37. CINTA TERLARANG

216 7 0
                                    

Jam menunjukkan pukul tiga dini hari. Tapi mata Aira belum juga bisa ditutup sejak semalam. Padahal hari ini ia harus ke Madura bersama Rendy menemui kedua orang tuanya. Pikiran Aira tidak tenang. Ia terus teringat pada Kafi, tapi menghubunginya juga sangat mustahil karena Kafi tidak pernah merespon Aira. Itu yang membuat Aira sangat kecewa pada Kafi karena Kafi tidak menjelaskan apa-apa padanya. Itu yang membuat pikiran Aira terganggu sampai ia tak bisa tidur.

Mentari pun mulai mengintip, tapi Aira masih juga belum bisa tidur. Akhirnya Aira menyerah. Aira bangkit, turun dari ranjangnya dan melangkah menuju kamar mandi. Aira memilih untuk mandi saja dari pada termenung di kamar tidak jelas.

"Eh, Ra? Udah mandi? Ada kuliah hari ini?" sapa Elin.

"Nggak, Lin. Aku mau pulang ke rumah."

"Kenapa? Kamu sakit? Kok mandi, Ra?"

"Aku baik-baik aja, kok. Rendy mau melamar ke orang tuaku."

"Apa? Serius? Aku gak salah dengar kan?"

"Kamu gak salah dengar kok, Lin. Rendy mau melamar aku."

"Gila! Berani banget dia melamar kamu. Padahal dia kan tahu kalau kamu pacarnya Kafi."

"Aku yang minta dia melamar aku. Aku gak mau pacaran lagi. Aku sudah capek, Lin. Jadi, ketika dia ngajak aku balikan, aku kasih syarat ke dia, yaitu melamar aku. Kalau dia serius sama aku kan, pastinya dia mau. Begitu juga sebaliknya. Dan kenyataannya dia bersedia melamarku."

"Kamu yakin, mau menikah sama Rendy? Bukannya kamu pacaran sama Kafi? Bukannya kamu sayang sama Kafi?"

"Aku sayang ke duanya. Dan Kafi hilang tanpa kabar tiga bulan terakhir ini. Aku udah berusaha hubungin dia, telepon, sms, chat ke media sosialnya segala macem tapi dia gak ngerespon aku sama sekali, padahal dia baca chat dari aku. Dia diam saja." jelas Aira dengan raut wajah kecewanya.

Elin memahami perasaan sahabatnya itu. Elin yakin, Aira pasti sangat bingung saat ini. Ia memeluk Aira, mengelus-elus punggungnya agar Aira sedikit lebih tenang.

Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB dan Rendy sudah mengirim pesan pada Aira kalau dirinya sudah tiba di depan indekos. Aira melangkah keluar dengan sedikit berat. Elin menyadarinya.

"Ra, kalau kamu gak yakin, atau kamu masih menginginkan Kafi sebagai pendampingmu kelak, lebih baik urungkan saja niatmu untuk menikahi Rendy."

"Aku jadi teringat kata-kata kak Kafi, Lin. Dia pernah bilang, kalau jodoh gak akan ke mana. Bagaimanapun keadaannya, kalau memang jodoh, pasti bersatu juga. Jadi, aku akan tetap dengan niat awalku menikahi Rendy. Jika Kafi jodohku, suatu saat kita pasti bersama."

"Lalu kenapa langkahmu seperti berat, Ra?"

"Kamu benar, Lin. Aku masih menginginkan Kafi. Aku sudah terlanjur mencintainya. Aku sangat sayang padanya. Tapi aku gak mau membatalkan janjiku dengan Rendy. Aku gak mau dicap cewek plin plan."

"Asalkan kamu bahagia, aku selalu dukung kamu, Ra."

"Makasih banyak ya, Lin."

"Sama-sama, Aira."

Aira keluar menemui Rendy. Elin menemaninya.

"Ra, kamu sudah siap?" tanya Rendy.

"Iya, aku udah siap, Ren." jawab Aira lalu masuk ke mobil Rendy.

Aira melambaikan tangannya pada Elin. Elinpun membalasnya.

***

Moncong mobil Rendy sudah memasuki pelataran rumah Aira. Di depan pintu rumahnya, Aira mengucapkan salam. Terdengar suara bariton dari dalam rumah. Aira yakin, itu pasti suara papanya. Seseorang membuka pintu itu. Pintu terbuka menampakkan sosok papa Aira.

KUTITIPKAN CINTAKU (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang