Bab 35 - Rindu Sepasang Pecinta Part 2

329 41 1
                                    


"Sy, jadi istri aku, ya?"

Detik itu juga Sasy lupa caranya bernapas. Jari-jari tangannya gemetaran sehingga Sasy menyatukan kedua tangannya. Dia mengalihkan pandangannya ke depan sambil meremas tangannya yang mendadak dingin. Tapi Jati masih setia menatapnya.

"Jangan terima lamaran orang lain, please. Kemarin malam aku udah meminta izin ke bapak dan ibu kamu. Aku udah nunggu lama untuk berani melamarmu. Tolak mereka. Menikahlah denganku, Sasy."

Segalanya melambat setelah pengakuan Jati. Kepala Sasy yang berputar menghadapnya kembali terasa seperti sebuah gerakan slow motion. Pun dengan sebutir kristal bening yang melewati pipi kiri Sasy. Tidak ada yang kalimat manis dan romantis yang diucapkan oleh Jati. Namun, rangkaian kata-kata sederhana itu berhasil meruntuhkan dinding pertahanan Sasy. Dia tidak percaya akan mendengar ajakan nikah dari Jati.

Mata Jati mengikuti gerak butiran itu hingga jatuh dan menghilang. Kenapa Sasy malah menangis setelah mendengar kalimat Jati? Apakah ada yang salah? Apakah Jati terlambat?

Sasy menarik napasnya dengan susah payah. Bahkan lubang hidungnya terasa seperti tersumbat sesuatu. "Aku udah menolak mereka," ucapnya lirih.

Kini Jati yang berubah menjadi orang tolol. "Hah? Kamu udah menolak? Kapan? Tapi kemarin Gusti bil—"

"Aku udah menolak mereka sejak lama," sela Sasy. Suaranya lebih keras dari sebelumnya.

Hati Jati sibuk mengumpat. Gusti pasti sengaja membohonginya.

"Lalu kenapa kamu menangis?" tanya Jati.

Sasy mengerutkan kening. "Aku menangis?"

Tangannya meraba kedua pipi dan merasakan sesuatu yang basah mengenai kulitnya. Gadis itu bahkan tidak sadar kalau matanya memproduksi air mata yang berlebih. Yang dia tahu, tiba-tiba dadanya sesak hingga kesusahan ketika ingin berucap.

"Kenapa menangis?" Badan Jati condong ke depan, tangannya meraih tangan Sasy lalu menggenggamnya. Dia merasakan kedua tangan Sasy yang dingin. Kemudian Jati menatap tepat di kedua bola mata Sasy dan mengulang kalimatnya lagi. Kini dengan nada yang lebih tegas. "Menikah denganku, Sy. Kita hidup berdua, berumah tangga."

Bola mata Sasy bergerak untuk membalas tatapan lembut dari Jati. "Menikah? Bagaimana bisa? Kita ... memangnya apa yang membuat Mas Jati tiba-tiba ingin menikah denganku? Rasanya, nggak masuk akal. Memangnya selama ini kita...?" Sasy menggantungkan kalimatnya. "Bertahun-tahun lamanya kita nggak berhubungan. Sekadar bertanya kabar pun nggak."

Genggaman tangan Jati mengerat. Sasy merasakan telapak tangan Jati menyalurkan kehangatan pada jari-jarinya yang kemudian mengalir bersama dengan peredaran darah hingga menuju ke hatinya.

"Nggak bertanya kabar bukan berarti aku lupa, Sy. Namamu selalu aku ucap di setiap doa," ujar Jati dengan penuh kelembutan. "Udah sejak lama aku suka sama kamu. Dan sampai sekarang nggak berubah, justru rasa suka itu semakin jelas. Aku suka kamu dan aku nggak berpikiran untuk mencari yang lain. Sekarang, aku nggak akan melepas kamu lagi dan aku nggak akan ngebiarin pria lain mendapatkan kamu."

Pria itu menatap gadis yang sedang berpikir keras di sampingnya. Air mukanya sulit diterjemahkan. Kedua matanya kosong. Otaknya seakan menyimpan jutaan data yang terenkripsi yang tidak seorang pun bisa membukanya. Hanya gadis itu yang bisa membukanya tapi Sasy diam seribu bahasa.

"Sy," panggil Jati sekali lagi. Sebegitu sulitkah Sasy untuk bersuara? Jati sangat ingin tahu apa yang ada di pikiran Sasy saat ini.

Bola mata yang semula kosong itu kembali bernyawa. Manik-manik itu bergerak-gerak seperti ada goncangan hebat di dalamnya. Kemudian hal yang tidak pernah disangka-sangkanya terjadi. Mata itu kembali berkaca-kaca lalu Sasy menarik tangannya dari genggaman tangan Jati. Dia menutup mukanya dengan kedua tangan.

Jari Manis SasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang