Sebuah truk berjalan melintasi jalanan di depan balai desa. Asap yang keluar dari knalpot tuanya segera meninggalkan awan kelabu di udara. Untung saja tadi Benjy berinisiatif menutup pintu balai kota karena memang daerah itu sering sekali dilewati mobil-mobil besar yang menimbulkan polusi udara dan suara.
Adria duduk di deretan kursi paling belakang yang hanya berjarak 5 meter dari posisi papan tulis. Ia memandang lurus ke depan dengan penuh minat. Bukan pada papan tulis yang sekarang sudah penuh dengan gambar rumah dan pohon yang dicoretkan Benjy, tapi pada gerak-gerik Benjy. Adria sudah sepagian ini mengamati Benjy mengajarkan menggambar pada anak-anak di balai desa.
Jadi ini yang dimaksud Ola dengan bisa bergaul dengan anak-anak. Anak-anak kecil itu memang terlihat sangat menyukai pelajaran Benjy meski cowok itu tidak banyak berbicara. Tidak perlu, karena gerakan Benjy sudah mengatakan apa yang perlu diketahui anak-anak.
Suara tawa anak-anak membahana dan Adria tersenyum simpul lagi entah untuk keberapa kalinya pagi itu. Di depan kelas itu, di bawah deretan pohon yang digambar Benjy, pemuda ini berjalan mengendap-endap dengan penuh kecurigaan.
"Singa!" sebagain anak berseru.
"Harimau!" yang lain menjawab.
Itulah yang Benjy lakukan, meniru gerakan salah satu binatang di hutan. Benjy menggeram dan menggelengkan kepalanya keras-keras sambil melepas ikat rambutnya dengan cepat. Rambut gelombang sebahu itu langsung terurai dan suara anak-anak menjadi satu kesatuan, "SINGA!"
Benjy mengangguk dengan puas, seutas senyum terlihat sekilas di wajahnya sebelum akhirnya ia berbalik ke papan tulis dan menuliskan tulisan 'singa' besar-besar di papan tulis. Anak-anak langsung sibuk membuka alat gambar mereka. Mereka tahu guru mereka ini meminta mereka menggambarkan seekor singa.
Dalam hitungan detik, Benjy selesai memberi contoh gambar singa di papan tulis. Ia pun keluar dari ruangan saat tanpa berkata apa-apa. Mata Adria mengekor Benjy sampai sosok pria itu tidak terlihat pandangan matanya.
One, two, three, four.
Alunan musik terdengar dari ponsel Adria.
"Dri!" Ola yang sedari tadi duduk di sebelah Adria dan sibuk membuat jari-jarinya berolah raga di keypad ponselnya menyenggol Adria. "Dri!"
Adria menoleh pada Ola, masih belum sadar kalau ponselnya berbunyi.
"Hp tuh... bunyi," Ola menunjuk tas Adria, sumber suara itu. Adria bergegas mengangkatnya.
"Halo." Sambungan itu sudah putus.
Adria mengembalikan ponselnya ke dalam tas dan saat mendongak, beberapa anak kecil mengelilinginya.
"Putel lagi dong," si anak yang gigi depannya ompong meminta sambil menunjuk.
"One, two, tli, pol!" anak yang lain tiba-tiba ikut bernyanyi dan berjoget. Dan seperti virus, beberapa anak lain ikut bernyanyi, lengkap dengan sebuah gerakan yang sepertinya sudah mereka hafal di luar kepala.
Adria menoleh ke Ola dengan tatapan bingung. "Itu lagu Mas Ben." Jawaban Ola membuat Adria tambah bingung.
"Maksudnya?"
"Mas Ben sering ngajar anak-anak tarian pakai lagu itu."
"Gerakan anak-anak ini sekarang?" Adria menunjuk sekelilingnya dengan cepat.
Ola mengangguk.
"Bu, putel lagunya!"
"Puter dulu deh," ucap Ola dan Adria langsung mengeluarkan ponselnya lagi dan lagu itu mengalun lagi setelah ia menekan-nekan beberapa tombol.
Sekarang seisi kelas sudah berdiri dan menggerak-gerakkan badan kecil mereka. Beberapa bernyanyi dengan suara cempreng mereka.
"Inget nggak waktu aku bilang Mas Ben pernah bikin kartun buat Korea?" Ola bertanya, dan langsung melanjutkan sendiri, "ini salah satu hasilnya. Mas Ben yang bikin gambar-gambarnya. Lagunya yang asli sih yang jadi ringtone kamu itu, tapi Mas Ben punya versi bahasa Indonesianya, ya yang dinyanyikan anak-anak ini sekarang."
Adria tidak sempat menanggapi karena Ola kembali melanjutkan. "Pernah tahu videonya nggak? Kalau di denger lirik yang dinyanyiin anak-anak kan kesannya ini lagu cinta, tapi aslinya ini lagu anak-anak tentang perkenalan angka dari satu sampai sepuluh. Nah, yang ditiruin gerakannya sama anak-anak ini ya gerakan di video itu, Mas Ben yang ngajarin anak-anak."
Adria membulatkan bibirnya tanda mengerti. Ia menoleh ketika sudut matanya melihat Mas Ben masuk kembali ke ruangan. Adria langsung berdiri dan dengan seutas senyum ia memanggil, "Mas Ben!"
*
YOU ARE READING
Empat
Teen FictionSatu detik saja harus kulalui tanpa melihatmu, Dua mataku menjadi sepi. Tiga detik... bagaimana mungkin kau memintaku menunggu selama itu. Empat. Aku akan mengatakannya dalam hitungan keempat. Satu, dua, tiga... empat Empat. Inilah perasaan terdal...