20. AIRA DAN KAFI

158 9 0
                                    

Matahari bernapas lega. Burung-burung berkicau dengan riang sambil berputar-putar di angkasa.
Awan-awan putih berjalan beriringan dengan teratur.
Langit sangat cerah pagi ini. Berbeda halnya dengan hati Aira yang masih bergemuruh menahan amarah yang mati-matian ia tahan sejak kemarin sore. Amarah itu belum reda. Masih ada yang mengganjal jauh di dalam sana. Omongan Elin yang sebenarnya pendek, namun rajin menari-nari di kepala Aira. Enggan terusir, tetap setia menggelayuti otak Aira hingga si pemilik kepala susah tidur. Jujur, andai Aira tak punya janji dengan Kafi, mungkin dia akan lebih memilih untuk tidur seharian penuh. Hal yang membuatnya malas keluar kamar, salah satunya adalah malas bertemu Elin. Salah duanya, karena moodnya masih hancur sejak kemarin dan belum pulih hingga saat ini.

Tapi mau atau tidak mau, tetap saja Aira harus keluar kamar, mandi, sarapan kalau sempat, terus berangkat ke kampus bersama Kafi. Dan demi itu semua, Aira berdoa dalam hati, semoga tidak bertemu Elin. Meski kemungkinan tidak bertemu Elin sangat kecil, tapi Aira tetap terus berdoa. Komat-kamit ke kamar mandi, komat-kamit melewati dapur, hingga ia sampai di kamarnya lagi. Seperti indekosnya sarang dedemit saja. Penawaran ke dua deh, gak apa-apa ketemu Elin, tapi Elin gak usah lihat Aira, jadi cuma Aira yang bisa lihat Elin, apaan coba??

Sampai di dalam kamar, Aira menghembuskan napas melalui mulut dengan kasar. Hatinya terasa sangat lega. Setidaknya untuk yang tadi, Aira selamat. Aira terkekeh sendiri dalam kamar yang sunyi ditemani jam dinding yang begitu cerewet berdetak tiada henti dan beberapa boneka yang hampir semuanya tersenyum pada Aira. Seakan mendukung Aira sepenuhnya atas semua kegilaan Aira.

Aira berdiri didepan cermin almarinya. Mematutkan diri di hadapannya. Kedua sudut bibirnya tertarik melihat pantulan dirinya di cermin. Sepertinya mood nya mulai kembali. Berlenggak-lenggok, berputar-putar di sana. Bak seorang penari saja. Eh, Aira kan memang penari. Maksudnya, Aira aktif di organisasi tari di kampusnya.

Beberapa menit kemudian, benda kesayangan Aira berdering. Ponsel. Di layar HP nya terlihat jelas gambar si tampan -Kafi- yang sedang tersenyum. Kasihan kalau membuat Kafi lama menunggu, Aira langsung mengangkatnya. Walaupun sebenarnya Aira masih ingin menatap wajah kekasihnya yang ganteng itu.

"Iya, kak?"

"Aku udah di depan nih."

"Ok, sayang, ups! Hehe aku udah siap kok, kak. Tinggal keluar aja."

"Ok. Buruan!"

Sambungan terputus..

Tiba-tiba Aira tersentak. Ada sesuatu di hatinya yang membuatnya sedikit khawatir. Lebih jelasnya, Aira khawatir ketemu Elin di depan kamarnya. Aira menghela napas panjang lalu menghembuskannya kasar di balik pintu. Aira berusaha keras memantapkan hatinya untuk membukanya. Rasanya, seakan ada jurang di depan kamar Aira. Dan Aira takut jatuh ke dalamnya. Setelah komat-kamit membaca doa, akhirnya Aira membuka pintu kamarnya. Tadinya Aira tersenyum, karena yang pertama dia lihat adalah ruang hampa tanpa manusia. Tapi sejurus kemudian senyum itupun lenyap digantikan mata melotot dengan mulut sedikit menganga. 'Astagfirullah, mati aku!' batin Aira. Elin berhenti di hadapan Aira, menoleh padanya, tapi detik selanjutnya Elin tak acuh, melanjutkan langkahnya ke depan. Entah Elin mau kemana. Mungkin mau belanja di mini market kecil di depan indekos mereka yang baru dibuka kemarin sore.

"Kok lama, Ra. Katanya tadi sudah siap?"

"Gak papa kak, tadi aku cuma ngeliat sesuatu. Makanya lama."

KUTITIPKAN CINTAKU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang