Awal bulan yang cerah, pagi terasa menyejukkan. Zyx tersenyum haru, menyaksikan pemandangan depan halamannya. Anak kecil berseragam merah putih bergerombol, menapaki jalan raya. Kesepian jalan yang tampak sejak subuh terbayar sudah oleh kedatangan mereka. Celoteh murid-murid yang menceritakan kebaikan para orang tua. Mereka tertawa lepas bersama sepatu baru, seragam baru, tas baru dan semua alat tulis yang masih berbau pabrik. Sedang dirinya hanya mampu tersenyum.
"Nek, aku mau seperti mereka."
"Apa?!" Tangan keriput di samping pintu bergetar, sontak melempar ikatan sayur ke dalam keranjang bambu. Kemudian bergegas mendekat pada gadis kecil itu seraya melototkan mata.
"Semua anak pergi ke sekolah." Ia memberanikan diri sejenak, lalu menundukkan pandangan ke lantai kayu. "Nek, aku janji."
"Apa-apaan? Kamu mau melawan, hah?!" Tangannya mengguncang keras tubuh kecil yang mulai gugup.
Zyx sudah siap dengan segala risiko, kakinya dijejakkan kuat-kuat. "Aku akan membanggakan nenek dan tidak membuat masalah." Semakin rumit raut amarah itu, ia tidak menyerah, "Nek, aku sangat menginginkannya. Aku tidak membuat masalah." Tetapi, wanita tua itu berdiri hendak meninggalkannya. "Nek ...."
"Diam, Zyx!" Muak rasanya mendengar pinta yang sama setiap pagi.
"Aku mau sekolah juga. Kenapa mereka bisa sedangkan aku tidak?" Tekadnya bulat, dipandanginya sang nenek lekat-lekat, penuh harap. "Apa yang kulakukan agar juga bisa?" Lirih penuh kesedihan.
"Baiklah. Pilah biji merica selama panen. Kalau pekerjaanmu bagus, Nenek akan daftarkan sekolah dan membelikan seragam. Juga buku."
Seakan mimpi, Zyx berdiri memeluk wanita di depannya seraya terisak, "Terima kasih, Nek." Bukan rangkulan hangat yang diterimanya, lagi-lagi sentakan yang membuatnya mencium lantai. Tidak apa-apa. Ia terlalu bahagia.
***
Biji merica terdiri dari kualitas baik dan buruk. Biji yang cacat atau mengkerut, berwarna cokelat sampai kehitam-hitaman akan memiliki harga jual yang murah. Begitu pula sebaliknya, biji yang bulat sempurna dan mulus berwarna bersih akan memiliki nilai jual yang mahal. Zyx harus memisahkan dengan cermat dan tekun, dua bakul besar merica menantinya.
Tangan-tangan kecil Zyx dengan cepat memisahkan butiran merica. Bayang-bayang seragam baru, sepatu baru dan tas baru memberinya semangat. Dengan serius biji-biji itu ditempatkan bersama biji yang sejenis. Tetapi tangannya terkadang melamban, lelah.
"Kamu sudah tidak ingin bersekolah, huh!" tegur Nek Ani yang mengawasinya.
"Aku sedikit lelah," tanggap Zyx samar.
"Jangan berhenti sebelum selesai atau tidak ada sekolah lagi?!"
Gadis kecil itu terdiam dan mulai bekerja. Ada ekspresi tersimpan rapat dalam hatinya. Miris, entah bagaimana rupanya. Ia mencoba membuang rasa jenuh berlapis-lapis. Sebuah seragam menanti kerja kerasmu, bisik suara terngiang di telinga. Zyx kembali berpacu. Ketika rasa penat datang, ia mengusir dengan senyum berbayang sepatu baru. Dan tangannya bergerak cepat. Saat rasa kantuk menyerang beserta haus mendera-dera, ia hampir menyerah. Tetapi bentuk tas baru telah begitu kuat memengaruhinya. Ia pun menguatkan jari-jari lelahnya dan segera memilah biji-biji merica yang tak kunjung habis.
***
Tanpa disadari, waktu membawa Zyx pada kisah kehidupan yang lain.
"Cik...Cik..." panggil anak kecil dari pinggir jalan.
"Tia! Ada apa?" suaranya dipelankan.
"Ayo! Kita main boneka."
"Aku sedang bekerja," kilah Zyx sambil memperlihatkan kesibukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAOLIN: Mencintai Jalan Kehidupan
General FictionBaginya, kehidupan dunia merupakan perjalanan yang perkaranya terus berganti. Kecuali, ada sebuah masa yang abadi. Namun, ia masih bingung akan pilihan-pilihan kepala kecilnya. Banyak lakon kejam telah dihadapinya. Sekuat apapun, ia manusia yang sam...