"Jungkook! Jeon Jungkook! Hei Jungkook!" aku memanggilnya berkali-kali sambil berlari menyamakan langkahnya. Dia berjalan begitu cepat di tambah lagi kaki jenjangnya itu membuatk sulit menjangkau.
Tetapi aku bersumpah bahwa suaraku sudah kencang, tidak mungkin Jungkook tak mengdengarnya. Kecuali dia tuli. Tapi sudah aku pastikan dia tidak tuli. Entah mengapa aku jadi merasa dia memang sengaja menghindariku. Atau lebih parahnya mengabaikanku. Sebenarnya sama saja, keduanya menyebalkan.
Jadi sejak kapan Jeon Jungkook brengsek seperti ini?
Dia memberhentikan langkahnya ketika aku terus berteriak tak kenal lelah membuat beberapa orang melihat ke arah kami. Senyum kemenangan tersinggng dan aku langsung berlari kecil mendekat. Sementara dia menatapku dengan nyalan, rahang mengeras geram. Bukankah seharusnya dia adalah little bunny? Mengapa dia jadi seperti jejeran binatang karnivora, sekarang?
"Bisakah kau tidak menggangguku lagi? Satu-satunya keadaan yang membuat kita berada dalam ruang lingkup yang sama hanya Tae hyung. Jika di luar itu jangan pernah mengusikku lagi, noona!" ujarnya dengan nada menyentak.
Aku membeku seketika. Kaget. Panik dan bingung secara bersamaan. Seingatku Jungkook yang aku tahu adalah pemuda baik hati yang menggemaskan. Ingat sekali malam itu dia membantuku mengembalikan buku yang tertinggal. Namun yang sekarang aku lihat adalah tatapan penuh kebencian.
"Ehm, apa maksudmu?"
"Berhenti berpura-pura Ciara noona. Mungkin orang lain bisa kau tipu tapi tidak denganku. Aku muak dengan semua kebusukanmu!"
Dan kemudian seluruh isi kepalaku langsung terpikir ke satu hal; Alasan Ciara bunuh diri. Pria yang ada di depanku. Pria yang tidak pernah sekalipun aku duga.
"A–aku bersumpah aku memang tidak ingat apapun. Mengapa kau bisa menganggap begitu? Mengapa kau sangat membenciku?" tanyaku hati-hati berusaha mencari informasi.
"Karna kau menghancurkan kehidupanku! Kau tidak mengingatnya? Wow hebat sekali. Aku harap ingatanmu akan kembali dan mengingat semua hal busuk yang telah kau lakukan."
Aku menelan salivaku. Sesungguhnya sekarang degubku tak menentu karna begitu takut. Hawa mengancam aku rasakan dengan begitu dalam. Jungkook benar-benar membenciku –Ciara maksudnya. Membenci bukan main. Membuatku bertanya-tanya apa yang telah di lakukan gadis ini.
"T–tapi saat di rumah Taehyung. Saat dia mengajakku mandi. Kalau kau membenciku Mengapa kau membantuku?"
Jungkook malah memutar bola matanya sambil tersenyum sinis. Menyeringa. Meremehkan. "Satu-satunya alasan aku melakukan itu adalah karna aku tahu jelas kau bagaimana. Aku hanya mencoba mengetest kau pura-pura atau tidak. Kau terlihat jelas seperti pura-pura. Pura-pura lupa ingatan."
Pun aku terdiam. Yang Jungkook katakan sepenuhnya adalah benar. Aku memang pura-pura lupa ingatan, hanya saja aku memang bukan Ciara. Jadi aku tak tahu sama sekali apa yang sebenarnya terjadi.
"Lalu apa hasil yang kau dapat?"
"Kau berpura-pura. Cara kau menatapku masih sama. Berusaha seperti tak pernah terjadi apa-apa, tetapi jelas kau memberikan atensi sepenuhnya padaku. Membuatku jijik. Muak."
Wow. Itu sangat kasar.
"Jadi maksudmu pernah terjadi sesuatu antara kita? Apa kita pernah memiliki hubungan khusus?" silahkan sebut aku nekat dan gila. Sudah jelas Jungkook seperti memberikan tanda bahwa dia siap membunuhku tanpa ampun. Tapi aku masih saja berani melontarkan pertanyaan.
Namun jika tidak begitu, aku tak akan tahu apa-apa. Lagipula ini di tempat umum, jika dia melakukan sesuatu aku hanya perlu berteriak.
"Jangan pernah menyebut kata 'kita' antara kau dan aku. Dan hal seperti itu tidak pernah terjadi. Tak akan pernah. Satu-satunya yang kau lakukan adalah menghancurkan hidupku."
"Baiklah jadi—"
"Jangan bertanya apa-apa lagi. Aku tidak akan pernah mau berurusan denganmu lagi." dia menyelanya dan langsung berbalik begitu saja.
Aku buru-buru menghentikan dengan memegang lengannya. Tapidia langsung melepasnya dengan kasar sampai mendorongku terjatuh. Sungguh tubuh Ciara ini kekurangan gizi atau bagaimana sih! Aku mengaduh perih.
Saat itu dari kejauhan Jimin berlari ke arahku dan Jungkook. Dengan panik dia membantuku berdiri. Bahkan membersihkan debu di pakaian dan tanganku. Aku tersenyum padanya.
"Terima kasih."
Jimin menganggukan kepala dan ikut tersenyum. Lalu dia menatap Jungkook dengan geram. "Jungkookie jangan seperti ini!"
"Apa hyung? Mau membelanya?"
"Dia bahkan tidak ingat apapun, Jungkook." suara Jimin melembut ketika berbicara dengan Jungkook. Menatap sendu penuh kasih sayang.
"Tapi itu tidak berarti dia tak melakukan apa-apa! Aku membencinya hyung! Benci sekali!" Matanya membulat kesal dan bibirnya mempout.
Aku tahu dia sedang marah, tapi kalau begitu sumpah lucu sekali. Sayangnya kenapa saat berbicara denganku tadi, dia sama sekali tak bersikap seperti itu. Malah seperti ingin menghabisi dan mengulitiku.
Jimin menghela napas frustasi. Menyisir rambutnya dengan jari dan mendekat kepada Jungkook. Dia mengusap bahu Jungkook dan belakang lehernya. "Hyung tahu itu. Hyung tak membelanya. Kau tahu benar itu, Jungkook."
Raut wajah Jungkook perlahan melembut dan menunduk. Jimin lalu tersenyum tipis dengan begitu teduh pada Jungkook. "Pulanglah sekarang. Biar hyung yang bicara dengan Ciara."
"Aku juga mau pulang daritadi hyung. Hanya saja dia menahanku." ujar Jungkook tidak mau kalah.
Jimin mengangguk-anggukan kepala. "Iya Jungkookie. Sudah jangan marah-marah terus. Kau bawa mobil tidak? Kalau tidak, pakai mobil hyung."
"Bawa."
"Ya sudah. Nanti hyung akan ke rumahmu."
Jungkook mengangguk patuh. Beringsut perlahan menyingkir dari sana. Meninggalkan aku dan Jimin hanya berdua.
"Kau tidak apa-apa? Jangan salah paham pada Jungkook. Dia sebenarnya bukan orang yang jahat. Dia—"
"Aku tahu." selaku. Pasalnya aku ingat jelas bagaimana senyuman Jungkook malam itu yang seperti malaikat. Walaupun sekarang dia seperti orang yang tak ku kenal.
"Sebenarnya apa saja yang sudah aku lakukan sebelum bunuh diri malam itu..." lirihku sambil menghela napas panjang.
Jimin menengok. Menatapku dengan begitu serius. Tatapan kosong yang entah apa artinya. Sedikit menakutkan. Nyaris sama seperti Jungkook. Pasalnya Jimin yang biasa aku lihat adalah pria yang selalu tersenyum dan baik hati.
"Tidak usah dipikirkan. Tak apa kalau kau tak mengingatnya. Tak masalah. Mungkin lebih baik begitu."
Saat itu tiba-tiba aku membeku di tempat. Entah mengapa perlahan semuanya membuat praduga di kepalaku. Namjoon, Yumi dan Jungkook berharap aku kembali mengingat semuanya. Sementara Taehyung dan Jimin berharap aku tak kembali mengingat semuanya.
"Tapi Jungkook... Tatapannya seperti berharap aku mati saja."
Jimin kembali menatapku dengan sorot yang sebelumnya. Netra amber itu begitu lekat dan tajam menatapku. "Tentu. Kau sudah melakukan hal yang begitu buruk padanya."
Aku membeku seketika.
"Dan mungkin bukan hanya dia yang membencimu."
Lalu aku merasa ada sesuatu yang aneh pada Jungkook dan Jimin.
Bukan, bukan hanya mereka. Tapi juga Namjoon, Taehyung dan Yumi. Membuatku yakin salah satu dari mereka adalah penyebab Ciara bunuh diri. Pasti.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Have I ever ✓
Fanfic"Who's the reason she did suicide?" Mati dan terbangun dalam asing yang tak dikenali. Praduga dalam kepala mendesak, memaksa, menerka siapa yang menjadi alasan gadis yang sekarang tubuhnya dia tempati ini bunuh diri. Kim Taeri harus mengalami itu d...