Chapter 8 - Crying Kwangsoo

83 18 9
                                    

"Aku Choi Hyunki, hyung" katanya sekali lagi.

Mendengar pengakuan Kwangsoo untuk yang ketiga kalinya di hari itu, Minho tiba-tiba menghujamkan bogem mentahnya ke pipiku. Keras sekali hingga membuat tubuhku terhuyung beberapa langkah ke belakang. Ada sedikit darah segar yang ikut menetes dari ujung bibirku yang juga ikut terkena bogem mentah pemberian Minho. Kenapa malah aku yang dia hajar? Tentu saja, dia kan tidak bisa melihat Kwangsoo.

Aku melirik ke arah Kwangsoo, berharap dia akan melakukan sesuatu sebagai pembelaannya terhadapku. Tapi dia malah membuang pandangannya. Kenapa dia ini? Bukankah dia Supervisorku? Dia sendiri yang bilang akan selalu mengawasiku, memastikan agar tidak ada seorang pun yang berani menyakitiku.

"Jangan coba-coba bermain-main denganku!" bentak Minho sambil menarik kerah bajuku. Kini wajahnya hanya berjarak satu jengkal dari wajahku. Aku bahkan bisa merasakan hembusan nafasnya. Nafas dengan aroma kebencian, yang membuat tubuhku seperti menciut berpuluh-puluh kali lipat lebih kecil. "Aku sudah coba untuk menahan diri sejak di Bandara. Tapi di sini, ini rumahku sendiri. Masih punya nyali kau untuk mengelabuiku! Mengakulah, siapa kau ini sebenarnya?"

Tak ada satu huruf pun yang keluar dari mulut Kwangsoo. Dia masih tetap diam seribu bahasa. Haruskah aku memberi tahu Minho bahwa aku ini adalah Mark Jefferson? Itu pertanyaan bodoh.

Minho melepaskan cengkramannya dari kerah bajuku. "Coba kutebak. Kau pasti salah satu hacker yang membajak seluruh identitas keluargaku. Mencari suara adikku, merekam ulang suaranya, mengatur semua percakapan itu, lalu menyembunyikan rekamannya di balik jaketmu. Benarkan? Jangan coba-coba mengelak! Apa yang kau inginkan dari keluargaku hah? Keluargaku telah hancur!" teriaknya. Minho terlihat sangat frustasi, ia tersungkur di sudut ruangan sambil menjambak rambutnya sendiri.

Wow, sejauh itukah pemikirannya? Dia menganggapku sebagai hacker? Yang benar saja. Menjadi hacker mungkin memang keren. Tapi aku tidak memiliki kemampuan itu. Apalagi sampai menyusun rencana seperti yang ia tuduhkan padaku. Aku masih terlalu payah untuk memiliki pemikiran seperti itu.

Hei, kenapa dia tidak berpikir sederhana saja. Tidakkah dia melihat saat Kwangsoo melempar kedua sepeda tua itu lalu membuka plat besi untuk masuk ke bawah sini? Dia memang tidak bisa melihat Kwangsoo. Tapi seharusnya dia melihat sepeda dan plat besi itu bergerak sendiri kan? Ini semua jelas-jelas bukan rencanaku.

"Kedua orang tuaku bercerai. Kemudian adik semata wayangku menghilang selama 28 bulan tanpa jejak. Sebulan yang lalu, aku tiba-tiba menemukannya sudah tak sadarkan diri di Rumahku sendiri. Sekarang dia masih terbaring tak berdaya di Rumah Sakit. Sebagai hacker, seharusnya kau juga tau tentang semua fakta ini. Sebodoh itukah kau masih mau memeras keluargaku?"

Minho benar-benar membuatku speechless. Antara takut dan sedih setelah mendengarkan semua ceritanya. Sebenarnya aku ingin sekali menjawab bahwa aku tak membutuhkan apa-apa darinya. Aku tak pernah memiliki niat untuk memeras keluarganya. Bahkan jika dia ingin tahu fakta sesungguhnya, akulah yang sebenarnya diperas. Sebagian besar tabunganku, seluruh harga diriku, diperas oleh sesosok makhluk bernama Kwangsoo. Atau sekarang aku harus memanggilnya Choi Hyun-ki? Entahlah, aku masih belum mengerti siapa dia itu sebenarnya. Yang jelas adalah aku dipaksa untuk menuruti semua keinginannya.

Setelah semua pengorbanan yang telah aku lakukan untuk membantunya, dia hanya mematung di sana. Di salah satu ruangan bawah tanah bernama "Markas Garasi". Tempat di mana aku merasa dianiaya oleh lelaki bernama Choi Min-ho.

"Maafkan aku" ucapku lirih. Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku.

Tapi kenapa jadi aku yang meminta maaf padanya? Oke, aku anggap itu sebagai bentuk empatiku atas apa yang telah keluarga Minho alami. Dalam situasi seperti ini, aku merasa bangga sekali terhadap diriku sendiri. Karena ternyata, hatiku masih seputih salju.

Minho hanya menjawab permintaan maafku dengan menggelengkan kepalanya. Dia bangkit dan mengambil salah satu kursi yang digunakannya untuk meraih lubang di atas.

"Oh, jadi begitu cara mereka keluar dari ruangan ini?" pikirku.

"Hei!" teriakku saat menyadari bahwa Minho malah menutup lubang itu setelah ia berhasil keluar dari ruangan ini. Aku mengikuti cara Minho naik ke kursi tadi untuk menggeser plat besi yang menutupi lubang itu. Tapi tidak bisa. Mungkin plat besi itu hanya bisa dibuka dari luar. Atau mungkin Minho malah menguncinya dari atas?

"Argh!" aku melampiaskan amarahku dengan meninju salah satu poster band di ruangan itu. "It's all your fault Kwang.." Dia tidak ada di sini.

"Kwangsoo?"

Sial! Mereka semua pergi, sedangkan aku terjebak seorang diri di bawah sini. Sebenarnya itu lebih baik daripada aku yang terus menurus dijadikan samsak oleh Minho sebagai pelampiasan amarahnya. Walaupun pengap, mungkin terperangkap di bawah sini untuk beberapa jam saja tidak akan apa-apa. Semoga mereka kembali ke sini besok pagi. Kalau pun tidak, aku akan mencari jalan lain untuk kabur.

Huft, kenapa malah jadi seperti aku yang disandera? Bedanya dari kasus penyanderaan biasa adalah, aku yang datang ke sini menyerahkan diri. Tapi itu tak masalah, selama aku membawa PSP dan persediaan snack yang cukup di tasku. Aku bisa bertahan paling tidak 12 jam di bawah sini hanya dengan bermain game dan ditemani oleh berbagai macam snack favoritku.

***

Prang!

Aku baru saja memejamkan mataku beberapa saat sebelum terbangun karena mendengar sesuatu, seperti suara besi terbanting. Atau lebih tepatnya dibanting. Mungkin itu suara sepeda tua di garasi. Aku melihat jam yang ada di pergelangan tanganku. Pukul 11 malam. Siapa yang membuat keributan di waktu hampir tengah malam seperti ini?

"Apa yang harus aku lakukan agar hyung percaya?" itu seperti suara Kwangsoo.

"Aku tidak gila. Aku tidak akan mempercayai suara yang wujudnya saja tidak dapat kulihat!" bentak suara lainnya. Mungkin itu Minho. Entahlah, aku belum terlalu familiar dengan suaranya. Tapi sejak awal kan Kwangsoo memang memanggil Minho dengan sebutan hyung.

"Andai saja aku dapat melakukannya. Aku akan membuat tubuhku bisa terlihat. Aku juga ingin sekali kau dapat melihatku. Aku ingin kembali ke dalam tubuhku. Damn, aku bahkan sangat ingin memelukmu, hyung" kata Kwangsoo lagi.

"Semua kejadian ini memang sulit dimengerti oleh akal sehat. Aku juga tidak akan memaksamu untuk percaya. Tapi hyung, bukankah aku sudah berjanji akan menjelaskan semuanya? Tolong beri aku kesempatan"

Minho tak meresponnya.

Setelah itu aku mendengar plat besi penutup lubang di atas sana bergeser. Ada seseorang yang membukanya. Benar saja, itu Minho. Dia meloncat ke bawah sini dengan membawa bola basket yang ia pegang dengan tangan kirinya. Di belakangnya aku melihat Kwangsoo dengan raut muka yang tidak aku mengerti. Baru kali ini aku melihatnya seperti itu. Ekspresi marah, kesal, sedih, semua bercampur menjadi satu. Tapi ada satu yang paling menonjol, yaitu raut kekecewaan. Apa yang membuatnya kecewa?

Kwangsoo lalu terduduk di salah satu kursi, kedua tangannya terlipat di atas meja dengan kepala yang tertunduk di atasnya. "Hiks.. Hiks.." terdengar suara isak tangis.

Kwangsoo menangis? Bayangkan saja tatapannya yang sangat menyeramkan ketika marah, serta senyumnya yang terkadang seperti orang psikopat, dia ternyata juga bisa menangis?

Merasa iba, aku pun menghampirinya dan mengusap-usap punggungnya dengan harapan itu dapat membuatnya tenang. Aku tahu kenapa dia menangis. Sebenarnya tidak tahu pasti, tapi mungkin ini ada hubungannya dengan sikap Minho yang tak mempercayainya.

"It's okay Soo. I trust you" ucapku ragu. Ya, karena aku sendiri tidak yakin dengan perkataanku barusan. Aku hanya ingin menghiburnya.

Minho yang sejak tadi hanya duduk di pojok ruangan sambil memutar-mutar bola basket dengan salah satu telunjuknya, kini berubah menjadi memperhatikan kami. Lebih tepatnya memperhatikanku. Karena dia tidak dapat melihat Kwangsoo. Masih terpancar ekspresi keraguan dari wajahnya. Tapi ucapannya seketika itu juga dapat membuat Kwangsoo menghentikan tangisnya.

"Baiklah, hyung akan mendengarkan penjelasanmu" kata Minho dengan lirih. Suaranya hampir tidak terdengar, mungkin lebih mirip seperti berbisik.

to be continued....

SUPERVISEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang