1 | Berniat Mengusik

3.6K 209 91
                                    

Khusus buat lo, gue bedain cara makasihnya. Karena lo beda.. gue suka.

Aletha Arabella

_____________________

Setelah kejadian yang menimpanya dua hari yang lalu, Aletha baru masuk sekolah hari ini. Bertepatan pada hari upacara di sekolahnya. Yang menjadi masalah ia paling malas untuk ikut upacara, menurutnya itu adalah hari paling membosankan sepanjang sejarah sekolah yang ia lalui. Ia harus memakai seragam lengkap bersama topi yang menurutnya bukan gayanya sama sekali. Sialnya lagi, bangun kesiangan menjadi pelengkap harinya.

Bergegas memasang tali sepatu dan turun dari lantai dua kamarnya, Aletha memandang sepi ke sekeliling rumah sembari tersenyum kecut. Memang apa yang ia harapkan? Paginya selalu sama tidak ada yang berubah. Tetap sepi.

Beralih melihat pesan yang baru saja masuk di ponselnya. Memandang nama yang tertera, pesan itu dari Tristan.

Trisstanwidi_

Tha, gue berangkat duluan. Gue ada urusan di kampus. Lo masuk hari ini? kening lo gimana? masih sakit?

Trisstanwidi_

Mama tadi pagi tanya lo...

Aletha hanya tersenyum miring membaca pesan terakhir dari Tristan. Tidak mau merusak paginya, ia lalu memasukkan kembali benda persegi itu ke dalam tas dan pergi meninggalkan rumah bernuansa putih itu.

Setelah turun dari sebuah angkot Aletha berlari menuju gerbang sekolahnya yang hampir saja tertutup. Masih ada tujuh menit sebelum upacara dimulai, mungkin ia bisa merayu satpam sekolah agar mau membukakan gerbang untuknya.

"Pak Sarip! Stop! Jangan tutup gerbangnya!"

Pak Sarip hanya menggeleng tidak habis pikir melihat Aletha yang berlari menuju ke arahnya sembari berteriak. Bukannya membukakan ia justru menutup, lalu mengunci gerbang dan meninggalkan Aletha yang mengumpat kesal. Pak Sarip sudah hafal betul dengan murid yang satu ini. Suka datang terlambat dan membuat onar. Dia harus bersikap adil.

"Duh. Malah ditutup! Shit!"

Aletha memang tidak ada sopan-sopannya sama sekali. Dia dan kedua temannya selalu usil pada satpam itu, apalagi mereka selalu berhasil membolos lewat gerbang depan sekolah tanpa sepengetahuan pak Sarip. Mungkin itu yang membuat pak Sarip dongkol pada Aletha dan kedua temannya.

"Gue bakalan telat kalau gini! Manjat aja deh kalau gitu. Bodo amat gue pakek rok."

Aletha menggigit bibir bawahnya sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri, lalu berlari menuju tembok samping sekolah. Tempat itu biasa dijadikan jalan otomatis anak-anak yang sering datang terlambat.

Tembok itu begitu tinggi, sesekali Aletha melihat ke kanan dan ke kiri mengambil ancang-ancang untuk naik, kemudian berlari dan memanjat tembok itu dengan mudah. Hampir lupa bahwa itu semua ia pelajari di kampus Tristan. Memanjat tebing.

Sampai di ujung tembok Aletha memandang waspada sekitar, lalu terjun dengan bebas. Beruntung ia memakai training di balik rok pendeknya.

Merasa aman cewek itu bergegas menuju kelasnya di lantai dua. Ia masih setengah berlari saat tubuhnya menabrak seseorang di ujung tangga dekat tempat sampah, hingga membuatnya menjatuhkan tas dan menghamburkan isi di dalamnya. Aletha lupa menutupnya dengan rapat.

ALETHA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang