Minta Kawin 12

965 62 3
                                    


Mumpung Sri sedang arisan di tempat bu RT, Sani yang masih betah membatu di atas kasur menghubungi Memble. Arisan ibu-ibu sebenarnya lima menit sudah selesai, tetapi pertukaran info terkini lah yang membuatnya molor. Minimal dua jam kemudian baru ada beberapa ibu undur diri.

Setelah salat Subuh, biasanya Sani akan tidur sebentar. Tapi hari ini, kantuk tidak menyapa netra. Pikiran bocah itu ke mana-mana. Malas berbuat apa-apa.

"Kamu sudah tobat, San? Nggak ingin kawin lagi?" Memble datang, langsung duduk di lantai kamar Sani.

Tangannya mencomot roti kelapa, lalu dimasukkan ke mulutnya yang super lebar dan bardaging kehitaman tebal. Sani heran, kok ada cewek yang mau berpacaran sama remaja bernama asli Kiki itu. Apa pacarnya mengidap gangguan penglihatan akut?

Kalau di pikir, memang kekasih Memble tidak jauh beda. Dia gendut, pesek dan mata kanannya agak juling. Kelebihannya cuma satu, dia memiliki dada super besar dan selalu bergoyang kapanpun ia berjalan.

"Dia selingkuh, Mble. Aku memergokinya sedang cipokan sama cowok yang sekolah depan rumahnya Mas Agas."

"Siapa lagi Mas Agas, Ndul?"

"Ya Masa Bagas lah. Sekarang aku mau panggil dia Mas Agas saja. Nama Bagas udah pasaran. Ha ... ha ..."

"Terserah lah. Emang penting? Lah Ndul, aku tadi waktu berjalan ke sini sudah memberitahu Lina supaya main ke rumahmu. Bagaimana ini, terlanjur, Ndul." Memble terus mengunyah hingga beberapa remah berceceran dan muncrat-muncrat dari dalam mulutnya.

"Aaah! Males ketemu Lina. Cewek gatel itu! Kupegang tangannya aja nggak mau, sok suci. Payah, dasar emboh!"

"Kamu jelek panuan kali, Ndul. Jadi dia jijik. Apalagi hobimu garuk-garuk selakangan, najis!"

"Lambemu, Mble. Minta di tabok tutup panci?!"

Kedua remaja itu tertawa garing. Persahabatan mereka sungguh erat. Sindiran macam apapun akan membal dan tak pernah dimasukkan hati. Itulah yang membuat cocok satu sama lain. Meskipun penampilan jauh berbeda, namun Memble dan sani punya banyak kesamaan. Mereka sama-sama koplak ekstra.

"Mble, aku mau ke pesantren aja. Tapi bingung pesantren apaan? Kira-kira siapa yang bisa kumintain tolong ya. Asal jangan Wak Soleh, Mble. Aku malu."

"Ah! Emang masih punya kemaluan kamu, Ndul? Tanya bu Ita aja. Tiga orang anaknya kan masuk pesantren semua, mana cantik-cantik lagi. Aaah, jadi ngiler."

"Oiya, ya! Sip. Tunggu sebentar ya, Mble. Aku mau cuci ketek dulu. Males mandi."

Sani meloncat dari kasurnya. Dia membuka lemari dan mengeluarkan kaus hitam dan celana jeans. Segera remaja itu melepas singlet, kolor selutut dan bersiap ganti.

"Body tipis amat, Ndul! Kayak gedhek." celetuk Memble ketika melihat kaki kurus panjang Sani serta tulang belulang yang tercetak jelas di punggung Sani.

Sani berbalik dan melorotkan celana dalamnya dengan bangga, "Biar kurus yang penting ukurannya, Mble. Tinggi gendut. Dari pada punyamu, kecil sembunyi. Ha ... ha .. ha ..."

