Part 12

127 3 0
                                    

Happy reading

***

Tanpa terasa langkah kaki Tasya kini sempurna berdiri di depan kelasnya, baru ia ingin memasuki ruang kelasnya. Suara seseorang mampu mencegah aksi Tasya.

"Jangan jual mahal, nanti nggak ada yang mau." Tasya tahu, bahkan sangat tahu siapa pemilik suara itu.

Dengan mulut sedikit melongo dan dahi mengernyit yang membuat wajah kebingungannya semakin tercetak jelas.

Kini ia berpura-pura menganggap angin lalu ucapan Keanno. Tidak ada lagi jantung yang berpesta pora, digantikan dengan amarah yang meletup-letup.

Padahal dirinya sendiri tidak tahu, karena siapa amarah itu. Apakah untuk Nando si cowok penjahat kelamin itu atau untuk Keanno yang mampu memperkeruh suasana hatinya.

Langkah kakinya terus mengarah pada bangku tempat duduk Tasya, sekilas matanya menyapu bersih seisi ruangan dan sama sekali tidak nampak bu Dian disana.

"Bu Dian mana?" Kurang puas, Tasya mengedarkan lagi pandangannya mencari guru berhijab itu.

Lantas Klarisa menyengir sekilas.
"Budek apa gimana lo? Udah bel kali." ada jeda, "Sekarang pelajaran Sosiologi."

Sial. Untuk apa dirinya mencari Keanno?

Tasya berdecak kesal, "Nggak guna banget gue cari Keanno."

"Emang, bergunannya buat si Sabil," jawab Klarisa enteng tanpa melihat muka lawan bicaranya.

Tasya kira dengan berbicara dengan Klarisa ia akan membagi kekesalannya, ternyata tidak. Klarisa malah asyik dengan ponselnya yang pasti berujung chattingan dengan Revan.

Tasya melirik ke kanan, tempat duduk yang hanya menyisakkan satu penghuni yaitu Rani. Andai saja hari ini Niara masuk ia pasti akan menumpahkan semua keluh kesahnya.

Bukannya Tasya merasa tidak klop dengan Klarisa, cuma ada kalanya orang lebih merasa membutuhkan pacar bukan temannya.

Tasya tidak merasa perlu menceplos semua isi hatinya, dia bukan Niara yang dengan enteng berbicara seenak jidat tanpa tahu ucapannya setajam belati.

Yang Tasya perlu hanyalah membuat seseorang sadar. Nanti, suatu saat Klarisa juga pasti akan membutuhkannya dan sadar bahwa selama ini waktunya hanya dihabiskan oleh pacaran.

Mungkin benar kata orang, saling jatuh cinta itu membuat dunia seakan milik berdua. Tapi Tasya sendiri sih belum pernah merasakannya.

Kali ini Tasya lebih memilih menenggelamkan wajah diatas lengan yang menjadi bantalan kepalanya.

Bermenit-menit kemudian, ucapan Keanno seakan bergema di indera pendengarannya.

***

"Gimana bos?" Ico menunjukkan senyum meremehkannya pada Keanno.

Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak tiga jam lagi, semburat oranye juga sudah tergambar pada cuaca langit saat ini.

Keanno lantas menghamburkan asap ke udara dengan dahi yang mengernyit. "Nggak paham gue, Co."

Ico mendengus. "Cabut-cabutan wae sih jadi goblok."

Keanno terkekeh sambil melempar puntung rokoknya sembarang. "Tai lo."

"Mana primadona SMA sebelah, nyet?" Tanpa sadar ucapan Ico malah dibalas tepukan pada dahinya.

GengsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang