"Tolong jaga Sani ya, dia itu pecicilan," ujar Sri menahan debaran jantungnya. Ia tidak sanggup menatap mata tajam Bagas."Kalau begitu, aku permisi dulu. Mau menyiapkan bahan buat jualan nanti malam," Sri beranjak, "Sani, yang nurut sama Mas Agas. Ingat, Salat nomer satu. Yang kedua doakan Emak. Minggu besok Emak ke sini lagi jenguk kamu."
"Apaan sih, Mak. Pakai dijenguk segala. Nggak usah lah. Kayak anak kecil aja. Emak pulang aja nggak apa-apa. Inget kan naik bemo sama bisnya?"
Wanita berkulit bersih itu mengangguk. Ia memeluk anak lelakinya yang pasrah. Lalu berjinjit mengecup kening jejakanya.
"Maaf, Mbak. Aku mau belanja di swalayan dekat terminal. Ayo bareng saja, ya." Agas juga beranjak dari tempat duduknya, "Sani, kamarmu di belakang. Ikut aku."
Sani mengikuti Agas, tak lama kemudian, lelaki bercambang lebat itu keluar. Tangannya menggenggam kunci kontak. Ia tersenyum pada Sri dan melangkah mengeluarkan mobil.
Sri masuk ke dalam kendaraan roda empat, jantungnya meloncat tidak karuan. Untung saja jarak terminal bis dekat, kalau jauh bisa pingsan mendadak Emak beranak satu itu. Kekurangan oksigen.
***
Sani meletakkan ransel ke dalam kamar. Ia membuka ponselnya, berselancar ke dalam dunia maya. Mencari tahu sesuatu. Bertanya tentang tugas seorang kuli kepada Google. Alisnya berkerut-kerut, lalu manggut-manggut. Ternyata tugasnya hanya membantu pekerjaan tukang. Senyum terukir di bibir tipisnya. Gampang.
Ia beranjak dari kamar menuju halaman. Berpose gaya di bawah pohon belimbing yang berbuah jarang. Di angkat tinggi-tinggi kamera ponsel. Beragam ekspresi dia keluarkan, mulai dari mringis, kedip mata sebelah, bibir mengerucut, berkedut, sampai pose sakit gigi. Puas dengan hasilnya, ia kirim gambar-gambar itu ke nomer WA Lina.
Love you, Dinda. Sebuah pesan tertera di bawah foto. Lama menunggu, tak juga Lina membalasnya. Dibaca pun tidak, akhirnya Sani memasukkan HPnya ke saku. Ia memerhatikan sekolah megah bercat hijau di seberang jalan.
Tanpa sadar, kakinya melangkah ke gerbang bertuliskan SMU Perdana.Tepat di sebelahnya,berjajar gedung SMP, SD dan TK.
Sekolah itu tak terlalu ramai karena memang hari libur, terlihat beberapa remaja bersama orang tuanya. Mungkin mereka mendaftar atau cuma melihat-lihat saja. Parkir kendaraan terletak di sebelah kanan. Beberapa mobil dan motor berjajar rapi.
Tiba-tiba Sani dikejutkan dengan raungan motor sport hitam, ia terjingkat mundur. Motor besar itu berhenti tepat di sebelahnya. Seorang pemuda berseragam abu-abu membuka kaca helm.
"Woy, jangan melamun di jalan!" hardiknya. Lalu memacu kuda besi ke arah parkiran.
Pemuda itu turun dari motor, lalu bersiul dan melangkah menuju kantor. Tak memperdulikan Sani yang mendelik menahan kesal.
"Lagaknya sudah kayak pejabat negara aja, huh!" rutuk Sani, "Benar-benar kelakuan yang buruk. Dasar anak SMU!"
Sani pergi meninggalkan sekolah dengan marah. Ingin rasanya menonjok mulut tidak tahu aturan itu, tapi berhubung bukan daerahnya, ia memilih diam saja. Andaikan saja kejadian itu di kampung Kenanga, pasti sudah diberi pelajaran. Habis itu anak banyak tingkah. Dari dulu, Sani paling benci dengan anak sok jagoan.
***
"Mas Agas umur berapa?" tanya Sani setelah makan nasi padang yang dibelikan lelaki itu, "Kok belum menikah?"
Bagas tergelak, "Kamu itu benar-benar ya, Sani. Aku 36 tahun ini. Apa mau kasi hadiah? Ha?"
"Berarti tua Mas Agas, Emak 34 tahun. Kasihan, Bapak sudah meninggal. Dia harus bekerja sendirian."
"Kenapa kamu kok pingin kawin? Bukannya membantu Emakmu? Dia pasti sedih kalau kamu menikah cepat-cepat."
Sani mengembuskan napas, "Sebenarnya aku ingin membantu Emak dengan cara kawin, Mas. Nanti si Lina, menantunya kan bisa ikut bantu-bantu di warung, jadi Emak nggak terlalu repot. Kalau mempekerjakan orang harus menggaji. Sayang duitnya."
Bagas mengangkat sebelah alisnya mendengar jawaban Sani.
"Jadi cari pembantu gratis, gitu?"
"Ahaha ... ya enggak juga Mas. Iya dikit, sih ...."
"Kukira biar pingin cepet punya anak," ledek Bagas.
"Nggak lah, repot. Nanti aja kalau sudah umur 22 tahun baru punya anak. Biar bulan madunya lama. Ehehehe."
"Kamu ini lucu!" Agas menoyor lengan Sani, "akan kuceritakan kenapa aku belum menikah sampai sekarang, ya. Tapi rahasia di antara kita. Oke!"
Sani mengangguk penuh semangat.
"Sebenarnya dulu aku pernah hampir menikah, tapi ternyata calonku kabur dengan pria lain. Sampai saat ini belum menemukan wanita yang cocok. Kali aja kamu punya teman cewek, mau dong aku dikenalin. Ha ... ha ... ha ...."
"Serius, Mas?"
"Bercanda!"
"Ntar dikira pedofil, Mas."
"Hu um."
Mereka melanjutkan percakapan sampai ngantuk menyerang. Sani cocok dengan anak Wak Saleh yang ramah dan terbuka. Sepertinya ia akan betah tinggal bersama Agas.
Ia masuk kamar tepat jam sepuluh malam. Merebahkan diri di kasur busa. Pikirannya melayang. Teringat omelan Sri yang entah kenapa sangat di rindukan.
"Emak ...," lirihnya sambil memejamkan mata.
***
Di saat yang sama, Sri baru saja menutup warungnya. Ia sangat terkejut ketika selepas salat Isya, Umi Nayah datang ke warung. Bukan untuk membeli penyetan, tetapi membantunya jualan.
"Nggak apa-apa. Wak Soleh sudah mengijinkan, kok. Dari pada aku nganggur di rumah, mau bantu kamu sedikit-sedikit. Sampai Sani kembali. "
Ucapan Umi Nayah masih terngiang. Dari dulu keluarga Wak Soleh selalu membantunya di saat sulit. Sri merasa sangat beruntung bisa kenal dengan orang-orang baik yang semakin langka di jaman serba susah ini. Ia tidak tahu harus bagaimana membalas semua kebaikan mereka.
Wanita itu mengunci pintu, mematikan lampu dan memastikan semua aman. Ia termenung di depan kamar putranya. Perlahan kakinya melangkah masuk. Sri mengelus guling dan bantal yang biasa dipakai Sani. Air mata menetes tak terkendali. Belum sehari, namun ia sudah sangat merindukan anak lelakinya.
Sri tertidur di ranjang Sani, memimpikan anak semata wayangnya yang mempunyai senyum paling indah.
Bersambung.
Silakan vomen, Gaes 😍😍
![](https://img.wattpad.com/cover/130967829-288-k60018.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Minta Kawin (Completed) Telah Terbit Di Hazerain
FanfictionSani, seorang remaja berusia 16 tahun yang baru saja lulus SMP. Dia tidak mau meneruskan sekolah karena mau menikahi gadis pujaan hatinya. Akankah rencananya berhasil? Atau kah malah melenceng?