Benjy sudah berkali-kali mengatakan pada ayahnya kalau ia bisa memasak nasi sendiri tapi ayahnya seakan tuli dan malah mengerjakannya sendiri. Yang Benjy inginkan adalah kepercayaan dari ayahnya. Ia memang pernah membuat beras yang seharusnya menjadi nasi itu malah terlalu cair dan lebih tepat dikatakan bubur, tapi seharusnya ia diberi kesempatan lagi, kan?
Berapa kali seseorang boleh dimaafkan dari kesalahannya? 10 kali? 20 kali?
Tidak. 777 kali 7. Sebanyak itulah. Benjy paling ingat kutipan itu dari alkitab. 777 kali 7. 5439 kali. Benjy ingat pernah menghitungnya dan angka itu terpatri di otaknya. Dulu sekali, saat ia masih diberi kepercayaan memegang kalkulator, ia pernah membantu ayahnya berjualan kebutuhan pokok di sebuah toko kecil di depan rumah mereka.
Benjy yakin kesalahannya dalam menanak nasi belum sebanyak itu. Ayahnya tidak pernah mengijinkannya menanak nasi lagi. Itu bukan sesuatu yang sulit, kan? Mereka punya alat penanak dengan energi listrik itu. Sangat mudah. Yang diperlukan hanyalah sebuah kepercayaan. Kepercayaan untuknya.
Tapi tidak, setiap kali Benjy menakar beras, ayahnya seperti mendapatkan alarm dan berdiri di belakang Benjy sambil meminta Benjy duduk. Seperti hari ini, ayahnya lagi-lagi mengambil beras yang sudah ditakarnya. Benjy beringsut pelan-pelan keluar dari rumah saat ayahnya tidak melihatnya.
Beberapa storyboard sebuah film animasi yang tadi dikerjakannya ia tinggalkan. Untung saja ayahnya tidak memikliki darah seni yang diwariskan ibunya, kalau tidak pasti ayahnya juga menarik kertas gambarnya dan menggambarnya sendiri. Untuk yang satu ini, Benjy aman. Ayahnya tidak akan pernah menganggunya.
Kakinya yang panjang melangkah lebar-lebar, bergegas keluar dari halaman rumahnya dan membawanya ke balai desa. Ia tahu adiknya yang selisih 18 tahun dengannya- Adi- sedang mengikuti pelajaran gratis yang diadakan anak dokter puskesmas itu. Ia melirik ke belakang, mengecek apakah ayahnya mengikuti langkahnya. Tidak. Untung saja. Ia segera mengambil sepeda birunya dan mengayuhnya sampai ke balai desa.
Benjy mendekat ke jendela dan memperhatikan adiknya yang sedang menundukkan kepalanya. Ia tidak pernah melihat adiknya menundukkan kepala seperti itu. Di depan adiknya, seorang wanita asing dengan warna rambut coklat menyala berlutut sambil memegang bahu Adi. Ini tidak benar, Benjy tiba-tiba merasakan sesuatu tidak berjalan semestinya. Sepertinya aku harus masuk...
Benjy berhenti berjalan. Ia bahkan berhenti berpikir saat sesosok gadis yang sedari tadi lepas dari pandangannya membalikkan badannya. Mata mereka bertabrakan. Benjy terkesiap!
Benjy tahu ingatannya buruk, seperti saat ia selalu lupa berapa takaran air yang diperlukan untuk menanak 3 takar beras, tapi kali ini ia yakin. Gadis itu. Mata itu. Meski warna rambutnya berubah, tapi ia yakin... itu gadis yang sama dengan dua tahun yang lalu.
Gadis itu berdiri dan berjalan mendekat ke jendela. Benjy panik, tidak sempat berpikir apa yang harus ia lakukan tapi ia tahu ia harus pergi. Benjy berjalan menjauh dari balai desa. Ia berusaha melirik lagi, tidak kuasa menahan keingin tahuannya. Ditolehkan kepalanya dan dengan cepat kepala itu kembali ke posisinya semula. Gadis itu melihatnya. Dipercepat langkahnya saat debaran jantungnya juga berusaha menambah kecepatan. Ia memegang dadanya saat sebuah nada lagu yang sudah lama tidak ia dengar mengiang di telinganya.
Satu, dua, tiga...
Lagu itu berhenti, digantikan sebuah kata. Hanya satu kata.
Maaf.
Satu kata itu membuat telinganya mendenggung.
Maaf, ya.
YOU ARE READING
Empat
Teen FictionSatu detik saja harus kulalui tanpa melihatmu, Dua mataku menjadi sepi. Tiga detik... bagaimana mungkin kau memintaku menunggu selama itu. Empat. Aku akan mengatakannya dalam hitungan keempat. Satu, dua, tiga... empat Empat. Inilah perasaan terdal...