It hurts the most when the person that made you feel special yesterday, makes you feel so unwanted today.
"Ke mana aja kamu satu minggu ini?" tanya Theo sesaat setelah Ranice membukakan pintu rumahnya.
"Sibuk," jawabnya singkat. Dia belum siap bertemu dengan Theo, dia masih ingin menghindari tunangannya ini. Tapi dia tahu, cepat atau lambat mereka harus bertemu.
"Jawab yang bener, kamu ke mana aja?" tuntut Theo. Tangannya sudah terulur untuk mencengkeram lengan Ranice, mendorong gadis itu agar mengizinkannya masuk ke dalam rumah.
"Sakit, Theo! Lepas!" Ranice menyentakkan tangan Theo yang mencengkeramnya dengan erat.
"Jawab dulu!" Theo berkeras.
"Aku sengaja menghindari kamu." Ranice menatap tajam mata Theo yang sedang memelototinya.
"Kenapa?!" tanya Theo emosi.
"Aku takut muntah kalau lihat muka kamu!" Ranice menyipitkan matanya dan memberikan tatapan jijik untuk pria di hadapannya itu.
"Rae, jangan main-main ..." Theo mendesis kesal.
"Aku nggak main-main, aku lagi serius. Aku mual tiap kali bayangin kamu berhubungan sama Bella," sembur Ranice dengan nada tenang.
"Rae ... " Suara pria itu mendadak berubah tercekat. Hilang sudah sikap galak yang ditunjukkannya tadi. Seketika kakinya lemas, dan Theo memilih untuk duduk di kursi terdekat yang mampu ditemuinya.
"Kamu pikir aku nggak tahu? Berapa lama lagi kamu mau bohongin aku? Atau kamu berniat nutupin ini terus, bahkan tetap menikah sama aku dan memelihara Bella sebagai simpanan kamu?" Ranice memberondong Theo dengan pertanyaan yang selama satu minggu ini memenuhi benaknya.
Sejak Bella datang dan mengakui bahwa dirinya tengah mengandung anak Theo, Ranice tidak bisa berhenti memikirkan mengapa tunangannya itu tega mengkhianatinya.
"Rae, dengerin aku dulu." Theo mencoba mengambil tangan Ranice.
"Kamu yang dengar aku, Theo! Aku mau hubungan kita berakhir, dan kamu ... Secepatnya nikahi Bella," balas Ranice tanpa perasaan sambil mengibaskan tangannya.
"Aku bisa jelasin semua, Rae. Jangan kayak gini." Suaranya bergetar, jelas pria itu terkejut mendapati kenyataan bahwa Ranice sudah tahu tentang pengkhianatannya.
"Nggak ada lagi yang perlu dijelasin. Semua udah terlalu jelas," tandas Ranice.
"Tapi gimana dengan kita, Rae?" Theo mulai memohon.
"Nggak ada lagi kita, Theo. Yang ada sekarang cuma kamu dan aku sebagai pribadi masing-masing." Ranice mengucapkan kata 'kita' dengan penekanan yang dalam.
"Tapi yang aku cintai itu kamu, Rae." Theo mulai mencoba membujuk Ranice.
"Mungkin kamu masih blur dengan apa itu cinta yang sebenarnya, Theo," balas Ranice tajam.
"Tapi aku butuh kamu, Rae ... Aku nggak bisa kalau kamu pergi dari aku." Pria itu mulai mengemis.
"Harusnya kamu pikirin semua itu sebelum kamu memutuskan untuk memulai semuanya dengan Bella," ujar Ranice dingin.
"Rae, aku mohon. Apa kita nggak bisa terus sama-sama? Apa nggak ada lagi kesempatan buat aku memperbaiki semua?" Wajahnya begitu memohon, namun Ranice sama sekali tidak tergerak melihatnya.
"Dan membiarkan Bella menanggung semuanya sendiri? Membiarkan dia melahirkan tanpa suami, dan anak kalian nggak akan pernah mengenal ayahnya sendiri?" tanya Ranice tidak percaya. Sepecundang itukah pria yang selama ini dia cintai? "Satu-satunya cara untuk memperbaiki semua kesalahan kamu adalah dengan menikahi Bella."
KAMU SEDANG MEMBACA
Artificial Wife
ChickLitWattys 2018 - WINNER The Contemporaries "Jika seandainya untuk selamanya kamu tetap tidak bisa memandangku, setidaknya biarkanlah laguku tetap mengalun untukmu." Lee, seorang produser ternama, memutuskan untuk mengikat diri dalam sebuah pernikahan k...