Gue narik nafas dalam-dalam sebelum masuk rumah. Gue yakin di dalam gue bakal dimarahin habis-habisan. Apalagi saat ini lagi ada Bang Kris yang baru pulang dari Bogor. Mobil sport hitam yang nangkring di halaman rumah bikin gue tahu akan hal itu.
"Sejak kapan Chanyeol jadi temen lo?" Tanya Bang Kai dengan nada menyindir setelah gue masuk rumah.
Dia sama sekali nggak mengalihkan atensinya dari layar televisi. Di sampingnya ada Bang Kris yang kelihatan lelah, mungkin karena sepulang kuliah dia langsung berangkat kesini dan pas udah sampai malah disambut sama keributan adiknya. Nggak ketinggalan juga Tante Irene yang lagi duduk sambil motongin kuku.
"Sejak kemarin." Jawab gue cuek. Gue udah mau jalan deketin Bang Kris saat suara Bang Kai kembali menginterupsi.
"Lo tahu nggak sih kalau gue, Bang Kris, sama Tante Irene cemas nungguin lo daritadi sore. Cuma demi pergi bareng Chanyeol, lo bohong sama kita dengan bilang pergi sama temen?" Wajah Bang Kai kelihatan memerah memendam amarah.
"Bang! Gue nggak bohong! Gue tadi pergi bareng Shilla sama Lia. Lo bisa tanya mereka kalau nggak percaya." Jawab gue nggak terima dibilang pembohong.
"Gue udah pernah bilang sama lo, jangan deket-deket sama Chanyeol!" Bang Kai sedikit meninggikan suaranya. Sekarang dia udah berdiri di depan gue.
"Gue cuma nggak sengaja ketemu sama dia, terus dia nganterin pulang. Udah gitu aja! Lagian dia itu temen lo, apa salahnya gue jalan sama dia!?" Balas gue.
"Karna dia temen gue, jadi gue lebih tahu dia luar dalem! Dia itu playboy Rere!" Dia mulai menurunkan nada bicaranya, tapi tekanan dalam suaranya sama sekali nggak berubah.
"Terus kenapa lo ngasih nomor gue ke dia? Dan, lo itu juga playboy kalau lo lupa." Gue tahu kalimat gue yang terakhir sangat menohok perasaan dia. Tapi bodo amatlah, dia juga yang mulai.
"Gue nggak ngasih nomor lo, dia sendiri yang lihat di ponsel gue."
Tiba-tiba Bang Kris berdiri lalu jalan ngedeketin kita, dia bilang, "Udah berantemnya?"
Gue sama Bang Kai cuma bisa diam, sedangkan Tante Irene cuma jadi penonton setia sejak awal tadi.
"Lo berdua nggak usah saling nyalahin. Di sini lo berdua itu sama-sama salah." Kata Bang Kris kalem.
Dia membasahi bibirnya sebelum kembali berbicara.
"Rere. Lo itu cewek, jangan suka pergi sembarangan." Kata Bang Kris nunjuk gue.
"Gue juga pengen kayak temen-temen, bisa pergi main dengan bebas. Nggak dikekang kayak gini." Gue mengajukan pembelaan.
"Iya, gue bisa maklumin itu. Tapi lo juga harus ingat waktu. Lo itu pulang sekolah udah sore, apalagi kalau ditambah main. Mau pulang jam berapa? Gue nggak ngelarang lo buat main, lo bisa pergi jalan sama temen pas weekend. Masih kurang?"
Skak! Penuturan Bang Kris benar-benar bikin gue kicep. Nada bicaranya yang lembut malah buat gue makin ngerasa bersalah.
"Dan Kai. Apasih untungnya jadi playboy? Lo pernah mikirin perasaan cewek yang lo deketin nggak? Sekarang, gimana perasaan lo kalau adik cewek lo satu-satunya yang dideketin sama mahkluk sejenis lo?"
Pertanyaan Bang Kris yang membombardir sama sekali nggak bisa dijawab sama Bang Kai. Dia cuma diem dan tetap nunduk lihatin lantai rumah.
"Kenapa? Nggak bisa jawab? Lo itu sekarang kelas 12. Udah waktunya buat konsentrasi sama sekolah. Jadi playboy nggak akan mempermudah jalan lo masuk ke universitas. Jadi, stop mainin perasaan cewek. Fokus sama sekolah lo."
"Iya bang, gue minta maaf. Tobat dah gue sekarang, mau fokus sama sekolah aja." Kata Bang Kai akhirnya.
"Gue juga minta maaf karena udah buat kalian semua khawatir. Gue janji nggak akan ulangin itu lagi."
Bang Kris tersenyum setelah dengar permintaan maaf dari kita berdua. Dia ngelus lembut kepala gue dan Bang Kai. Sikap Bang Kris yang dewasa sangat membantu dalam menyelesaikan masalah.
"Masalahnya udah selesai, kan? Makan malam, yuk." Ajak Tante Irene tanpa sedikitpun beranjak dari sofa.
"Tante masak apa?" Tanya gue sambil jalan ke sofa yang kemudian disusul Bang Kris dan Bang Kai.
"Nggak masak. Delivery aja gimana?" Kata Tante Irene sambil ngangkat ponselnya.
"Pizza!" Teriak gue, Bang Kris, sama Bang Kai barengan.
"Kalau makanan aja kompakan." Kata Tante Irene sambil geleng-geleng.
Kita cuma ketawa ringan menanggapi perkataan Tante Irene. Kita udah lama nggak ngumpul kayak gini. Semenjak Bang Kris mulai lanjut S2, dia jadi jarang nengokin ke Jakarta.
"Mbak, butiknya gimana? Lancar?" Tanya Bang Kris ke Tante Irene.
Bang Kris emang dari dulu manggil tante itu 'mbak' karena umur mereka yang nggak terlalu jauh bedanya. Gue nggak bisa bayangin gimana kalau Bang Kris manggilnya 'tante'. Pasti geli banget.
"Ya, gitu. Rencananya akhir bulan ini gue mau ngadain pameran buat pakaian model baru. Doain lancar, ya?" Jawab Tante Irene.
"Tante, kalau butuh model Kai siap kok bantu tante." Ucap Bang Kai sambil menaik turunkan alisnya.
"Jangan tante! Nanti malah nggak laku kalau Bang Kai modelnya." Ucapan gue sukses bikin mata Bang Kai melotot.
"Boleh. Gue juga lagi kekurangan satu model." Senyuman Bang Kai mengembang mendengar penuturan tante.
"Beneran?" Tanya Bang Kai antusias.
"Iya. Dari kemarin gue cari model buat gaun utama, tapi belum ada yang cocok. Kebeneran deh kalau lo mau."
Gue sama Bang Kris ketawa sampai gegulingan dengar jawaban Tante Irene. Sedangkan Bang Kai? Jangan ditanya, mukanya udah ditekuk nggak karuan dengan bibir yang manyun.
.
.
.
.
.
.
.
Vomentnya guyss:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika - Liku
FanfictionDamai. Satu kata itu dapat mewakili perasaan gue saat ini. Menurut gue, pantai adalah tempat yang paling nyaman untuk mengeluarkan segala keluh kesah yang ada dalam hidup. Gue berdiri di tepi pantai sambil merentangkan kedua tangan. Menikmati sepoi...