Mendung Tak Selamanya Menggantung

11 1 5
                                    

Langit malam cerah, tanpa sejumput awan pun. Rasi-rasi bintang telah menampakkan diri, menghiasi purnama pertama. Langit sedang menunggu gadis kecil yang selalu mengaguminya, seperti malam-malam yang lalu. Angin turut menderu pelan, bernada melankolis, memanggil Zyx.

Zyx mengetahuinya, sudah hafal benar ia dengan keberadaan benda-benda angkasa. Hanya dirinya sekarang, tidak mampu berbuat banyak. Tubuhnya terasa menggempal dengan panas amat sangat. Suara alam tidak bisa lagi membangkitkan jiwanya. Zyx sakit. Itu yang menimpanya.

Teman sekelas datang menjenguk, anak-anak pengajian juga. Membawa roti susu dan kue-kue. Zyx ingin sekali menyapa teman-temannya. Tetapi hanya jiwanya yang berencana, jasadnya tidak bisa bergerak.

"Bu Ani, kita harus membawanya ke rumah sakit, supaya mendapat perawatan layak," saran Pak Sajid turut hadir.

"Berhenti mengajariku lagi, Sajid. Aku sudah merawat anak-anakku dengan baik. Aku tidak perlu mendengar ocehanmu yang beranak satu."

"Tapi, ini menyangkut nyawa." Pak Sajid bersikukuh.

"Kalian pulang saja, dasar pengganggu!" Dalam kepeningan, Nek Ani tidak mau mendengar suara lagi.

"Kalau terjadi sesuatu pada Zyx, Ibu yang harus bertanggung jawab," ancam Pak Sajid geram.

***

Panorama yang tidak asing: hamparan bunga lavender, hutan kastenyet dan aliran salju. Alam mengelilingi tubuh kecil yang menangis, mencari orang tuanya. Langit mengguraunya dengan awan-awan lembut. Angin berlari turun, membawa keping halus salju, merajai permukaan lembah. Lavender bergoyang, membelai tangis yang pecah. Anak yang memanggil-manggil ibunya.

Sang gadis kecil melihat perempuan yang serupa dengannya. Wanita paruh baya yang berdiri di balkon rumah tingkat bercat putih. Zyx berusaha mencapai balkon, namun awan melepaskan petir.

"Ma...!" teriaknya memenuhi seluruh pusaran ruang.

"Zyx, tenang, sayang." Bunda Nayla menyodorkan segelas air.

"Di mana ini?" Zyx bertutur dengan napas memburu. "Ma? Mama...!" pekiknya tajam, mengharap kedatangan seorang ibu.

Nek Ani mengambil tempat dekat kepala cucunya. "Zyx, ini nenek."

"Mana mama, Nek?" tanyanya polos.

"Ia tidak ada di sini." Bunda Nayla mengambil alih.

"Ke mana, Nek?" tanya Zyx keras. "Ma...!"

Tidak bisa memberi jawaban, Nek Ani keluar menuju ruang tengah puskesmas. Terpekur di atas meja. Satu per satu pembesuk pamit pulang. Termasuk rombongan Zao. Tinggallah Nek Ani sendirian.

***

Langit cerah mengantar kicauan burung di pohon sungkai. Teratai merah muda sedang mekar, menyebar di kolam besar. Jembatan yang menghubungkan jalan raya dengan puskesmas, terbentang di atas kolam.

Sudah diperbolehkan pulang. Dokter yang menanganinya berpesan supaya tidak bekerja berat. Istirahat yang cukup. Hasil medis menyebutkan kalau Zyx mengalami kelelahan dan depresi yang serius. Jika dibiarkan, Zyx akan sulit mengendalikan dirinya. Hal-hal yang tidak dinginkan mungkin saja tidak terjadi.

***

Hasil merica tidak bisa diandalkan, pohonnya enggan berbuah secara berkala seperti tahun-tahun sebelumnya. Harga merica juga menurun, kualitasnya semakin buruk. Susah untuk mendapatkan butir merica yang bulat nan halus. Banyak pohon dadap yang tumbang, jumlah tonggak merica berkurang. Jelas, Nek Ani merugi besar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KAOLIN: Mencintai Jalan KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang