8

12.9K 209 7
                                    

Setelah kejadian itu, baik Gracia, Shani, Michelle dan juga Anin sama sekali tak ada yang mengucapkan satu kata pun. Dan disini posisi Anin paling berpengaruh karena dia lah yang menjadi penyebab rusaknya hubungan Gracia dan Shani. Bahkan sudah 20 menit lamanya dia berdiri sambil mengetuk pintu kamar Shani. Namun tak pernah ada jawaban dari Shani membuat ia mendesah lemah.

"Huh" Anin bersandar di pintu kamar Shani, kepalanya melihat ke atap ruangan ini. "Kenapa semua berlalu begitu cepat dan tak terduga" Batin Anin lemah. Gracia yang melihat Anin merasa bersalah seperti itu pun menghampirinya, ia melipat kedua tangannya di dada sambil memperhatikan Anin dari bawah hingga atas.

"Ck. Semua gara gara lu Nin" Anin melirik Gracia yang menatap tak suka pada dirinya. Anin mendesah lemah. "Gue tau gue salah disini. Tapi kelakuan lu kemaren juga bikin gue makin salah"

Gracia tersenyum sinis. "Makanya jangan berurusan sama gue!" Gracia menekan kedua pipi Anin dengan satu tangannya. Lalu mendorong Anin hingga menabrak pintu kamar Shani.

Cklek..
Baik Gracia maupun Anin keduanya menegang mendengar pintu terbuka. Shani muncul dari balik pintu lalu mendorong Anin membuat Anin menabrak Gracia. "Aw" Rintih Gracia yang terkena tubuh Anin.

Shani berjalan tanpa memperdulikan keduanya. "Ci Shani.."

"Sayang.."

Shani berhenti mendengar panggilan Gracia. "Jangan panggil aku sayang. Aku pengen kita pisah" Ucapnya membuat Gracia membeku. "Aku benci kamu Gracia" Shani berjalan menuju pintu dan disaat yang sama seseorang menekan bel pintu.

Dan orang itu,

Michelle.

Anin terdiam melihat wajah bahagia Michelle tersenyum ke arah Shani, begitupula Shani yang tersenyum ke arah Michelle. Kedua wajah mereka begitu bahagia berbeda dengan dirinya dan Gracia. Shani mendekatkan wajahnya dan mencium lembut bibir Michelle. Michelle membalas ciuman Shani dengan lembut.

Keduanya terlihat menikmati membuat hati Anin maupun Gracia terasa sakit. Teramat sakit.

Michelle melepaskan ciuman mereka. Shani meraih tangan Michelle lembut lalu menariknya melewati Anin dan Gracia. Anin menahan tangan Michelle. Shani yang merasakan itu menatap kesal ke Anin. "Misyel" Michelle tetap menunduk tak kuat melihat tatapan rapuh Anin. Shani melepas paksa tangan Anin.

"Ck. Kalian berdua ini emang lucu! Disaat kalian udah kehilangan kita, kalian baru anggap kita itu sangat berarti! Trus selama ini? Kalian anggap kami apa? Sampah?" Shani menatap tajam ke Gracia maupun Anin. "Ayo Syel" Shani menarik Michelle masuk ke dalam kamarnya.

Bug.
Gracia memukul dinding yang ada di sampingnya. Giginya bergemeretak geram. "Gre.." Lirih Anin. Gracia mengabaikan Anin dan berjalan pergi menuju kamarnya.

Anin menatap nanar 2 kamar yang kini tertutup rapat itu. Ia tak tahu apa yang harus ia perbuat saat ini. Memang hal yang buruk ketika kita bermain api. Mengingat api bisa kapan saja melukai kita. Entah itu hanya luka panas atau hingga kita mati terbakar oleh api itu sendiri. Yang dibutuhkan saat ini adalah Air. Dan permintaan maaf adalah salah satu wujud air tersebut.

*****

SHANI POV

Aku mendorong tubuh Michelle. "Aw" Rintih Michelle ketika badannya menabrak dinding. "Gak Cici, Gak Anin sama aja" Aku tak memperdulikan perkataan Michelle. Aku meraih dagu Michelle dan mencium bibir Michelle dalam dalam.

"Engghh.. Shh" Desah Michelle di sela sela ciuman kami. Aku mengusap selangkangan Michelle. Aku menghentikkan ciuman kami dan saling menatap lekat satu sama lain.

Aku memutar rok yang dipakai Michelle dan menurunkan resleting Michelle. Tanganku menurunkan roknya hingga terpampang celana dalam hitam yang dipakainya.

TripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang