Suasana hening ketika keluarga Surya sarapan pagi. Yang ada hanya dentingan sendok yang bertabrakan dengan piring.
Sedari tadi Surya telah selesai memakan sarapannya. Ia menunggu putranya menyelesaikan sarapanya.
"Arta"
Arta yang merasa dipanggil pun memandang wajah ayahnya yang sudah semakin tua.
"Iya yah, kenapa?" Dia berniat membantu ibunya untuk membereskan piring piring kotor dari meja makan. Tetapi ayahnya meminta untuk duduk.
"Apa kamu sudah yakin dengan keputusan mu untuk menerima perjodohan itu?"
Arta mengalihkan pandanganya dari ayahnya. Pertanyaan ayahnya seakan membuat keputusanya menjadi ragu. Arta menundukkan kepalanya.
"Kamu laki laki Arta. Jadi kamu harus tegas dalam mengambil keputusan. Kalau memang iya. Yakinlah iya. Kalau memang tidak, ya tidak" jawab ayah Arta tegas. Ia tau kalau putranya masih bingung dengan jawaban yang akan dipilih.
Arta mengambil nafas kemudian mnghembuskanya pelan. Perkataan ayahnya benar, ia harus tegas dalam mengambil keputusan. Apalagi dia nantinya akan menjadi imam dalam rumah tangga.
"Iya ayah, Arta terima perodohan itu" katanya tanpa ada nada ragu.
Ayah Arta tersenyum mendengar jawaban dari putranya.
"Ayah tau kamu tidak akan mengecewakan ayah. Kemarin om Joyo menelepon ayah. Katanya putrinya yang manis itu juga menerima perjodohan ini" Surya menepuk bahu putranya pelan dan berlalu menemui istrinya yang sedang mencuci piring di dapur.
"Ayah berangkat dulu semoga urusanmu hari ini lancar"
Arta mencium tangan ayahnya.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Arta kembali memikirkan ucapan ayahnya tadi. Ayahnya bilang gadis itu menyetujui untuk dijodohkan dengannya. Ah kenapa dia harus setuju. Kalaupun dia menolak aku malah akan merasa senang. Pikirnya.
°°°
Berbeda dengan sarapan di rumah pak Surya yang begitu tenang. Namun di kediaman pak Joyo sarapan dihiasi dengan pertengkaran kecil antara Azkia dengan Alam yang memperebutkan ayam goreng."Ih kakak tuh udah gede, harusnya ngalah dong sama anak kecil" ucap Alam dengan muka yang di tekuk.
Sedangkan Azkia tidak menanggapi ucapan adiknya dan terus memakan sayap ayam goreng buatan mamanya.
"Kalian itu udah pada besar. Masa masih ngerebutin ayam goreng. Kamu juga Kia, sebetar lagi kamu itu sudah mau menikah. Masih saja suka berantem sama adik kamu"
Azkia yang mendengar penuturan dari papanya, menghentikan acara makanya."Emang nggak ada cara lain ya pa selain nikah." Katanya dengan nada yang lemah. Dia masih tidak percaya dengan apa yang saat ini dialaminya.
Alam yang juga mendengar perkataan papanya ikut berhenti mengunyah makanannya'
"Emang kak Kia beneran mau dijodohin ya pa?" Tanya Alam dengan sedikit bingung.
Joyo yang ditanya seperti itu oleh putranya hanya menganggukkan kepalanya.Azkia hanya diam dan melanjutkan kembali sarapanya yang sempat tertunda. Sedangkan Alam masih tidak percaya dengan ucapan papanya. Kakanya masih sekolah tidak mungkin seorang pelajar menikah bukan?
"Pa kak Kia kan masih sekolah, masih belum dewasa buktinya dia suka gangguin Alam. Masa udah mau dinikahin?"
Joyo terus melanjutkan sarapannya tanpa mau menjawab pertanyaan putranya.
"Malam minggu nanti kita akan ke rumah om Surya dan tante Winda untuk membicarakan mengenai pernikahan kalian"
Azkia yang mendengar itu langsung membanting sendok yang digunakan untuk makan. Dan menatap papanya dengan tatapan kemarahan. Tapi itu tidak berlangsung lama ketika mamanya menyentuh bahunya. Ia segera beristigfar.
"Astagfirullah, maaf pa, Azkia tidak bermaksud untuk bersifat tidak sopan kepada papa. Tapi pa, kenapa harus secepat itu. Kia memang menerima perjodohan itu. Tapi tidak langsung menikah kan pa?" Suaranya masih terdengar sedikit meninggi. Ia sudah menahan amarahnya, tapi kenyataan ini benar benar menbuatnya marah.
"Alasan papa menjodohkan kamu itu agar kamu menikah secepatnya Kia. Papa nggak mau pak Jamil dan anaknya terus terusan meneror papa untuk menikahkan kamu dengan anaknya. Jadi papa harap kamu menerima keputusan papa."
"Terserah papa mama saja"
Dengan sekuat tenaga Azkia menahan semua amarahnya. Dia beranjak dari duduknya dan mengambil tasnya.
"Kia berangkat ma, pa. Ayo lam, kamu berangkat bareng kakak kan?" Azkia mencium tangan kedua orang tuanya secara bergantian.
Alam yang melihat kakaknya langsung berpamitan kepada kedua orangtuanya dan berlari menyusul kakaknya yang sudah keluar rumah.
"Tungguin dong kak, lo buru buru aja ini masih pagi tau" gerutu Alam yang melihat kakaknya sudah menaiki motor matic nya.
"Banyak bacot lo. Cepet naik, gue tinggalin juga lo"
Alam yang melihat kakaknya marah. Hanya meneguk ludahnya. Nasib nasib punya kakak tapi labil, kadang lembut, baik eh kadang juga kayak macan. hadeh. Pikirnya dalam hati.
Alam mengernyit bingung ketika kakaknya malah berhenti di taman di dekat sekolahanya.
"Ngapain kak, lo bawa gue ke sini. Sekolah gue masih di depan sono noh. Jangan bilang lo mau ngajak gue pacaran. Sadar kak gue nih ade lo" kata Alam dengan lebaynya.
Azkia yang mendengar omongan adiknya, langsung menjitak kepala alam. Bisa bisanya adiknya berikiran seperti itu.
"Lo jalan aja kesekolahnya. Gue mau disini dulu. Masih kepagian"
Katanya dan langsung duduk di salah satu kursi yang tersedia di taman.Alam tau kalau kakaknya galau pun langsung mengikuti kakaknya duduk.
"Gue temenin lo disini, takutnya ntar lo bolos sekolah lagi"
"Serah lo" jawab Azkia singkat.
Hening. Mereka sibuk dengan pikiranya masing masing.
"Ah gila gue lama lama nungguin lo disini. Gue jalan deh. Awas lu nggak sekolah, gue bilangin papa mama lo"
Beberapa saat setelah Alam pergi. Azkia menghela napas dan mengacak jilbabnya, kemudian pergi dari taman itu.
T B C
Thanks for reading
22-12-2017
Arazna

KAMU SEDANG MEMBACA
Arta & Azkia
Rastgele(DITERBITKAN) Takdir cinta dari Allah itu indah. Dan lebih indah lagi karena kamu yang ditakdirkan untukku - Azkia Zahrotussyifa Bertemu denganmu adalah sebuah anugerah dari Allah. Semoga kamu tetap menjadi bidadari dunia akhiratku - Arta Nur Rasyid