7

14K 227 14
                                    

Anin terbangun dari tidur panjangnya. Badannya terasa sakit akibat perlakuan Gracia padanya tadi. Ia merasakan seseorang tengah memeluknya.

Anin melirik ke kiri dan melihat Shani dengan wajah letihnya tengah memeluk erat dirinya. Anin mengangkat tangan kanan Shani perlahan. Kemudian ia bangkit dari tempat tidurnya.

Ia heran mengapa ia bisa tidur dengan Shani dan apakah hukuman Gracia berakhir? Apa yang terjadi sebenarnya?

Anin berjalan mengitari kamar Shani, tak ada yang berarti disini. Ia membuka pintu kamar dan melihat seseorag tengah duduk membelakanginya.

Terlihat layar laptop tengah menyinari wajah gadis itu. "Apa itu Gracia?" Pikir Anin sambil berusaha mendekat.

"Argh!!!" Erang gadis itu lalu ia menutup laptopnya cukup keras. Wajahnya ia sembunyikan dalam lipatan kedua tangannya.

"Hikss... hikss..." Terdengar suara tangisan dari gadis itu. Anin pun memutuskan untuk mendekatinya. Ia mengelus pundak Gracia.

"Gree"

Gracia terdiam. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Anin dengan mata memerah.

Gracia mendorong tubuh Anin menjauh, Gracia bangkit dari kursinya. Ia tersenyum penuh luka ke arah Anin. "Makasih" Ucapnya lalu pergi sambil membawa laptop miliknya.

Anin hanya diam sambil tetap berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Kenapa Gracia mengucapkan terimakasih padanya?

Anin menghela nafas pelan. Kejadian kemarin membuat pening kepalanya. Ia berjalan menuju dapur meraih gelas dan mulai menuangkan air.

Waktu menunjukkan pukul 3 dini hari, keadaan diluar sepertinya sangat dingin. Beruntung hotel Shani dan Gracia memiliki penghangat ruangan.

Ngomong ngomong bagaimana keadaan Michelle?

Anin berjalan kembali ke kamar mencari ponselnya. Namun nihil, ia tak menemukan apapun di kamar ini.

Anin duduk di tepi kasur. "Ah pagi aja deh nyarinya" Anin memposisikan kakinya ke atas kasur lagi mulai memejamkan matanya.

******

Pukul 7 pagi.
Shani sudah terbangun dan tengah memasak sarapan pagi untuk dirinya dan kedua orang yang menghuni tempat ini.

Anin keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan. Disaat yang sama, Gracia juga keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan pula.

Gracia berdecak kesal, ia memutuskan untuk berbalik dan kembali ke kamarnya. Anin melihat itu semua. "Ci"

Shani menoleh ke arah Anin. "Eh Anin, udah bangun?"

"Udah Ci"

"Cuci muka dulu sana"

"Ng... Ci, Gracia kenapa?"

Shani terdiam. Helaan nafas terdengar jelas dari mulutnya. "Kamu pulang dulu ya hari ini"

Anin mengangguk mengerti. "Oh iya Ci, hp aku dimana ya?"

Shani tersenyum miris. "Kemarin dibanting Gracia, gak tau masih hidup apa nggak. Coba kamu cek di laci kamar"

"D... Dibanting Gracia??" Shani mengangguk kecil. Anin semakin paham dengan apa yang terjadi. Ia berlari kecil menuju kamar dan melihat ponselnya di laci meja.

Anin menghela nafas lega kalah ponselnya masih bisa hidup walaupun retakan menutupi ponselnya. Setidaknya ia bisa menghubungi Bundanya.

Ponselnya bergetar. Michelle menelponnya. Anin bingung harus menjawab apa, bila ia ditanya sesuatu oleh Michelle. Anin mengambil nafas dan membuangnya, lalu menekan tombol hijau.

TripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang