Warn! Cerita ini menggunakan alur campuran.
o0o
"Berhenti mengacaukan rumahku, Sialan!"
Menatapnya sebentar, aku kembali berkutat dengan remot televisiku-ah, tidak, maksudku 'televisinya'. Menghabiskan snack rasa barbeque yang jarang kumakan di rumah lebih baik daripada mendengarkan anjing menggonggong.
Apa? Memang benar kok dia mirip dengan anjing, wajahnya saja imut seperti Momoiku. Apalagi jika dia sudah berteriak, percayalah jika aura anjingnya semakin keluar.
"Menyingkir! Ini tempatku!"
Dengan tak berperasaan, dia mendorongku dari sofa sampai bibirku menabrak lantai. Hell, tak bisakah kau membuatku mencium Sehun saja? ... eum, sebenarnya menciummu juga boleh sih, hehe.
Aku menepuk celana trainingku sambil mencibirnya, dia balas menatapku sinis lalu berbaring di tempatku tadi seperti tak ada dosa. Sialan. Kudoakan pantatmu bisulan! Ibu pernah bilang jika do'a orang yang teraniaya akan dikabulkan oleh Tuhan.
Tunggu, Sasuke. Tunggu saja,
HAJIMA ALLAH IS WATCHING!
"Bersihkan sisa keripik kentangmu."
Tarik napas, buang. Sekali lagi, hembuskan. Setelah menepuk dada beberapa kali, aku tersenyum padanya, "Kupikir aku di sini untuk menemanimu, kenapa sekarang aku merasa seperti pembantu?"
Kulihat ia mengambil posisi duduk, sebelum akhirnya menatapku menantang, "Maaf ya, Nona Sakura yang Terhormat. Jika kau lupa, kaulah yang memohon padaku untuk bersandiwara di depan ibumu bahwa aku kesepian dan membutuhkanmu menemaniku di sini."
Y-ya, itu benar sih. Seandainya aku tidak kemari, ibu akan menyuruhku melakukan hal 'gila' seperti dahulu. Yeah, apalagi kalau bukan berkenalan dengan tetangga baru. Ia bilang, rencana dahulu sukses besar, siapa tahu sekarang juga begitu.
Padahal yang kutahu, keberuntungan itu tak akan datang dua kali. Apalagi untuk orang pemalas sepertiku.
"Yang jelas aku adalah tamu di sini, dan tamu adalah raja. Kau hanya hambaku, Uchiha Sasuke. Kau tak berhak memerintahku!"
"Pintu keluar ada di belakangmu, jika kau lupa."
Sialan.
Menampar orang di rumahnya sendiri, boleh tidak sih?
Ah, tidak. Bisa-bisa jantung dan ginjalku sudah tak di tubuh lagi, besok. Jika aku mendapat imbalan hasil penjualan organku sih tak masalah, tapi jelas hanya dia yang akan menikmatinya, bukan?
"Kau menyuruhku mati, Sasuke?Matahari akan membakar tubuhku, kau tahu!" protesku. Ayolah, kupikir dia yang paling mengerti diriku.
Ia melempar hoodie hitamnya ke wajahku lalu menatapku sambil menyeringai. Dasar teman tak berperasaan! "Baiklah, baiklah! Aku pergi! Jika kau melihat abu di depan rumahmu pagi nanti, berjanjilah untuk menaburinya di Sungai Han! Kemudian, katakan pada ibuku bahwa aku menyayanginya dan meminta maaf jika aku mempunyai kesalahan. Setelah itu, beritahu editor novelku bahwa aku tak bisa menyelesaikan project kami dan karena kau yang membunuhku maka kau yang harus membayar dendanya, lalu-"
Pluk!
"Rumahmu hanya lima langkah dari rumahku, Sakura. Lagipula ini sudah sore, sinar matahari tak akan menghanguskanmu, Bodoh!"
Aku mendengus. Selagi senja belum lenyap, tetap saja bola api raksasa itu bisa menggosongkan kulitku.
"No, no, no. Pokoknya sebelum bulan dan bintang keluar, aku tak akan pergi dari rumahmu." Tersenyum lebar, aku mengakhiri perdebatan ini.
Menata bantal yang dilempar Sasuke ke wajahku tadi di atas ambal, aku berbaring santai di sana. Kemudian, menikmati acara talk show di televisi Sasuke.
Aku bisa mendengar Sasuke mendengus pasrah, sebelum akhirnya ia kembali berbaring di sofanya.
Kalah berdebat denganku, eh Sasuke?
-V a m p i r e ? -
Sudah kuduga berjalan di malam hari dengan hoodie hitam Sasuke sambil menghisap jus tomat yang kucuri dari kulkasnya akan membuatku mendapatkan respon tak enak seperti ini.
"Ternyata benar kalau k-kau memang vampir!"
Memutar bola mataku bosan, aku mengeluarkan uang sepuluh ribuan sebanyak dua lembar dan menaruhnya di atas etalase konter pulsa itu, "Berikan kartu paketanku, Bi."
Tak peduli dengan pekikannya, aku menghisap kembali jus yang hanya kubungkus dengan plastik bening itu.
"D-darah siapa yang kau minum itu?!"
Darah? Hei, ini minuman kesukaan Sasuke. Astaga, aku ingin segera pulang dan menceritakan hal ini pada pria itu, "Eum, darah sapi kupikir," ucapku berbohong. Siapa tahu dia akan histeris. Itu pasti lucu, astaga.
Dia menutup mulutnya terkejut, "Jangan-jangan ... kau yang mencuri sapinya Pak Jiraaya?!"
Sial. Senjata makan tuan. Bisa dikeroyok warga aku jika dia menyebarkannya pada para tetangga.
Berdeham, aku menatapnya tajam, "Hm, maka kunci mulutmu jika kau tak ingin darahmu kuminum!" Merebut kartu yang kubeli dari tangannya, aku menyeletingkan hoodieku sampai full lalu berlari meninggalkan wanita tua yang tengah membatu itu.
Ya Tuhan, semoga saja dia tak punya riwayat penyakit jantung atau aku bisa masuk penjara atas tuduhan pembunuhan.
Omong-omong, aktingku bagus, ya? Seandainya aku bisa keluar pada siang hari, mungkin aku bisa ikut casting untuk bermain film.
Kupikir aku akan lolos dengan hanya sekali mencoba. Cantik dan berbakat, siapa yang akan menolak pesonaku, huh?
**
to be continued
The real short story huh, wkwk.
Pendek gapapa kan ya? Yg penting kan fast, hehe :v
Lebih banyak komentar untuk fast update ya :D
KAMU SEDANG MEMBACA
VAMPIRE?
Fanfiction[O N G O I N G - S S S] "Jika kau ingin mengataiku vampir, sebaiknya tutup mulutmu!" ★★ Rate®T+ Genre: Comedy-Teen Copyright©2017 by KarinaHimalaya87 Completed ️(1 Desember 2017 - 19 Juni 2020)