Memble melotot. Dia tidak terima ucapan Sani. Dengan kesal, remaja berisi itu juga membuka celananya. Jadilah mereka berdua membeberkan senjata masing-masing. Memble mengernyitkan alis, konsentrasi penuh menyalurkan energi ke titik kerisnya yang lunglai. Tapi senjata itu diam saja. Dia melirik punya Sani yang terlihat gagah berani.

Memble menggoyangkan pantat, berharap ada sebuah perubahan berarti pada anak panahnya yang tetap saja lemas menjuntai. Terpaksa ia mengeluarkan jurus terakhir, pasti sukses bisa membuatnya bangga. Kedua tangannya siap membantu supaya tegak berdiri.

"Aaah! Kok jadi saingan burung, Mble. Udahlah, terima saja apa adanya. Nanti Lina keburu datang." Sani melempar Memble dengan kolor ijonya yang tepat mengenai muka. Memble mengumpat. Ia memasukkan lagi anggota tubuh ke tempatnya.

Dia cepat-cepat memakai baju dan celana, "Kamu tunggu di luar, Mble."

Dengan gontai, Memble berjalan ke luar. Dia benar-benar tidak menyangka kalau punya Sani begitu jantan. Pantas saja dia kebelet kawin. Rupanya ada yang diandalkan.

***

Sani menutup pagar setelah mengeluarkan matic putih. Ketika ia berbalik, gadis berkerudung merah muda sudah berdiri di depannya sambil tersenyum manis.

Sani mencelos, ia membuang muka ke arah got buntu.

"Kanda, apa kabar? Kok nggak beri tahu aku sih kalau mau pulang."

Mual perut Sani mendengar panggilan 'Kanda'. Dulu telinganya menyukai julukan itu, tapi sekarang terasa konyol dan memuakkan.

"Aku nggak jadi kerja, Lin. Sebaiknya hubungan kita sampai di sini. Aku mau putus sama kamu!"

Mata Lina membulat. Dia melirik Memble yang salah tingkah menyaksikan pertengkaran dua manusia. Karena Memble termasuk remaja tidak berurat malu, maka dia tetap tegak berdiri menyaksikan hal yang akan terjadi selanjutnya.

"Kenapa, Kanda? Aku sayang sama kamu. Tega sekali Kanda memutuskan cintaku," rengek Lina.

Gadis itu memegang lengan Sani tapi langsung ditepiskan. Sani menatap Lina tajam.

"Aku sudah bosan sama kamu. Pergi sana! Jangan pernah muncul di depanku lagi."

Sani naik motor, menyalakan mesinnya dengan kasar. Memble langsung duduk di belakangnya. Sani segera menarik gas keras-keras sampai Memble hampir terjungkal dari tempat duduknya.

Lina bingung dengan sikap Sani. Mengapa pemuda lugu itu sikapnya tiba-tiba berubah. Rugi besar bila putus dengan Sani. Sumber hadiahnya bisa macet. Lina bertekat akan mencari tahu penyebabnya.

Dia berbalik arah dan menelpon seseorang.

"Kak Adi, jalan yuk. Aku bosen. Kutunggu di tempat biasa, ya."

***

Sani memacu motornya dengan kencang, tak peduli dia telah menabrak seekor burung merpati putih yang sedang makan jagung. Malang sekali nasib burung itu, dia tidak sempat mengepakkan sayapnya. Tahu-tahu sudah terlindas motor.

Motor putih terus melaju, Memble menggigit bibir ketika menoleh ke belakang. Menyaksikan ajal merpati yang menggelepar lalu diam selamanya.

Sani menutupi sakit hatinya dengan bersikap egois. Ia tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Lina. Meskipun harus putus, tak sudi ia beralasan Lina mendua. Lebih baik memutuskan terlebih dahulu dari pada harga diri terkoyak karena diselingkuhi.

Bersambung

Silakan vomen, Gaes.

Minta Kawin (Completed) Telah Terbit Di HazerainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang