bejatnya itu.

"Cih! Ada acara apaan tuh duo kunyuk?!" gumam Khansa kesal.

Khansa kembali melangkahkan kakinya keluar gerbang. Kini ia celingak celinguk seperti orang linglung. Ia mencari angkutan umum untuk pulang. Rasanya malas jika ia harus pulang berjalan kaki.

Sudah lebih dari 20 menit Khansa menunggu, namun tak ada satupun angkutan umum yang lewat. Kalaupun ada, arah jurusannya tak sama dengan Khansa. Itu membuat Khansa resah.

Angin berhembus pelan,meniupkan krudung dan setelan muslim  Khansa yang berkibar kibar. Seketika Khansa merasa tenang, resahpun kini sudah tak lagi Khansa rasakan.

Tanpa pikir panjang Khansa memilih pulang dengan berjalan kaki. Ia ingin menikmati angin segar ini lebih lama. Di perjalanan,  sesekali Khansa mendongakkan wajahnya ke atas. Ia seakan menantang angin untuk semakin membelai wajah dan krudungnya. Semakin lama, Khansa semakin hanyut dalam buaian angin. Hingga ia dikejutkan dengan suara dari knalpot bobrok sepeda motor yang terdengar bising di telinganya. Ia berani bertaruh, jika siapapun yang mendengar suara dari knalpot bobrok itu pasti akan mengeluarkan berbagai sumpah serampah kepada si pengendara.

Khansa menyipitkan matanya. Ia mencoba mengenali pengendara sepeda motor biru yang ada di depannya. Ah ternyata dia lagi!!

Khansa memalingkan wajahnya. Namun si biru itu tetap memperhatikan Khansa -dengan tetap berkendara-, senyum merekah dari sudut bibir si biru itu.

'Gue takut banget ya, Tuhan,' batin Khansa gelisah. Ia mempercepat langkahnya.

***

Khansa menarik kursi untuk ia duduk. Tangan kanannya ia letakkan di meja, sementara tangan kirinya ia gunakan untuk menyangga dagunya.

Khansa bertanya pada dirinya sendiri. "Kenapa gue  ketemu dia lagi? Apa iya cuma kebetulan? Atau dia ngikutin gue sampe rumah?"

Khansa menangkupkan wajahnya ke meja. Ia tak bisa berfikir jernih untuk sekarang. Rentetan kejadian pertemuannya dengan si biru terkesan sangat kebetulan. Tapi, apakah di dunia ini masih ada istilah kebetulan saat semua takdir telah digariskan oleh Tuhan?

Entahlah, Khansa sudah tak mau memikirkan semua hal tidak waras itu. Biarlah hidup ini dipenuhi kejutan, walau pada kenyataannya semua kejutan tak selalunya menyenangkan. Bukankah kejutan akan menjadi hal yang sangat menarik?

Si Kunang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang