Bab 17 - Memuntahkan Lahar

298 38 2
                                    

Di waktu yang sama namun tempat berbeda, beberapa puluh kilometer jauhnya dari Bromo, seorang pria sedang mengurung diri dalam kegelapan. Lampu penerangan mati, pintu dan jendela juga tertutup seolah tidak memberi kesempatan pada cahaya untuk masuk. Cahaya matahari yang menembus di celah-celah jendela tidak berpengaruh banyak untuk mengalahkan kekuatan sang gelap.

Hanya satu cahaya yang dibiarkan untuk berpendar. Berasal dari ponselnya yang menyala, menampilkan sebuah potret seorang perempuan yang tersenyum, memamerkan deretan gigi rapi. Jarinya menggeser layar ponsel, kini gadis itu tengah bermain-main di pinggir pantai. Foto ini adalah hasil jepretan diam-diam ketika mereka sedang berlibur ke pantai di Gunung Kidul. Keceriaan terpancar di wajah perempuan itu. Dia ingat dulu mereka sering menghabiskan waktu berdua, menikmati tempat-tempat wisata untuk melepas penat. Tapi kali ini perempuan itu berlibur dengan orang lain, tanpa dirinya.

Sialan. Denis geram tatkala kemarin malam dia menerima chat dari Hasan. Temannya itu mengirimkan sebuah foto dengan Sasy ada di dalamnya, sedang duduk bersama dengan dua orang pria. Salah satu wajah pria itu tidak asing di matanya. Denis pernah melihat pria itu di lapangan futsal yang sama dengannya dan beberapa temannya memberi tahu bahwa dia adalah sepupu Adit.

Shit! Sejak kapan Sasy menjadi dekat dengan sepupu Adit yang entah-siapa-namanya itu? Denis merasa seperti ditikam dari belakang, tidak tahu dari mana arah si penikam dan dia pun tidak sempat mengelak.

Denis membuka kembali foto kiriman dari Hasan. Jari telunjuk dan jempolnya dia sentuhkan ke layar untuk men-zoom foto tersebut. Wajah Sasy dan pria-yang-entah-siapa-namanya itu memenuhi layar ponselnya. Keduanya sama-sama menyunggingkan senyum, terlihat bahagia. Keceriaan yang membuat Denis muak.

Sasy sudah bermain di belakangnya. Tentu saja Denis berang. Sudah sejauh mana hubungan keduanya? Telapak tangannya meremas kuat ponsel seakan ingin meremukkan benda itu. Sepanjang malam tadi Denis menghabiskan waktu dengan memandangi foto brengsek itu. Susah payah menahan dorongan hatinya untuk mendatangi rumah Sasy.

Denis mengusap mukanya dengan kasar. Dia frustrasi. Rasa penasaran sudah menggelegak, terkumpul di ubun-ubun, hanya butuh beberapa satuan waktu hingga akhirnya terjadi sebuah ledakan. Kewarasan di otaknya sudah menipis, tergantikan oleh sikap impulsif yang menggerakkan jemarinya untuk mencari sebuah nama di kontak LINE-nya.

Sarah.

Nama itu tiba-tiba saja muncul di tengah keresahannya. Dia berharap bisa mendapatkan informasi melalui sahabat Sasy itu. Untung saja dia dan Sarah sudah menjadi teman di LINE. Jari-jari panjangnya bergerak lincah menuliskan sapaan untuk Sarah.

Denis : Sar

Saat itulah dia baru sadar bahwa waktu baru menunjukkan pukul lima lebih lima menit. Lihat saja, bahkan Denis sudah tidak memedulikan sopan santun dalam berkirim pesan. Tapi, masa bodoh. Denis sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Matanya fokus pada pesan yang barusan dia kirim. Dia menunggu-nunggu saat di mana muncul tulisan 'read' di samping pesannya. Namun beberapa menit berlalu tulisan itu tidak kunjung datang. Denis pun mengirimi pesan lain. Dia berusaha untuk berbasa-basi sedikit.

Denis : Sori, Sar. Ganggu kamu subuh-subuh gini. Tp ada yg ingin aku tanyakan

Pucuk dicinta ulam tiba, seperti ada bunyi 'plop' dan pendaran cahaya ketika tanda 'read' itu tercetak di samping pesan. Tak berapa lama kemudian sebuah balasan dari Sarah muncul di layar ponselnya.

Sarah : Tanya apa, Den? Sori, baru selesai salat

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Denis menyudahi basa-basinya. Dia langsung masuk ke tujuan utama mengirimi pesan pada Sarah.

Denis : Sar, masih sering chat sama Sasy?

Sarah : Udah jarang sih. Kenapa, Den?

Kali ini Sarah langsung membalas. Artinya gadis itu sedang tidak sibuk pagi ini jadi Denis tidak sungkan untuk bertanya lebih jauh.

Denis : Sasy pernah cerita kalau lagi deket sama cowok lain gitu ga?

Sarah : Hah? Maksudnya Den?

Denis langsung mengirimkan foto dari Hasan kepada Sarah.

Denis : Yg pake kaus biru itu, kamu kenal dia? Sasy pernah cerita soal dia?

Sarah : Dia siapa? Aku blm pernah liat

Denis : Nggak usah bohong, Sar, jujur aja. Aku tanya beneran ini

Sarah : Eh, yang bilang aku bohong siapa? Aku ga tau. Sasy udah nggak pernah cerita apa-apa sama aku.

Denis menutup matanya karena geram. Hebat sekali Sasy, bahkan gadis itu menyembunyikan soal kedekatannya dengan pria lain dari Sarah. Mungkin saja Sasy sudah menebak kalau suatu saat Denis pasti akan menghubungi Sarah; menanyakan perihal lelaki lain.

Denis : Dia dekat dengan cowok lain, Sar. Sasy ga cerita apa-apa? Aku udah 6 th bersama dia, jagain dia, dan ada buat dia, tapi belum cukup juga untuk buat dia nerima aku. Dia malah sama-sama cowok lain. Kalau ga cepet-cepet diikat, aku takut Sasy malah lepas, Sar.

Pesannya terkirim tapi Sarah belum membacanya. Akhirnya Denis malah curhat colongan dengan Sarah. Dia sudah kebingungan dengan siapa dia bisa berkeluh-kesah. Denis menunggu hingga Sarah membaca. Selang beberapa menit, tidak ada yang berubah. Mungkin saja Sarah sudah mulai beraktivitas.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam lebih sepuluh menit, ini hari Minggu—hari di mana sebagian umat manusia memilih untuk menghabiskan waktunya dengan bermalas-malasan—Denis sedang tidak punya acara. Biasanya Denis baru mandi ketika siang menjelang namun pagi ini pengecualian, dia mau ke rumah Sasy; meminta penjelasan mengenai foto yang dia dapat.

Setelah meletakkan ponselnya di atas meja, dia beranjak menuju ke kamar mandi. Denis sedang membutuhkan guyuran air untuk mendinginkan ubun-ubunnya yang menguap. Seusai mandi, dia kembali ke kamar dan mendapati ponselnya tengah menyala pertanda ada pesan yang masuk. Ketika dia mengecek, ternyata balasan dari Sarah. Gadis itu menuliskan pesan panjang dan cukup menohok.

Sarah : Saranku, jangan paksa Sasy, Den. Kalau kalian memang jodoh, Sasy ga akan lari kok. Kalau lari, sejauh apa pun dia lari, pasti kalian dipertemukan

Yang dikatakan oleh Sarah memang benar. Tapi Denis bukan orang yang sepasrah itu menunggu takdir jodohnya. Ya kalau Sasy berjodoh dengannya? Kalau tidak? Denis tidak ingin itu terjadi, maka selama masih bisa Denis ingin segera mengikat Sasy. Supaya gadis itu diam dan tidak mengepakkan sayap ke tempat lain.

Denis akan meminta Sasy untuk menikah dengannya. Secepatnya dia akan melamar Sasy, dengan begitu Denis akan lebih tenang. Sudah cukup Denis menahan diri berada di comfort zone Sasy bernama 'pertemanan', dia membutuhkan status yang lebih dari itu.

****

Jari Manis SasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang