Chapter 5 - Kwangsoo

120 17 0
                                    

"Jelaskan, Supervisor!" kataku menghampirinya yang sedang berdiri di halaman depan rumahku. Setelah mengakhiri perbincangannya di telpon tadi, dia mengembalikan handphoneku tanpa berkata apapun. Lalu pergi begitu saja meninggalkanku dengan sejuta pertanyaan.

Yang diajak bicara malah balik menatapku dengan raut muka yang juga kebingungan. Kenapa? Bukankah tadi dia memperkenalkan dirinya sebagai Supervisor?

"Namaku David Kwangsoo"

Oh, dia punya nama?

"Seperti yang tadi telah kamu sebutkan, aku adalah Supervisor. Tugasku adalah mengawasimu dan memperhatikan orang-orang di sekitarmu. Memastikan tidak ada seorang pun yang berani menyakitimu"

Sebelum dia melanjutkan penjelasannya, aku terlebih dahulu memotongnya "Berarti kau yang selama ini ada di dalam tubuhku dan memandang semua orang dengan tatapan menakutkan itu?"

Supervisor itu mengangguk.

"Hei, karena tatapanmu itu tak ada seorang pun yang berani mendekatiku tau!" aku membentaknya.

"Itulah tujuannya" jawabnya masih tetap tenang.

"Kau ini..." aku hendak memukulnya, tapi aku segera mengurungkan niatku itu ketika pertanyaan cukup penting muncul begitu saja di kepalaku.

"Jika kau adalah Supervisor, tentu saja kau masih mempunyai atasan kan? Lalu, siapa Managermu?"

Dia tertawa mendengar pertanyaanku, "Kau benar-benar menganggap ini sebagai sebuah jabatan huh?"

Sedikit kikuk, aku menjawabnya sambil menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal, "Jawab saja pertanyaanku!"

"Your Mom"

"Apa?" aku kembali bertanya untuk memastikan bahwa aku tidak salah mendengarnya.

"Ibumu. Dialah yang memintaku"

"Stop it, Jeff!" ucapan Kwangsoo terpotong oleh teriakan Sarah. Ya, mulai sekarang aku akan memanggil Supervisor itu dengan namanya.

"Apa yang kau inginkan perfect girl? Bukankah kau sudah tau siapa yang gila di antara kita?"

"Aku tidak pernah menganggapmu gila. Kau hanya" Sarah mengerutkan dahinya, mungkin ia sedang mencari kata lain untuk menggantikan kata gila. "Kau hanya sedang terganggu. Lihat, sekarang kau bahkan berbicara dengan tembok?"

Kwangsoo yang mendengarnya hanya mendengus kesal di sampingku. Dari sikapnya yang seperti itu, bisa kupastikan bahwa dia juga tak menyukai Sarah. Aku menatap Kwangsoo dengan maksud meminta penjelasan darinya. "Kenapa? Tentu saja dia tidak bisa melihatku" katanya.

"Aku akan memberitahumu dua hal. Pertama, aku tidak bicara dengan tembok. Ada seorang laki-laki yang sedang berdiri tepat di sampingku, kau tidak akan percaya karena kau tidak bisa melihatnya. Kedua, aku memang gila. Oleh karena itu, berhenti mengingatkanku bahwa aku ini gila. Karena aku sudah tau"

"Aku hanya ingin membantumu, Jeff. Bukankah kau ingin memiliki banyak teman?" ucap Sarah.

Sebelum aku selesai menceramahi Sarah tadi, Kwangsoo sudah terlebih dahulu masuk ke dalam Rumah. Aku bermaksud untuk menyusulnya dan memintanya untuk melanjutkan penjelasannya tadi daripada mendengar celotehan Sarah yang tidak berguna itu. Untuk apa memiliki banyak teman jika semuanya palsu. Bukankah yang seharusnya teman lakukan untuk pertama kali adalah saling percaya? Jika dia saja tidak mempercayaiku, aku tidak memiliki alasan lain untuk tetap menjadikannya teman.

Aku mendapati Kwangsoo sedang merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurku sambil memijati kedua pelipisnya. Apakah pertengkaranku dengan Sarah membuatnya pusing? Aku tidak peduli, penjelasannya mengenai Ibu lebih aku butuhkan saat ini.

"Kwangsoo, sejak kapan kau menjadi supervisorku? Kenapa kau harus diam di dalam tubuhku jika hanya untuk menjadi pengawasku? Apa maksudmu ini semua ada kaitannya dengan Ibu? Aku masih belum mengerti, siapa kau ini sebenarnya?"

"Tidak bisakah kau berhenti bertanya?"

"Kau sudah berjanji akan menjelaskannya. Lagipula aku kan sudah membantumu tadi"

"Itu tidaklah seberapa dibandingkan aku yang sudah membantumu selama ini. KAMU TIDAK BISA HIDUP TANPA BANTUANKU!" teriak Kwangsoo sambil menggebrak meja yang berada di samping tempat tidurku. Mukanya merah padam. Matanya seperti siap meloncat kapan saja. Aku benar-benar merasa takut dibuatnya. Dia bisa menghadapiku dengan sangat tenang. Tapi sedikit saja aku melewati batas atau mencoba untuk melawannya, dia berubah menjadi sangat marah.

"Dengar, kau bahkan belum berbuat apa-apa untuk membalas semua jasaku."

Jasa apa? Sejak kapan aku berhutang budi padanya?

"Aku memang berjanji akan menjelaskan semuanya padamu. Tapi nanti, setelah kita bertemu dengan kakakku. Aku tidak mau mengulang setiap penjelasanku kepada semua orang. Jadi simpan dulu pertanyaan-pertanyaan itu untuk nanti"

Aku merasa seperti terkena hipnotis saat mendengar penjelasannya barusan. Bedanya, orang yang terkena hipnotis tidak sadar dengan apa yang sedang dia lakukan. Tapi aku sadar. Aku sadar ketika Kwangsoo memintaku untuk membeli tiket pesawat tujuan Korea Selatan. Untungnya aku masih memiliki cukup tabungan dan passport yang masih aktif untuk pergi ke sana. Banyak pertanyaan yang sebenarnya meletup-letup ingin keluar dari mulutku. Tapi seperti yang sudah Kwangsoo katakan, aku harus menyimpannya untuk nanti.

Unknown POV

Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Sekitar dua minggu lalu, aku menemukan Choi Hyun-ki tak sadarkan diri di sofa ruang keluarga Rumah kami. Sampai sekarang dia masih dirawat dalam keadaan koma. Dokter yang menanganinya pun belum bisa memastikan apa yang salah dengan tubuhnya, kecuali keadaannya yang memang sangat lemah saat pertama kali ditemukan. Itu karena kurangnya cairan dan nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya. Entah sudah berapa lama sebenarnya dia tak sadarkan diri sebelum aku menemukannya.

Belum selesai sampai di situ, beberapa menit yang lalu aku baru saja menerima telpon dari seseorang yang memanggilku hyung. Dia memintaku untuk menjemputnya di Bandara beberapa hari lagi dan melarangku untuk mengajak siapapun ke sana. Yang benar saja, aku tidak akan pergi menemui stranger seorang diri. Siapa yang berani menjamin aku akan baik-baik saja setelahnya?

Tapi aku seperti mengenali suara itu. Ya, suara penelpon itu sudah tidak asing lagi di telingaku. Bagaimana mungkin itu adalah dia padahal tubuhnya saja sedang terbaring tak berdaya di hadapanku?

to be continued...

SUPERVISEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang