Bad Day

50 18 1
                                    

"Dek, buruan! Udah telat gue!" Teriak Bang Kai.

Percayalah, ini baru jam 06.00 dan Bang Kai yang biasanya baru bangun tidur, udah siap di meja makan sama Tante Irene.

"Apaan, sih. Orang baru jam enam. Lo berangkat jalan kaki pun nggak akan telat." Kata gue kesel.

"Ya udah, lo berangkat jalan kaki." Kata dia sambil jalan pergi.

"Bang!! Bangke!!"

"Lo bareng sama gue aja." Ajak Tante Irene. Kita udah biasa ngobrol informal kalau sama Tante Irene. Bukannya nggak sopan, tapi kata Tante Irene itu biar kita bisa lebih akrab aja.

"Nggak, ah. Nanti satu sekolah pada heboh lagi." Jawab gue.

Dulu waktu SMP gue pernah dianterin sama Tante Irene. Dan hal yang nggak gue sangka, satu sekolah pada heboh nanyain gue siapa yang nganter gue waktu itu. Terutama anak cowok. Mereka bilang kalau Tante Irene itu calon istri idaman.

Dering ponsel meja mengalihkan perhatian gue. Ada pesan masuk dari nomor nggak dikenal.

From : 081254xxxxxx

Berangkat bareng, yuk. Gue jemput.
-Chanyeol-

To : 081254xxxxxx

Kita ketemuan di depan cafe yang kemarin, ya.


Untung aja, Kak Chanyeol ngajakin berangkat bareng. Jadi gue nggak perlu ngeluarin uang buat bayar angkot.

"Kenapa nggak di rumah aja?" Tanya Kak Chanyeol setelah gue sampai depan cafe.

"Tante gue galak." Jawab gue asal.

Kak Chanyeol cuma ketawa ringan denger jawaban gue. Setelahnya, dia bukain pintu mobil buat gue. Perlakuan dia itu bikin gue melting. Bukannya norak. Tapi baru pertama kali dalam hidup gue diperlakukan kayak gitu.

"Kak, lo dapet nomor gue darimana?" Tanya gue memecah keheningan.

"Dari Kai." Kemarin Bang Kai bilang jangan deket - deket. Sekarang malah dianya yang ngasih nomor. Emang rada konslet otak Bang Kai kayanya.

Gue sama Kak Chanyeol ngobrol cukup banyak tentang keseharian masing - masing. Kepribadian Kak Chanyeol yang ceria bikin gue betah lama - lama sama dia.

Nggak terasa mobil yang gue tumpangi udah ngelewati gerbang sekolah. Gue ngucapin terima kasih ke Kak Chanyeol karena udah mau repot - repot jemput. Setelah itu kita pisah karena memang kelas kita arahnya berlawanan.

Sampai di koridor, gue papasan sama cowok yang pernah nabrak gue, yang gue tahu namanya Kak Lay. Lihat Kak Lay, gue jadi keinget sama Jason. Anak kecil yang kemarin sore jatuh di taman.

Flashback on

"Om Lay!" Seru anak ini bikin pandangan gue beralih ke arah yang dia tunjuk.

"Ya ampun, Jason. Daritadi om itu bingung nyariin kamu." Kata Kak Lay dengan nada frustasi.

"Maap, om. Tadi jacon acik main cepeda. Telus jacon jatuh dan ditolongin cama tante ini."

Ocehan Jason membuat Kak Lay mengalihkan tatapannya ke gue. Pandangan kita sempat beradu selama beberapa saat sebelum akhirnya dia kembali menunduk memperhatikan Jason.

"Kamu ada yang sakit nggak?" Tanyanya perhatian.

Jason menggelengkan kepalanya perlahan. Kak Lay kembali menatap gue kemudian tersenyum manis yang entah mengapa bikin gue deg - degan.

"Makasih ya udah nolongin keponakan saya." Katanya tanpa menghilangkan senyumnya.

"Oh.. iya.. sama - sama." Jawab gue agak gugup.

"Kamu yang waktu itu nggak sengaja tabrakan sama saya di sekolahkan?" Tanyanya lagi.

"Iya, kak." Jawab gue singkat karena gue bingung harus jawab apa.

Rengekan Jason berhasil mengalihkan perhatian kami. Meskipun ini baru kali pertama gue ngobrol sama Kak Lay, tapi dari cara dia menghadapi Jason, gue tahu dia itu orang yang sabar. Setiap rengekan yang keluar dari bibir mungil Jason pasti selalu dibalas dengan lembut sama Kak Lay.

"Saya duluan, ya. Jason udah laper banget kayanya." Katanya sambil terkekeh.

"Iya, kak. Hati - hati, ya. Da da Jason." Gue tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah Jason.

"Da da tante."

Flashback off

Gue berhenti sebentar sekedar untuk menyapa Kak Lay, "Pagi, Kak Lay."

Kak Lay kelihatan lagi buru - buru. Gue bisa tahu dari cara dia jalan sambil sesekali lihat jam yang melingkar di tangannya. Barusan aja dia nggak jawab sapaan gue. Bahkan ngelirik pun enggak.

Kelas sama tempat gue berdiri saat ini berjarak sekitar 2 ruang. Tapi suara para penghuni kelas bisa kedengeran. Di sini gue denger suara Wendy yang histeris karena belum ngerjain pr. Ada juga suara Shilla yang sangat amat cempreng lagi nyanyi. Belum lagi suara gedebak - gedebuk nggak karuan. Gue yakin anak cowok sekarang lagi pada main bola di dalam.

Antara siap dan nggak siap, gue masuk ke dalam kelas yang dipenuhi dengan mahkluk astral. Tapi baru sampai dipintu, sebuah benda bulat yang lumayan besar nabrak kepala gue.

"Eh, re. Sakit nggak?" Xiumin yang ada di belakang buru-buru lari nyamperin gue.

"Ya sakitlah! Pake nanya. Kalau gue gagar otak gimana? Lo pada harus tanggung jawab." Tunjuk gue ke anak-anak yang tadi main bola.

"Apaan sih, re. Orang cuma pelan kok." Kata Chen yang bikin gue tambah emosi.

"Pelan mata lo tiga! Kalau pelan kepala gue nggak akan benjol." Teriak gue.

Para mahkluk yang ada di depan gue pada nunduk. Ya mungkin mereka pada merasa bersalah. Gue jadi nggak tega sendiri udah marah-marah sama mereka. Sedangkan anak yang lainnya kelihatan nggak peduli dan tetap pada aktivitas mereka.

"Kita minta maaf ya, re. Kita tadi nggak sengaja." Taeyong akhirnya mengalah untuk minta maaf.

"Iya udah gue maafin." Jawab gue akhirnya luluh karena lihat muka mereka yang kusut.

Setelah denger maaf dari gue, wajah mereka kelihatan seneng lagi. Mereka akhirnya balik lagi kebelakang buat lanjut main.

"Eh, re. Tapi lo juga harus makasih sama kita, siapa tahu setelah kena bola tadi otak lo jadi pinter." Bisik Chen sambil lari ke belakang nyusul yang lain.

Oke. Sekarang gue sadar kalau mereka itu mahkluk yang nggak bisa dikasihanin. Mulai detik ini gue nggak akan ketipu sama topeng yang mereka pakai.

Hari ini benar - benar hari yang buruk bagi gue. Dari yang ditinggal Bang Kai, dicuekin Kak Lay, juga kena timpuk bola di kepala. Ya walaupun nggak semua kejadian hari ini buruk, sih. Tapi mood gue udah sangat - sangat ancur.

.
.
.
.

Voment pliss,,

Lika - LikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang