Manan

155 5 0
                                    

Memori ku kembali teringat pada kejadian beberapa tahun silam. Bukan lagi terasa seperti mimpi namun lebih ke nasib.
.
Jika dibanding 6 tahun silam semuanya terasa seperti mimpi buruk, bahkan terasa amat buruk hingga rasanya aku ingin segera bangun dan tak ingin lagi terlelap.

Namun semakin aku memaksakan untuk bangun semakin banyak hantaman pahit yang ku dapat.

.
.

Sore itu kami sedang asik bermain ditepi danau sambil sesekali diiringi petikan gitar ditangan delson.

"Jika nanti aku pergi ku harap hubungan kita terus seperti ini ya." Ucap delsoon yang untuk pertama kalinya terlihat sendu setelah hampir 6 tahun mereka kenal.

"Delsoon, jika nanti terjadi sesuatu pada hubungan kita apa kau akan meninggalkan ku?" Ucap ku.

"Tidak manan, apapun yang terjadi, kita akan selalu berdampingan. Aku selalu ada untuk mu." Ucap delsoon menatap manan dalam.

.
.

Ingatan ku terus saja memutar kejadian 6 tahun silam. Jika boleh berkata aku lelah terus mengingatnya, namun apa boleh buat hanya sepenggal ingatan itu yang masih bertahan tak ingin lenyap dari pikiran ku setelah banyak memori yang berusaha ku kubur.

.
.

Delsoon danof, putra Michail danof dengan Masayu kadek yang tumbuh dan besar tanpa kehadiran kedua orang tuanya.
.
Sejak usia 3 (tiga) tahun delsoon memang sudah dirawat oleh omah Titi dijakarta dikarenakan kecelakaan naas yang dialami kedua orang tuanya dalam perjalanan pulang dari toko swalayan yang hanya berjarak 5 km dari rumahnya di Bali saat itu.
.
Omah Titi bersyukur setidaknya ia tak hidup sebatang kara didunia ini setelah kepergian anak dan menantunya. Karena pada saat itu anak dan menantunya menitipkan Delsoon yang sedang tertidur pulas pada omah Titi.
.
Anak dan menantunya menitipkan malaikat kecil mereka yang membuat Omah Titi selalu semangat menjalani hidupnya.. begitu juga Delsoon.
.


Meski terkadang ia rindu kasih sayang orang tuanya namun, ia bersyukur karena tuhan masih memberinya kasih sayang lewat Omah Titi. Omah yang amat ia sayangi melebihi dirinya sendiri.
.
Omong omong soal Omah Titi, aku jadi ingat sepekan yang lalu Tuhan baru saja memanggil Omah Titi. Dan aku belum sempat berkunjung kerumah duka.
.
Ku dengar juga Delsoon sedang ada dijakarta. Ku dengar Delsoon langsung memutuskan kembali kejakarta saat mendengar Omah Titi telah tiada.

Sebenarnya Delsoon sudah ingin pulang sejak lama, namun Omah Titi selalu melarangnya dan mengatakan bahwa dirinya baik baik saja pada Delsoon.
.
Tiba-tiba pikiran ku kembali pada kejadian 6 tahun silam...

.
.
Delsoon danof memilih meneruskan pendidikannya dibali tempat dimana ia dilahirkan. Awalnya berat bagi delson yang saat itu masih berusia remaja. Namun karena tersudut keadaan dan permintaan Omahnya ia jadi mengikuti perintah Omah Titi.

"Eson, pergilah kebali. Perusahaan kita tak lagi ada yang mengendalikan. Om Bara telah tiada dan Omah tak lagi mampu memegang kendali perusahaan itu." Ucap Omah Titi pada saat makan siang.

Saat itu kebetulan aku berada diantara keduanya karena diajak delsoon main kerumahnya.
Aku dan delson memang sudah berteman sejak kecil. Dan aku pun sudah cukup akrab dengan Omah Titi. Jadi aku tak lagi canggung mesku harus makan siang bersama.

"Tapi omah bagaimana jika eson harus menetap dibali?" Tanya Delson.

"Omah akan sering mengunjungi mu atau mungkin kau yang harus kesini. Pergilah demi kebaikan masa depan mu. Hanya hotel itu harta yang kita punya untuk masa depan mu." Ucap Omah serius.

Seakan disambar petir, tubuh ku terasa lemas mendadak mendengar perbincangan antara nenek dan cucunya.
Aku berusah menahan air mata ku agar tak menjadi perhatian keduannya.

"Bagaimana menurut mu nan, Haruskah aku pergi?" Tanya Delsoon pada ku yang saat itu tak tau harus mengucapkan apa.
.
Jika boleh jujur aku pasti bilang 'bisa kah kau disini bersama ku, seperti janjimu.'. Namun aku sadar ini bukan hanya menyangkut dunia ku saja tapi masa depannya Delsoon juga.
.
"Ehhh... emmphh iya, Benar. Ini semua demi kebaikan mu." Ucapku sekenanya dan berusaha mengucapkan dengan nada senormal mungkin.

"Baiklah setelah ujian pekan depan aku akan langsung meninggalkan kalian." Ucap delsoon datar..

.
.

Tanpa sadar bulir segar jatuh membasahi pipiku. Aku segera menghapusnya dan bangkit dari kursi malas ku (meja belajar) lalu meninggal rumah ku menuju kantor ku bekerja.
.
Setibanya didepan kantor aku tercenung ketika melihat Delsoon bersama dengan Dude kawan lama kami semasa SMA dahulu.

Delsoon sibuk dengan ponselnya, sedangkan dude sepertinya melihat ku dan kini tengah berjalan ke arah ku.

"Nan, ngapain cuma ngeliatin mending samperin." Ucap Dude meledek ku, karena dude adalah sahabat ku saat ini. Ia tahu semua tentang posisi Delsoon di hidup ku.

"Apaan si lo. Udah lupa juga dia sama gua." Ucap ku sok cuek padahal aku berharap ucapan ku salah.

"Udah nan jangan kebanyakan gengsi. Nyapa enggak bikin lo gila kok." Ucap Dude masih meledek.

"Berisik lo. Gua duluan masuk ya.. mau ada pertemuan sama karyawan baru." Elakku berusaha menghindar.

"Dasar payah." Gumam Dude pada saat aku baru saja melangkah.

"Gue denger de!"

"Maaf bu Mananti mantan." Ucap Dude. Dan ucapan Dude berhasil membuat langkah ku terhenti. Dan berbalik arah, yaitu berbalik arah kearahnya.

"Ngomong apa lo? Hah?" Ucap ku dengan tatapan tajam sekaligus cubitan kecil dipinggang nya.

"iya ampun nan ampunnnn... setdah sakit woy!" Teriak Dude yang berhasil menarik perhatian sekitar.

"Mampus. Jangan bilang ada gua disini kedia. Byeeee Bapak Direktur Dude triutama" Ucap ku saat melihat Delson berjalan kearah kami dan dengan cepat aku membalikan badan.

Aku bergegas memasukin lift dan langsung menekan tombol 4 menuju ruangan ku.
.
.
.
.
@oreo_meo
(10-12-17)

MAN(T)ANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang