Bab 26 - Clueless

263 33 3
                                    

Mas Aji, aku nggak sanggup menyimpan cincin dari Mas Aji lebih lama lagi. Kalau Mas Aji pulang, ke sini ya? Ambil cincinnya. Aku minta Mas Aji berhenti untuk menungguku. Aku nggak mau Mas Aji membuang waktu demi aku. Kamu berhak bersama wanita yang lebih baik dari aku, Mas. Demi kebahagiaanmu juga.

Maaf dan terima kasih.


Aji membuka pesan dari Sasy sekali lagi. Berulang kali dia membaca, isinya masih saja sama. Padahal Aji berharap dia salah mengartikan maksud dari Sasy.

Dua minggu terhitung sejak dia mendarat di Kalimantan, hatinya tersiksa oleh rasa penasaran karena Sasy tidak pernah membalas pesannya. Satu pun tidak. Kemudian tiba-tiba nama itu muncul di layar ponselnya. Dia sempat bersorak ketika nama itu mengirimkan pesan.

Namun apa yang dituliskan Sasy padanya?

Gadis itu meminta Aji untuk mengambil cincin pemberiannya ketika Aji melamar Sasy. Yang benar saja! Jangan bercanda!

Setelah mengirim pesan itu, ponsel Sasy kembali tidak bisa dihubungi. Aji hampir frustrasi rasanya.

Sebenarnya apa yang tengah terjadi di Solo? Apakah Sasy akhirnya memilih Denis?

Pikirannya dilanda kekalutan. Dia kelimpungan dan panik sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih. Semua tindakan selanjutnya dikendalikan oleh insting. Gerakan jarinya yang mengetikkan beberapa pesan pada seseorang pun dilandasi dengan emosi yang tidak stabil.

Dia sedang clueless dan tidak tahu harus bertanya pada siapa. Seketika dia teringat pada sebuah nama yang mungkin bisa memberinya penjelasan mengenai Sasy dan Denis.

Dia adalah Sarah.

Aji mengirimkan sebuah pesan LINE pada Sarah.

Ajisaka B. : Assalamualaikum Mbak Sarah

Ajisaka B. : Saya temannya Sasy. Maaf boleh saya ganggu waktunya sebentar?

Pesan telah terkirim namun tidak ada tanda-tanda kalau Sarah membacanya. Jam menunjukkan pukul tujuh malam ketika pesan itu dikirim, yang artinya pukul enam sore di Solo. Mungkin saja Sarah sedang salat maghrib, pikir Aji.

Aji menunggu dengan sabar di kamar kos. Jarum jam sudah berputar tiga kali, malam pun semakin larut. Setiap ponselnya berbunyi, dia sigap meraih benda itu. Berharap balasan dari Sarah yang datang. Tapi beberapa kali dia tertipu. Pesan yang datang bukanlah dari Sarah. Dia mengecek LINE sekali lagi dan mendesah kecewa. Ternyata Sarah belum membaca pesan darinya.

Tidak kehabisan akal, Aji membuka Instagramnya dan menuliskan nama Sarah yang dia hapal di luar kepala. Dia mengirimkan DM pada Instagram Sarah.

Selamat malam, Mbak Sarah. Maaf mengganggu. Saya Aji yang tadi sore mengirim pesan LINE ke Mbak Sarah. Bisa tolong balas pesan saya?

Aji benar-benar memutus urat malunya. Tidak peduli jika Sarah menganggapnya annoying karena Aji benar-benar membutuhkan informasi dari Sarah.

Sebelumnya Aji menganggap bahwa menunggu bukanlah pekerjaan yang melelahkan. Maksudnya, apa salahnya menunggu sedikit lama jika hasil yang kita dapat nantinya memuaskan? Tapi setelah dia mengalami dua kali penantian balasan dari Sarah, barulah dia tahu. Menunggu benar-benar pekerjaan yang menyebalkan!

Hingga dia jatuh tertidur dengan ponsel berada di samping kepala, tidak ada satu pun balasan dari Sarah.

****

Ponsel yang ada atas tempat tidurnya bergetar sesaat. Kepala Aji langsung menoleh, tangannya meraih ponsel. Aji memejamkan mata, sekali lagi dia berdoa semoga Sarah membalas pesannya. Begitu dia membuka mata dan membuka LINE, Aji langsung mengucap syukur. Sarah membalasnya.

Sarah : Waalaikumsalam. Ada apa ya?

Tentu saja Aji tidak mau membuang waktu, mumpung Sarah membalas. Dia takut Sarah berubah pikiran dan tidak membalas pesannya lagi.

Ajisaka B. : Sasy pernah cerita tentang saya ke Mbak Sarah?

Ajisaka B. : Ngobrol sebentar boleh, Mbak?

Ajisaka B. : Ada sesuatu yang mau saya tanyakan

Ajaib. Aji menatap layar ponselnya setengah tidak percaya. Pesannya langsung dibaca oleh Sarah.

Sarah : tanya apa?

Sarah tidak menjawab pertanyaannya yang pertama. Itu tandanya Sasy memang pernah cerita mengenai dirinya kepada Sarah. Aji tidak salah menghubungi orang. Dalam hati dia bersyukur karena pernah tidak sengaja melihat pesan Sarah di ponsel Sasy.

Ajisaka B. : Mbak, masih sering contact Sasy?

Sarah : Kadang

Ajisaka B. : Sasy ada cerita tentang saya, Mbak? Apa dia mengeluh?

Sarah : Mengeluh apa, Mas?

Ajisaka B. : Saya merasa dia menjauhi saya, Mbak. Apa dia sedang ada masalah? Krn selama ini pesan saya ga ada yang dia balas.

Ajisaka B. : Mbak tau kan, kalau kemarin saya pernah melamar Sasy?

Kali ini pesannya dibaca, tapi Sarah tidak kunjung membalas. Aji masih menunggu hingga dia menyelesaikan sarapannya, jawaban Sarah tidak datang juga. Aji pun mengiriminya pesan lagi.

Ajisaka B. : Kemarin Sasy tiba-tiba mengirimi pesan pada saya untuk mengambil cincin yang saya berikan. Dan meminta untuk tidak menunggu dia lagi. Mbak Sarah tau alasannya? Apakah ini ada hubungannya dengan Denis, Mbak?

Ajisaka B. : Mbak Sarah bisa bantu saya? Tolong jadi penyambung antara saya dan Sasy krn Sasy ga bisa saya hubungi. Paling ga saya tau apa masalah Sasy sebelum saya balik ke Solo

Diberondong berbagai pertanyaan oleh Aji membuat Sarah menyerah dan memberi balasan lagi.

Sarah : Kalo yang mas tanyakan soal itu semua, saya ga tau. Sasy ga cerita. Maaf ya, Mas. Saya ga bisa bantu jadi penyambung, saya ga mau ikut campur, Mas.

Sarah : Kalo pengen tau apa masalah Sasy, monggo bicara berdua sama orangnya.

Aji mengacak rambutnya yang sudah rapi. Pupus harapan Aji untuk mendapat informasi mengenai Sasy dan Denis.

Ajisaka B. : Mbak Sarah pasti cerita ke Sasy ya?

Ajisaka B. : Saya cuma pengen tau alasan Sasy tiba-tiba menyuruh saya ambil cincinnya, Mbak. Saya ga tau harus bertanya sama siapa lagi karena saya cuma tau Mbak Sarah yg dekat sama Sasy.

Pesan terakhirnya itu tidak dibalas oleh Sarah bahkan hingga sore menjelang dan berganti malam. Mungkin jalan satu-satunya memang seperti yang disarankan oleh Sarah. Dia harus bicara berdua dengan Sasy. Untuk itu, dia harus mengambil cuti mendadak karena dia tidak mungkin sabar menunggu hingga jatah libur kerjanya.

****

Jari Manis SasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang