» And I wished you had hurt me harder than I hurt you «
● ● ●
Aku menutup lokerku setelah menaruh buku sejarah disana. Kulangkahkan kaki menuju ke arah dimana loker Freya berada. Gadis berkucir kuda yang berada di loker dengan jarak lima meter dariku itu sedang mengambil buku cetak matematika dari lokernya. Aku menyandarkan bahu kiriku di loker sebelahnya Freya.
Pikiranku lagi-lagi melayang memikirkan Arsa. Sepanjang hari ini entah kenapa otakku memikirkan cowok hujan itu tanpa henti. Aku menghela napas. Setelah ini apa yang sebaiknya aku lakukan pada laki-laki itu? Aku ingin menghentikan pacaran bohonganku dengannya sekarang. Aku merasa sangat berdosa telah menyeretnya terlibat dalam kebohongan ini.
"Frey, menurut lo gue kejam banget ga sih?" tanyaku pada Freya tiba-tiba.
Freya menengok ke arahku sambil mengerutkan keningnya. Tangannya bergerak menutup pintu loker itu.
"Maksud lo?"
"Menurut lo orang yang mendzolimi anak yatim itu... gimana?" tanyaku lagi.
Freya menghadapkan badannya padaku. Masih dengan kerutan di dahinya ia kembali berkata, "Ya... dosa."
Mendengar penuturan Freya tersebut membuatku jadi membenturkan kepala beberapa kali ke loker.
"Lo kenapa sih, Rain?"
Aku menghentikan aksi membenturkan kepalaku sejenak, lalu kembali melihat ke arah Freya.
"Gue ngerasa jadi kayak pemeran antagonis di sinetron-sinetron hidayah tau ga," kataku.
"Emangnya lo mendzolimi anak siapa sih?" kata Freya sambil geleng-geleng.
Aku diam tidak membalas pertanyaannya dan malah kembali membenturkan kepalaku pada loker.
"Lo gaje banget deh," cibir Freya. "Eh... obat pereda kegajean lo udah dateng tuh," lanjut Freya.
Aku menoleh ke arah Freya. "Hah? Obat apa?"
"Gue duluan deh," tukas Freya. "Arsa! Pacar lo lagi galau nih!" seru Freya sambil melihat ke arah belakangku sebelum akhirnya ngacir pergi.
Mendengar nama itu lagi, aku meringis. Mendecak kecil sebelum akhirnya berniat pergi menyusul Freya tanpa ada niatan untuk melihat ke arah belakangku terlebih dulu.
"Frey, tungguin gue!" seruku sambil melangkah menuju ke arah Freya pergi.
Baru beberapa langkah aku mengejear Freya, tiba-tiba ada yang menarik tasku. Aku terhuyung ke belakang akibat tarikan itu. Tepat seperti dugaanku, cowok hujan itu lagi-lagi menarik tas punggungku sembarangan.
Ia meluncurkan tatapan datarnya saat kami sudah bersebelahan. Kualihkan pandanganku dari wajah datarnya itu.
"Mau kabur lo?" tanyanya. Aku diam tidak menyahut, bahkan melihat ke arahnya saja tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain & Raina
Teen Fiction[✔] Ini cerita tentangku. Tentang seorang Raina Milea Irawan. Tentang hujan yang kubenci. Tentang matematika yang tidak kusukai. Tentang cinta yang kupercaya hanya fantasi. Dan tentang dia yang mengajariku supaya jangan takut mencinta kembali. Ini...