#17 - Balikan, Nggak?

91 8 3
                                    

"Bahkan ketika aku harus mengulang lima menitku bertahun-tahun kemudian, aku akan tetap memilihmu. Aku mencintaimu, sungguh. Bahkan ketika aku tidak yakin dengan hidupku sendiri, aku masih mencintaimu, Tea."

- Darrel -

♡♡♡

"Tea?"

"Hm?"

"Apakah kamu baik-baik saja?"

"Huh?"

"Semenjak kita berpisah, pada pundak siapa kamu menangis?" tanya Darrel yang kemudian membuat Tea menegakkan tubuhnya dan mengalihkan pandangannya ke arah Darrel.

"Memangnya kenapa, Rel?"

"Menyedihkan ketika mengingat bahwa aku nggak bisa lagi nemenin kamu nangis. Kamu pasti tersiksa, ketika nangis sendirian. Karena luka kita sama, aku merasa kita selalu terikat, Te." Darrel memandang Tea lembut. Lelaki itu mengusap-usap ujung kepala Tea. "Akan lebih baik jika kamu tidak lagi menangis karena merindukan Mama atau kecewa dengan Bunda. Aku akan senang kalau ternyata Tea yang kukenal semakin dewasa."

Mata Tea berkaca-kaca. Darrel benar. Semenjak mereka berpisah, tidak ada lagi yang menemani tangis Tea ketika merindukan Mama atau kecewa dengan kehidupan rumahnya. Darrel, sekali lagi benar, bahwa Tea menangis sendirian, dan itu menyiksanya perlahan-lahan.

"Kupikir kamu sudah..."

"Darrel!" Tea menghambur dalam pelukan Darrel. Lelaki itu terkejut namun akhirnya merengkuh Tea dalam pelukannya. "A... aku lebih tersiksa ketika mengingat bahwa bukan kamu lagi yang mengetahui tangisku pertama kali. Dar... rel... s... sudah begitu lama, ya?" Tea terisak.

"Tea..." Darrel mengusap-usap ujung kepala Tea dengan lembut. "Maaf, karena lima tahun lalu aku nggak bisa melakukan apapun untukmu."

Tea menggeleng pelan. Air matanya masih terus meluruh meleburkan luka yang kembali menganga. "Kamu nggak salah. Nggak ada yang salah, Rel."

"Pasti berat buatmu." Darrel berucap. "Pun untukku."

"Kita sama-sama melalui hari-hari yang berat ya, Rel?"

Darrel mengangguk mengiyakan.

"Balik, yuk?"

"Lima menit lagi, ya?" pinta Darrel. Tea mengangguk.

Bahkan ketika aku harus mengulang lima menitku bertahun-tahun kemudian, aku akan tetap memilihmu. Aku mencintaimu, sungguh. Bahkan ketika aku tidak yakin dengan hidupku sendiri, aku masih mencintaimu, Tea. Batin Darrel dalam hati, sembari memandang gadisnya tengah menatap lepas ke arah langit yang memerah.

"Tea?"

"Hm?"

"Nggak jadi."

"Lah? Kok nggak jadi?" mata Tea membulat memandang Darrel.

"Hehe." Darrel malah terkekeh, membuat gadis di sebelahnya menggerakkan tangannya untuk mencubit lengan Darrel. Lagi dan lagi.

"Entah kenapa, hatiku selalu menghangat melihat mereka berdua." Dwita tersenyum dari kejauhan, menatap Tea dan Darrel yang kini sedang menertawakan satu hal yang tidak dimengerti Dwita. Putra mengangguk di sebelah Dwita, mengiyakan pernyataan gadis itu.

"Tuh kan, apa kubilang, mereka tuh nggak boleh putus! Dan, see! Ini udah hampir lima tahun, tetapi mereka tidak saling melupakan satu sama lain."

"Kekuatan cinta ya, Put?"

"Iya." Putra tersenyum.

"Mau taruhan, nggak?"

"Hah? Taruhan apaan?"

"Tebak, Tea sama Darrel balikan, nggak?"

"Lah, bukannya udah kelihatan ya kalau mereka balikan?"

"Udah. Taruhan aja!"

"Ya balikan, lah!"

"Oke. Deal, ya?"

"Emang kamu nebak apa? Impossible kalau mereka nggak balikan!"

"Udah, pasang aja taruhannya." Dwita mengendikkan bahunya sambil tersenyum mengejek ke arah Putra.

♡♡♡

In 5 Minutes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang