Aku yakin kita sanggup hidup bersama tanpa saling menghancurkan.
Keadaan di rumah Ranice saat ini cukup kacau. Tita yang memang pembawaannya mudah panik, bertemu dengan Mia yang tidak sabaran. Kedua gadis yang bertugas mengurusi Ranice ini sudah setengah gila karena sang calon pengantin berulah di hari besarnya.
"Mbak Mia, aduh gimana dong ini? Kalau acaranya kacau, berantakan, aku bisa dipecat! Mbak Ranice kenapa sih pake acara demo begini?!" Tita berteriak histeris sambil menarik-narik rambutnya sendiri. Sudah satu jam berlalu dan Ranice tetap mengurung dirinya di kamar.
"Tita! Udah deh, tenang dikit bisa nggak sih!" sentak Mia kesal. Dia sendiri juga sudah panik. Tapi dia berusaha tenang sambil menunggu Elle datang.
"Mbak, coba lihat itu papanya Mbak Ranice. Kasihan banget, Mbak. Stress gitu mukanya." Kali ini Tita tidak berlebihan. Anton memang sedang duduk termenung sendiri, dia tidak mengerti kenapa putrinya harus mengurung diri seperti ini di hari pernikahannya. Apakah dia harus kembali menanggung malu karena putrinya batal menikah untuk kedua kalinya?
"Om, saya boleh ketemu sama Rae?" sebuah suara menyita perhatian Tita dan Mia.
"Juro! Tentu boleh. Tapi ..." Anton tidak menyelesaikan perkataannya.
"Tapi kenapa, Om?" Juro merasa heran melihat wajah mendung Anton.
"Itu, sebenarnya sudah satu jam Rae mengurung dirinya di kamar. Dia tidak mau membukakan pintu bahkan menjawab panggilan Om juga tidak."
"Kalau gitu biar Juro yang urus, Om," ujarnya tenang.
Belum lagi Anton menjawab, Juro sudah berlari keluar ke arah halaman depan, sedikit memutar kemudian mulai memanjat tanaman rambat yang menjalar sampai ke lantai atas tempat kamar Ranice berada. Tita dan Mia yang penasaran menyusul Juro untuk melihat apa yang pria itu lakukan. Ketika menyadari bahwa Juro berniat memanjat dan melompat masuk lewat jendela kamar Ranice, keduanya mulai sedikit bernapas lega. Mereka segera kembali ke dalam dan menunggu di depan pintu kamar Ranice.
Juro sudah sampai di depan jendela kamar Ranice, dia mencongkel sedikit daun jendela kamar itu dan berhasil membukanya. Bagi Juro ini bukanlah hal yang sulit, dia sudah terbiasa melakukannya sejak masih kecil.
Juro tercekat di depan jendela kamar Ranice ketika dilihatnya gadis itu tengah menggenggam potongan kaca di tangan kanannya, sementara di telapak tangan kirinya terdapat botol obat. Gadis itu terlihat tengah menimbang cara mana yang akan dipilihnya untuk mengakhiri semua kegilaan ini.
Juro melompat masuk ke dalam kamar, dan dalam tiga langkah panjang dia sudah mencapai tempat Ranice. Gadis itu sama sekali tidak menyadari kehadirannya.
"Rae ..." Dipeluknya gadis itu dari belakang.
Ranice tersentak kaget menyadari Juro ada di kamarnya. "Kamu ngapain di sini, J? Gimana cara kamu masuk?" tanyanya terkejut.
"Lo lupa kalau gue jelmaan tarzan? Dari dulu juga biasa masuk dari jendela," seloroh Juro. Tapi sedetik kemudian suaranya berubah serius, "Lo kenapa, Rae? Bikin semua orang panik kayak gini."
"Aku cuma takut, J. Aku rasanya nggak pengin lanjutin semua ini, tapi aku juga nggak bisa batalin pernikahan ini."
"Karena itu lo milih cara nekat kaya gini? Ini bukan lo banget, Rae!!! Ranice yang gue kenal nggak punya pikiran pendek kayak gini!!!" bentak Juro.
"..."
"Lo egois, Rae! Lo nggak mikirin perasaan bokap lo? Gimana jadinya bokap lo, kalo lo tau-tau bunuh diri? Apa lo pikir Om Anton bisa bertahan hidup tanpa lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Artificial Wife
ChickLitWattys 2018 - WINNER The Contemporaries "Jika seandainya untuk selamanya kamu tetap tidak bisa memandangku, setidaknya biarkanlah laguku tetap mengalun untukmu." Lee, seorang produser ternama, memutuskan untuk mengikat diri dalam sebuah pernikahan k...