#29 - Tell Me That You Love Me

82 5 2
                                    

Mulmed: Westlife - When You Tell Me That You Love Me 💕

♡♡♡

Tidak ada seseorang yang mau berdiam di tempat yang sama dan terus menerus melakukan kebodohan yang sama.

- Darrel -

♡♡♡

"Aku putus dengan Mas Edri," ujar Kania di tengah isaknya, menahan langkah Darrel. "Bukankah ini yang ingin kamu dengar, Rel?"

Darrel membeku di tempat. Benar, Nya. Aku memang ingin mendengarnya. Tapi itu tiga tahun lalu. Tepat setelah kamu mengatakan kamu menjalin hubungan dengannya. Aku ingin mendengarnya saat itu, bukan sekarang.

Darrel memejamkan matanya sambil menghembuskan nafas kasar. Bahkan sekarang, aku benar-benar tidak ingin...

"Darrel," Kania menghambur ke pelukan Darrel. Lelaki itu refleks ingin melepas pelukan Kania, tetapi gadis itu terus memeluknya. Bahkan lebih erat. "Dulu kamu nggak pernah kasar sama aku, Rel. Tetapi kenapa sekarang kamu berubah?"

Darrel menggemeretakkan gigi-giginya. Jelas sekali bahwa semua orang berubah! Tidak ada seseorang yang mau berdiam di tempat yang sama dan terus menerus melakukan kebodohan yang sama.

"Dulu, kamu selalu jadi orang pertama yang nolongin aku. Kamu yang dengerin semua curhatanku, kamu yang selalu nemenin aku, kamu yang..."

"Nggak sadar kalau kamu hanya mengatakan 'dulu'?" tanya Darrel dingin. "Semua yang kamu bicarakan hanya terjadi di masa lalu, Nya," ia melepas tangan Kania yang melilit pinggangnya. "Sekarang aku bukan Darrel yang dulu."

Mata Darrel menatap Kania tegas, sorot matanya begitu jelas mengisyaratkan bahwa ia tidak suka dengan pembicaraan ini. "Kania, dengar. Kamu perempuan, kan? Seharusnya kamu tahu bagaimana rasanya dipatahkan oleh lelaki yang memilih bersama dengan masa lalunya. Seharusnya kamu membayangkan bahwa Tea adalah kamu, dan bagaimana perasaannya jika aku meninggalkannya karenamu."

Kania menatap Darrel tak percaya. Darrel masih dalam ekspresi yang sama sambil mengatakan, "Bahkan jika kamu meminta aku kembali seribu kali pun, aku tidak akan melakukannya. Sudah cukup jelas bahwa aku tidak akan meninggalkan Tea."

♡♡♡

"Maaf, aku cuma bisa nganter kamu sampai sini, Nya." Darrel berdiri satu langkah di belakang Kania. Gadis itu tersenyum lalu mengangguk.

"Makasih udah nganter aku ke halte. Darrel..." Kania berusaha meraih tangan lelaki itu, namun Darrel menepisnya.

"Next time, kamu nggak perlu datang ke Jombang ya, Nya..." Darrel menatap aspal, kemudian beralih menatap kedua manik mata Kania yang lekat memandangnya. "Urusan kita sudah selesai."

Kania terpaku. "Apa kamu mau datang ke Surabaya?"

"Nya," Darrel menghela nafas pendek. "Apa lagi yang mau kamu dengar? Aku sudah tunangan."

"Masih tunangan kan, Rel? Belum menikah!" desis Kania. "Aku masih bisa membuatmu..."

"Nggak, Nya!" Darrel menggemeretakkan gigi-giginya. "Nggak ada yang bisa membuatku berpaling dari Tea. Bahkan kamu sekalipun."

"Darrel..."

"Kania," Darrel menatap Kania lekat, pandangan matanya begitu membunuh. "Memang benar jika aku pernah menyukaimu lebih dari teman. Tapi itu dulu. Sekarang aku sudah punya Tea, dan dia masa depanku."

Bus datang. Darrel membalikkan tubuh untuk meninggalkan Kania. "Sebaiknya kamu pulang, Kania." ujar Darrel terakhir kalinya sebelum kakinya melangkah meninggalkan halte bus.

Kania tercengang menatap punggung Darrel yang semakin menjauh. Darrel sudah berbeda. Dia bukan Darrel yang dulu selalu manis padanya.

Dia sudah berubah.

Bahkan jika saat ini Kania meneriakkan namanya, Darrel tidak akan menoleh padanya. Ia tidak akan menoleh dan datang padanya, seperti dulu.

"Darrel," lirih Kania penuh luka.

♡♡♡

"Kak Teaaa! Mamas udah dateng, nih!" Angkasa berteriak kencang dari ruang tengah. "Aku berangkat dulu, ya! Udah ditungguin temen-temen!"

Angkasa mengerling pada Darrel. "Kak Tea lagi PMS, daritadi senewen nungguin Mas Darrel nggak dateng-dateng," bisik Angkasa pelan. Darrel tertawa geli melihat ekspresi Angkasa. "Aku pergi dulu ya, Mas. Nitip Kakakku yang paling bawel. Daah!"

Angkasa pergi, meninggalkan Darrel yang memilih berdiri sambil menunggu Tea. Dipandanginya foto dirinya dan Tea yang dibingkai manis dipajang di ruang tengah. Foto saat mereka bertunangan. Darrel terhenyak. Bahkan ketika ia sudah mengikat dirinya dengan gadis itu, ia masih merasa tak aman.

Tentang Kaffen--masa lalu Tea, atau Kania--masa lalunya, semua membuatnya merasa tak aman. Selama mereka belum menikah, segalanya masih terasa abu-abu baginya. Darrel mengkhawatirkan banyak hal, hingga ia tidak sadar Tea sudah berpakaian rapi di hadapannya.

"Darrel! Katanya jemput jam sembilan, sekarang udah hampir..." Tea yang sedang membetulkan jam tangannya terkejut begitu Darrel sudah menghambur ke pelukannya. Lelaki itu memejamkan mata sambil menyandarkan dagunya ke pundak Tea. Aroma soft candy merebak masuk ke dalam hidungnya. Aroma khas Tea.

"Can I have this hug just for a moment?" Darrel menghela nafas berat. Kepalanya terasa penuh sesak, memikirkan banyak hal yang tidak bisa dihadapinya sendirian. Tea menepuk-nepuk punggung Darrel pelan. Mencoba menguatkan, meski ia sendiri tidak tahu alasan dibalik pelukan Darrel yang tiba-tiba.

"Ada masalah?" Tanya Tea yang sudah tenggelam dalam pelukan Darrel. Darrel mengeratkan pelukannya, melepaskan semua bebannya. Ia ingin membagi lelahnya, dan menjadikan Tea adalah satu-satunya tujuan dari segala perjalanannya.

"Tell me that everything's fine, Tea." Darrel menghembuskan nafasnya pelan. Hatinya berdenyut nyeri. "Tell me that you love me."

Tea tersenyum, sambil terus menepuk pelan punggung Darrel. "I love you. Everything's just fine, Darrel. Don't worry."

Setelah memeluk Tea lebih erat, Darrel melepaskannya. Ia pandang wajah gadisnya yang sedang tersenyum lembut padanya. Binar mata itu membuat Darrel yakin bahwa ia akan baik-baik saja. Selama ada Tea, semua akan baik-baik saja. Darrel tersenyum.

"Dua bulan lagi udah siap kan jadi Mrs. Augustaf?" tanya Darrel. "Kita nikah yuk, Te. Biar aku merasa aman kapanpun. Biar aku nggak perlu mengkhawatirkan apapun tentang kita."

Darrel tersenyum lagi. "Aku akan re-schedule semuanya. Bilang sama Bapak dan Bunda ya, akad dan resepsi kita percepat jadi dua bulan lagi."

Mata Tea membelalak. "Whaat?! Darrel, are you serious?"

Darrel mengerling genit pada Tea. "Iya dong, biar bisa kiss-kiss Tea."

Tea memberengut sambil memukul-mukul lengan Darrel. "Darrel! Seriusan!" Darrel hanya tertawa tanpa menghindari pukulan liar dari Tea. Meski begitu, Tea tetap tersipu mendengar pernyataan dari Darrel.

"Ada banyak hal yang ingin kubagi denganmu, Te. Seperti kataku dulu, aku ingin menjadi orang pertama yang membuatmu bahagia." ujar Darrel.

Tea mengangguk. Hatinya menghangat seketika. Lelaki di depannya ini bukan lagi mantan kekasihnya lima tahun yang lalu. Darrel pulang, setelah lima tahun berpetualang dengan hatinya.

Darrel pulang, ke hati yang semestinya.

♡♡♡

In 5 Minutes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang