Part 1

346 15 18
                                    

Kalo suka vote yaa, tengkissss muahh

***

Libur telah usai.

Tidak ada lagi waktu bermanja-manja ria. Atau tidak ada waktu untuk tidak mandi seharian. Karena disini sudah nampak ratusan siswa yang sedang mendengarkan arahan tentang pembagian kelas.

"Kelas kita dimana ya? Gue pengen sekelas sama lo," ucap perempuan bername-tag Klarisa.

Tasya menoleh ke arahnya, "Nggak tau, gue juga pengen sekelas sama lo."

Klarisa menyenggol bahu Tasya pelan, "Tuh-tuh denger deh! Gue di IPS-1," kata Klarisa di sela-sela ucapan Pak Yono Guru Kesiswaan.

"Iih gue dimana ya," rengek Tasya bercampur dengan perasaan bingung.  Iya, bingung dengan siapa nanti dia akan duduk jika bukan dengan Klarisa.

Dan tepat pada ucapan sederet nama berabjad T, nama Tasya disebutkan.

"Yes, gue sekelas sama lo," girang Tasya senang. Akhirnya, tidak akan ada lagi bingung memilih chairmate.

Setelah Tasya merasakan senang karena bisa sekelas dengan Klarisa, namun kini ada yang ganjal seperti dirinya lupa membawa sesuatu.

Bermenit-menit kemudian keganjalan itu ditemukan bersamaan dengan dering telepon genggamnya itu.

Ohiya! Niara!

"Pasti Niara," ucap Klarisa dan langsung Tasya anggukan.

"Hallo?"

"Lo dimana?" tanya Niara di seberang sana.

"Di barisan anak kelas sebelas yang deket koridor anak Ipa kelas sepuluh."

"Oh iya-iya gue kesana ya!" tutup Niara.

Tasya kembali memasukan ponsel kedalam saku rok abu-abunya itu. "Niara pasti telat."

"Iya lo tau sendiri pasti," ada jeda, "Tuh anaknya!" kata Tasya dan perempuan yang disebutkan bernama Niara itu gabung bersama Tasya dan Klarisa disini, juga jangan lupakan dengan cengiran tanpa dosa khas dari Niara.

Klarisa mencebik, "Nyengir lagi lo! Hari pertama bego."

"Tadi gue macet," kilah Niara.

"Emang lo berangkat jam berapa?" Tasya bersuara.

Niara berdehem kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Jam setengah tujuh."

"Yaiyala bego—" belum selesai kalimat itu diucapkan, kini ratusan siswa bubar. Mencari kelasnya masing-masing.

"Eh-eh kita kemana nih!" panik Niara lalu langkah kakinya menjawab pertanyaannya sendiri.

Walaupun sedari tadi Tasya ikut berbincang dengan dua temannya itu. Namun telinganya tetap mendengar sedikit informasi yang mengakibatkan langkah kakinya terhenti di kelas ini. Kelas yang bertulisan 11-IPS-1.

Baru hendak pantat Tasya mendarat, sebuah tepukan meja yang lumayan keras mengangetkannya.

"Apaan sih lo!" decak Tasya pada pelaku tersebut. Siapa lagi, kalau bukan Niara Syafira.

"Emang kelas gue disini ya?" pertanyaan Niara justru dibalas oleh tepukan dahi dari kedua temannya ini.

"Sorry, tadi gue lupa dengerin nama lo ada di kelas mana," kata Klarisa setengah memamerkan sederet giginya.

Tasya pun tidak kalah, rasa bersalahnya kini ia tutupi dengan wajah berseri-seri seakan tidak pernah terjadi suatu hal yang tadi ditanyakan oleh Niara.

Niara lantas mengeluarkan ekspresi sangat dramatis dengan tangan di dada sambil merengek-rengek. Jangan lupan dengan beberapa pasang mata yang ikut menyaksikan drama singkat ini.

"Kamu berdua sakitin hati dedek," tangan Niara masih memegang dadanya, seolah di dadanya terdapat sebuah luka yang tak kunjung usai perihnya.

Tasya yang melihatnya kemudian mendengus jijik, memang temannya yang satu ini super ekspresif. "Lebay lo!"

Klarisa juga mengangkat bahu dengan raut wajah seperti menahan muntahan yang ingin dikeluarkan. Tangan kanan Klarisa mengajak wajah Tasya agar tidak melihat kearah Niara. "Diemin-diemin bukan temen kita."

Kali ini tangan Niara tak mau kalah, ia menarik-narik tangan Klarisa dan Tasya. "Ayo! Temenin gue ke Pak Yono nanya kelas gue dimana."

"Sst diemin aja, ntar juga capek sendiri." Benar, bersamaan dengan ucapan Klarisa tadi. Tarikan tangan Niara perlahan mengendur.

Bukan. Bukan karena Niara sudah merasakan capek, namun karena seseorang memasuki kelas ini. Seseorang yang sangat dipuja oleh Niara dulu hingga kini seperti iklan kecap di televisi.

Tasya sadar akan perubahan temannya itu yang mendadak speechless, lantas kemudian ber 'Oh ria. "Oh gara-gara itu."

Klarisa yang juga menyadarinya lantas terkikik melihat air muka wajahnya seperti menemukan air di padang gurun.

"Woi, control face dong," ucap Klarisa berhasil membuyarkan Niara.

Mata Niara namun belum sepenuhnya rela meninggalkan objek mahakarya dari Tuhan itu. "My Prince."

Tasya mau tidak mau ikut menoleh kearah seseorang yang diketahui bernama Nelvan itu. Ganteng, putih, jika ketawa menimbulkan lesung pipit. Siapa sih yang nggak mengakui Nelvan kalo dia itu ganteng? Kalo ada Tasya yakin dia diprediksi menyukai sesama jenis.

Namun beberapa menit kemudian sebuah suara tertawa yang cukup keras sukses mengambil alih seluruh pasang mata di kelas ini. Tasya mengernyit heran. Siapa dia?

Mukanya boleh juga sih, soalnya hitam manis dan badannya juga tinggi. Mata Tasya sibuk mencari celah untuk membaca badge name yang tertera di dadanya itu. Keanno Rangga.

Tapi dia tidak datang sendiri, ia bersama teman yang berbeda kelas dengannya. Kalau tidak salah salah satu temannya itu anak tongkrongan.

"Woi! Ada anak gajah disini!," teriak salah satu dari teman Keanno menunjuk perempuan di depan Tasya.

Tasya meringis, serem juga laki-laki ini. Mulutnya dengan enteng mengolok orang lain.

Setelah menaruh ransel ditempat Nelvan— apa?! Tasya baru menyadari bahwa ranselnya bersebelahan dengan ransel Nelvan. Batin Tasya berteriak girang, lumayan. Ada stock cogan di kelas ini.

"Mana?" Keanno ikut menimbrung.

"Itu," ucap salah satu dari mereka lagi menunjuk perempuan tadi.

"Itu mah Ibu Komodo," kata Keanno sukses membuat ruangan hening tadi berubah penuh dengan kekehan puluhan siswa.

Tasya meringis. Sadis juga ucapannya.

"Sudah, Sudah," suara itu seakan melerai kekehan kami tadi. Teman-teman Keanno pula sudah pergi meninggalkan kelas ini.

"Kamu ngapain masih berdiri?" tanya Bu Dian. Tasya sudah mengenal bu Dian karena beliau mengajar materi sejarah di kelas sepuluh kemarin.

Keanno lantas menyangga tangan kiri di tembok dengan tangan kanan ia masukkan ke saku celana SMUnya itu. Dan gayanya seperti ini mirip seperti salah satu pose di sticker line.

"Ngeliat Sabil bu," lanjut Keanno. "Dia itu mirip kartun kesukaan adik saya."

Bu Dian tersenyum, "Wah jangan-jangan si Anno naksir nih sama Sabil."

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Suara dengan kata yang sama 'cie' kembali mengudara.

"Pada mau tau nggak kartunnya apa?"  tanya Keanno seperti sedang melakukan standup comedy.

Semua serempak dan kompak menjawab, "Mauuuu."

"Barney yang suka nyanyi lagu alapyu yu lop me..." Keanno menyanyikannya sambil mengedipkan sebelah matanya kearah Sabil.

Entah apa reaksi Sabil selanjutnya, namun Keanno kini mengumpat dengan kencang. "IH OGAH."

Dan lagi semua serempak tertawa, Bu Dian juga seakan lupa akan sebuah tugas yang akan ia kerjakan dikelas ini. Kelasnya seru, namun entah kenapa rasa suka Tasya pada Keanno perlahan memudar.

GengsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang