11. Punch [END]

794 106 22
                                    

o0o

"Mulai sekarang, ingatlah aku ketika kau tengah melihat matahari terbit."

"Eh?"




"Sebab keindahannya akan mengingatkanmu betapa tampannya aku." dia menyeringai, aku menggeplak kepala belakangnya.

"Tingkat percaya dirimu sudah overdosis!"

Sasuke justru tertawa lepas ketika mataku menyorotnya sinis. "Berhenti tertawa, dasar menyebalkan!" aku menatapnya kesal.

Sasuke mulai menghentikan tawanya saat raut wajahku mulai suram, "Oke-oke, maafkan aku."

Dia menoel pipiku karena aku masih memasang muka cemberut. "Sadar tidak kalau wajahmu semakin jelek kalau ditekuk seperti itu?"

"ISH," aku mencubit pahanya, "lanjutkan saja!"

"Ayolah, aku bercanda. Eum ... bagaimana jika setelah ini kita beli salad? Aku traktir." tangan kanannya membentuk tanda peace.

Senyumku mengembang, "Deal!"

Aku hanya terkekeh melihat bola matanya berotasi.

"Oh, gosh! Sial."

"Ada apa?" Sasuke berdiri ketika aku mengumpat dan melompat ke belakangnya. Pria itu mengambil ranting kayu asal lalu memasang aba-aba ingin memukul.

"A-apa yang kau lakukan?" kepalaku menyembul di balik batang pohon, menatap Sasuke yang tengah menyingkirkan dedaunan kering (seperti sedang mencari sesuatu) bingung. Mungkinkah dia mengira ada binatang berbahaya di sana?

Sasuke menggaruk tengkuknya, dia jadi kelihatan bingung.

"Pfft." Aku menutup mulutku, menahan tawa. Merutuki kebodohan Sasuke. Tanganku membentuk pola bulat lalu menunjuk ke langit.

Menyadari hal itu, Sasuke mendengus, "Yang benar saja." dia kembali duduk dengan kasar, bersedekap menatap Sakura. "Kau membuatku tampak idiot!" ucapnya kesal.

Aku tak bisa mengontrol tawaku mengingat wajah tegangnya tadi, "Nyatanyakan seperti itu." Aku menjulurkan lidah.

Dia tidak lagi meladeniku, dia menerawang ke hamparan pohon-pohon pinus di bawah bukit, tampak memikirkan sesuatu. Aku yang berdiri jauh di belakangnya, mendadak merasa awkward. Rahang Sasuke mengeras, giginya mengatup rapat. Ada apa dengan perubahan emosinya?

"Sasu-"

"Bukankah sudah kuajarkan teknik relaksasi?"

Aku sontak menunduk saat baritonnya terdengar seperti membentak. "Aku ..."

"Kau tahu 'kan kita sudah di tahap akhir? Aku pikir kita sudah sembilan puluh persen. Namun, melihatmu seperti ini, aku merasa pesimis." Dia berdecih.

Tanganku terkepal, Sasuke tidak pernah sungguhan marah padaku, ah tidak mungkin dia kecewa. Berbulan-bulan kami menjalankan segala terapi menyebalkan yang menghabiskan waktunya untukku, tapi nampak tak ada hasil. Aku sungguh tidak berguna. Bibirku terasa perih karena kugigit untuk menahan tangis. "M-maaf."

"Reframing, Abreaksi, Hypnoterapi, dan Desentisisasi Sistematis bahkan sudah kau lalui, tapi mengapa Sakura ... kau seperti melupakan segalanya?" Sasuke melempar kerikil-kerikil di sekelilingnya, suaranya terdengar sangat putus asa.

Aku tidak menjawab, tubuhku mendadak lemas dan jatuh bersangga pada batang pohon. Aku hanya bisa terisak kecil. Selama ini, aku pasti menjadi beban untuk Sasuke.

"Kau tahu Sakura, saat pertama kali berbicara padamu, aku melihat semangat dalam dirimu, aku tahu keinginanmu untuk sembuh sangat besar, aku seperti melihat api di matamu saat kau bicara ingin sekali berkuliah, hal itu yang membuatku tergerak untuk membantumu.

VAMPIRE? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang