#24 - First Journey

107 4 3
                                    

"Bapak ngebolehinnya kalau ngajak Angkasa sama Lita," Tea merengek lewat panggilan telepon yang dilakukannya beberapa menit yang lalu. Terdengar helaan nafas pendek di seberang sana.

"Kenapa?"

"Kata Bapak biar Darrel nggak berani macem-macem sama aku," Tea terkikik geli, bersambut tawa masam dari Darrel.

"Macem-macem yang kayak gimana dulu, nih?" Darrel malah menggoda. "Emang kamu pernah aku macem-macemin ya, Te?" Tanya Darrel polos.

"Iya! Suka minta kiss-kiss!" Sebal Tea yang membuat Darrel tertawa setelah mendengarnya.

"Kiss-kiss apa sih," Darrel menghabiskan sisa tawanya. "Orang nggak kiss beneran."

"Ya tapi sukanya ngegodain gitu!" Sungut Tea berapi-api, Darrel tidak punya pilihan selain tersenyum gemas di balik telepon genggamnya.

"Enggak lah Tea sayang," suara Darrel melembut, meski bibirnya tetap tersenyum. "Lagipula aku juga belum mau macem-macem sebelum kita nikah. Tunangan itu kan cuma status sementara, sambil nunggu antrian nikah."

Tea tersenyum di balik sana, tanpa sepengetahuan Darrel. "Jadi, kita berangkatnya rombongan?" Tanya Darrel setelah memberi jeda. "Rencananya mereka mau dikemanain pas kita kondangan?"

Tea tertawa mendengar pertanyaan Darrel. "Kayak apa aja dikemanain," Tea menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa yang lebih keras. "Mereka mau diajak keliling Bogor sama Pakde Restu, nanti habis kita kondangan, disuruh nginep sana juga sehari, baru deh pulang."

"Jadi nggak enak nih," Darrel menggaruk tengkuknya. "Udah bilang Pakde kalau ngajak aku?"

Tea mengangguk spontan. "Malah bilang, nggak papa kalau calonnya sekalian diajak, Pakde mau kenalan." Tea terkikik pelan usai mengatakan itu, membuat Darrel menyunggingkan senyum kecil.

"Bapak bener-bener ngijinin, kan?" Darrel cemas. Masalahnya, Jombang-Bogor bukan perjalanan yang hanya butuh sejam-dua jam, dan ia harus bertanggung jawab menjaga satu gadis paling dicintainya lengkap dengan kedua adik gadis itu.

"Awalnya aku mikir mungkin nggak dibolehin, tapi kata Bunda, kalau diundang orang tuh harus dateng. Karena aku punya famili di Bogor, Bapak udah nitipin aku ke Pakde Restu," Tea menjelaskan kronologi persetujuan Bapak beberapa jam yang lalu. "Bunda bilang, aku harus ngajak kamu, karena ini di nikahannya orang, jadi harus bawa pasangan biar nggak kelihatan merana!" Tea tertawa tertahan setelah memekikkan kata-kata terakhir. Di seberang sana, Darrel tertawa kecil.

"Oke," Darrel sepakat. "Lagian kemarin-kemarin aku juga udah nawarin jadi pasangan kamu buat dateng ke nikahannya Kak Kaffen. It must be my promise. Besok beli tiket, ya?"

"Yash!" Tea mengudarakan sebelah tangannya ke udara. "Oke. Thank you, Darreeeel."

"Kiss-nya mana?" Goda Darrel tanpa bisa menyembunyikan senyumnya.

"Ih, kiss terus! Nggak boleh! Tuh kan ngegodain lagiii!" Teriakan Tea membuat Darrel terpingkal-pingkal di seberang sana.

"Hahaha iya-iya, udah ah teriaknya, nanti calon suamimu yang ganteng ini gendang telinganya pecah, loh. Can't wait to see you! Besok aku jemput, ya? Dandan yang cantik loh walaupun cuma pergi ke stasiun."

Tea sempat tertawa pendek sebelum mereka mengakhiri percakapan di telepon.

♡♡♡

Kereta api Gaya Baru Malam telah tiba di Stasiun Besar Jombang lima menit yang lalu. Penumpang yang telah menunggu di peron segera berjalan memasuki gerbong penumpang sesuai dengan nomor yang tertera pada karcis. Darrel berjalan bersisian dengan Angkasa, menunggu Tea dan Lita berhasil masuk di pintu gerbong penumpang nomor 4.

In 5 Minutes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang