Hari ini adalah Hari Minggu. Kemarin Bang Kris udah janji kalau mau ngajak gue sama Bang Kai jalan-jalan. Katanya itu sebagai permintaan maaf karena jarang nengokin kita.
"Ayo, bang. Keburu siang ini." Rengek gue ke Bang Kris.
"Iya bentar. Nungguin Kai dulu." Jawabnya sambil jalan keluar.
"Tinggalin aja udah." Kata gue tanpa sadar kalau orang yang kita tunggu udah ada di belakang gue.
Bang Kai noyor kepala gue pelan, "Enak aja. Gue juga pengen jalan-jalan."
"Jadi jalan nggak?" Gue udah mau balas noyor Bang Kai saat suara teriakan Bang Kris yang udah duluan masuk mobil berhasil menghentikan itu. Kita berdua buru-buru lari naik ke mobil.
"Bang, kita ke studio musik aja, yuk." Ajak Bang Kai dari bangku belakang.
"Nggak! Nggak! Nggak!" Tolak gue sebelum Bang Kris jawab.
"Kenapa?" Tanya Bang Kris heran.
"Ntar gue cuma jadi kambing congek kalau kesana." Jawab gue kesel.
Kedua abang gue hobi banget sama yang namanya musik. Suara mereka juga lumayan bagus. Ditambah lagi mereka sama-sama jago dance. Tapi masih jauhlah kalau dibandingin sama gue. Iya, gue jauh dibawah mereka maksudnya.
"Mending ke Kebun Raya Bogor aja." Usul gue semangat.
"Nggak ah! Ngapain kesana!?" Tolak Bang Kai.
"Di sana kan ada kembaran abang." Kata gue sambil ngelirik Bang Kai.
"Maksud lo?" Tanyanya kebingungan.
"Tempat bunga bangkai terbesar di dunia kan Kebun Raya Bogor." Jawab gue yang dihadiahi sebuah toyoran oleh Bang Kai.
"Tahu gitu mending kemarin kalian aja yang nyusul gue ke Bogor. Kalau gini kan gue jadi bolak-balik." Kata Bang Kris menanggapi usulan gue.
"Tahu tuh, Rere." Timpal Bang Kai sewot.
"Gimana kalau ke Dufan aja?" Tanya Bang Kris yang gue dan Bang Kai tanggapi dengan anggukan antusias.
"Tapi bayar sendiri-sendiri, ya." Kata Bang Kris.
"OGAH!"
***
"Wiih! Gue udah lupa kapan terakhir kali kesini!" Pekik Bang Kai dengan mata yang berbinar melihat sekeliling Dufan.
"Lo emang belum pernah kesini kalik, bang." Komentar gue.
"Lah, iya yak!" Katanya polos.
"Kai, pokoknya lo disini nggak usah norak. Jangan sampe malu-maluin gue!" Kata Bang Kris mewanti-wanti.
"Iya elah," jawab Bang Kai sewot, sedangkan gue yang ada diantara mereka berdua cuma bisa terkikik geli.
Akhirnya, Bang Kris lah yang bayarin kita masuk sini. Meskipun gue dan Bang Kai punya uang yang cukup buat masuk sini, tapi kalau ada yang bisa bayarin kan lebih baik dimanfaatkan.
Banyak pasang mata yang menatap iri ke arah gue, terutama para kaum hawa. Ya iyalah. Jalan sama dua cowok keren yang gantengnya kebangetan, siapa yang nggak iri coba?
"Bang, naik tornado yuk!" Seru gue menunjuk salah satu wahana yang cukup menantang adrenalin.
"Dek, lo yakin?" Tanya Bang Kris sambil terus fokus memperhatikan wahana yang sedang bergerak di udara.
"Kenapa? Jangan bilang kalau lo takut?" Ejek gue.
"Dek, wahana itu nggak baik lho buat kesehatan jantung. Bahkan kalau nggak kuat, nyawa bisa langsung melayang." Kata Bang Kai. Gue tahu itu cuma salah satu trik dia biar kita nggak jadi naik itu.
"Punya dua abang kok cemen semua. Yakin situ cowok?!"
"Oke! Kita naik tornado!" Seru mereka barengan.
Gue sama kedua abang gue yang tercinta segera masuk ke dalam antrian yang lumayan panjang. Posisi gue sekarang yaitu berada di antara mereka berdua dengan Bang Kai di depan dan Bang Kris di belakang.
Giliran kita udah semakin dekat. Di depan Bang Kai kini hanya tersisa enam orang. Gue ngerasain kalau Bang Kris bergerak gelisah seiring dengan semakin pendek antrian kita.
Gue sebenernya juga agak takut mau naik wahana ini. Tapi karena udah terlanjur ngejek Bang Kris sama Bang Kai, gengsi dong kalau malah gue yang mundur.
"Bang, lo beneran yakin mau naik ini? Kita masih bisa kalau mau ganti wahana." Tanya gue agak ragu ke Bang Kris.
"Nggak. Gue mau buktiin kalau gue itu cowok!" Kata Bang Kris yakin. Meskipun sampe sekarang dia nggak berhenti gerak gelisah kayak cacing kepanasan.
"Pak, ini wahananya aman, kan?" Tanya Bang Kai kepada petugas yang berjaga. Gue baru sadar kalau ternyata sekarang giliran kita.
"Selagi masnya nggak punya penyakit jantung, wahana ini aman." Jawab bapaknya sambil terkekeh pelan.
"Ini beneran terjamin kan, pak?" Tanya Bang Kai sekali lagi.
"Iya, mas."
"Buruan, bang. Di belakang banyak yang ngantri." Gue dorong punggung Bang Kai saking gemasnya.
***
Sumpah. Perut gue udah kayak diubek-ubek nggak karuan. Rasanya mual tapi nggak bisa dimuntahin. Belum lagi kepala yang rasanya kliyengan.
Keadaan kedua abang gue juga nggak beda jauh sama gue. Kita bertiga jongkok di pinggiran sambil megangin kepala masing-masing.
"Gue kapok! Nggak mau lagi naik gituan!" Seru Bang Kai sambil ngangkat tangannya.
"Sama, bang. Gue juga."
"Dek, motivasi lo ngajakin kita naik tornado sebenernya itu apa, sih?" Tanya Bang Kris yang kelihatan masih lemes.
"Nggak ada, sih."
"Kai!" Bang Kai langsung berdiri saat denger seseorang manggil dia.
Nggak lama setelah itu, Bang Kris juga ikutan berdiri sambil merapikan penampilannya. Sedangkan gue? Bodo amatlah sama orang yang manggil Bang Kai. Gue tetep jongkok sambil megangin kepala yang belum hilang juga pusingnya.
"Tumben lo maen di tempat ginian?" Tanya orang yang tadi manggil Bang Kai.
Lah! Emang biasanya si Bangke main dimana?
"Iya, nih. Gue lagi quality time sama abang dan adek gue."
Gue nggak denger tanggapan dari orang itu. Mungkin dia cuma manggut-manggut kali, ya.
"Kenalin ini Bang Kris, abang gue. Dan ini Rere, adek gue."
"Kris," Kata Bang Kris memperkenalkan diri.
"Lay, temen sekelasnya Kai."
Pandangan gue seketika tertuju pada orang yang daritadi ngobrol sama Bang Kai. Kenapa gue nggak peka sih kalau orang itu Kak Lay. Alamat kebongkar dah rahasia gue.
Kak Lay langsung balik mandang gue yang masih jongkok di samping kaki Bang Kris. Gue rasa dia agak terkejut saat tahu gue itu adeknya Bang Kai. Hal itu terbukti dari matanya yang terbelalak lebar.
"Kamu?! Kamu adeknya Kai?"
Gue bangkit dari posisi tadi. Dengan disertai senyuman kaku gue jawab pertanyaan dia, "Iya."
"Lo kenal adek gue?" Tanya Bang Kai penasaran.
"Kita sempet terlibat suatu insiden." Jawab Kak Lay.
Kini giliran Bang Kris yang terkena virus penasaran, " Insiden apaan?"
"Lo pada kepo amat, sih!" Gerutu gue sebelum Kak Lay sempet jawab.
"Kepo itu tanda orang jineus," Balas Bang Kai nggak terima.
"Jenius! Je-ni-us. Lagian kalo lo yang kepo, mau sampe ayam beranak pun nggak akan jadi orang jenius!" Sembur gue.
"Udah! Kalian berdua itu nggak bisa apa sehari aja nggak ribut?" Lerai Bang Kris. Sedangkan Kak Lay tertawa ringan karena lihat keributan tadi.
Gue dan Bang Kai sama - sama melengoskan wajah ke arah berlawanan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Vomentnyaa,,,
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika - Liku
FanfictionDamai. Satu kata itu dapat mewakili perasaan gue saat ini. Menurut gue, pantai adalah tempat yang paling nyaman untuk mengeluarkan segala keluh kesah yang ada dalam hidup. Gue berdiri di tepi pantai sambil merentangkan kedua tangan. Menikmati sepoi...