Chapter 7 - Markas Garasi

82 16 11
                                    

Kami sudah tiba di Bandara Incheon beberapa menit yang lalu. Dan sejak turun dari pesawat, Kwangsoo terus saja mengomeliku.

"Aku kan sudah bilang kepadamu untuk jangan melibatkan siapa pun!"

"Kau lupa apa yang aku katakan di pesawat tadi?"

"Hei, kau akan mati!"

Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak menghiraukannya. Tentu saja, ada seorang wanita yang mendampingiku sejak tadi. Usianya mungkin berkisar 25 tahun. Dia adalah salah satu petugas airlines yang bertugas mendampingiku sejak keberangkatan. Tugasnya akan selesai jika aku sudah berpindah tangan ke orang yang menjemputku sesuai dengan detail pada form yang aku isi saat pemesanan tiket pesawat. Ya, ini adalah salah satu dari serangkaian prosedur yang harus aku jalankan sebagai Unaccompanied Minor atau biasa disebut Young Passenger.

"Kenapa kau membiarkan dia mengikuti kita, Jeff?" Kwangsoo masih terus bertanya. Aku tetap mengacuhkannya lalu tersenyum ke arah wanita di sampingku.

"Siapa yang menjemputmu?" tanya wanita itu dengan ramah.

"Kakakku" Benarkan? Seingatku Kwangsoo waktu itu menghubungi Kakaknya dan berpesan agar menjemput kami di Bandara.

"Oh, kakakmu tinggal di Korea?" tanya wanita itu lagi.

Eh tapi jika itu benar kakak Kwangsoo berarti dia juga akan memiliki wajah yang mirip dengannya. Berbeda denganku yang jelas-jelas memiliki ciri khas wajah orang Eropa. "Iya, kakak sepupuku tinggal di Seol" jawabku sekenanya. Setidaknya jawabanku terdengar meyakinkan dan tidak membuatnya curiga.

Menurut pesan yang aku terima, orang yang menjemput kami menunggu di samping Snack Bar yang ada di rest area. Aku dapat melihatnya dari kejauhan, hanya ada satu orang menunggu di sana. Mungkin memang dia orangnya.

"Itu dia" ucapku sambil menunjuk ke arahnya.

Kwangsoo yang sedari tadi jalan menunduk karena celotehannya tidak aku tanggapi, mengangkat kepalanya dengan antusias. "Ya, itu dia. Ayo, panggil dia. Panggil dia Hyung"

"Hyung!" aku menuruti perintah Kwangsoo. Yang dipanggil menengok ke arah kami.

"Ya, ini kakak sepupuku Miss" kataku setibanya kami di hadapan seorang laki-laki bertubuh tinggi. Dia mengenakan masker dan hoodie, jadi ciri-ciri yang bisa aku sebutkan adalah sorot matanya yang tajam dan dahinya yang sedikit berkerut. Kami memang tidak saling mengenal. Tapi aku harus melanjutkan peran ini agar bisa terbebas dari wanita itu. "Perkenalkan namanya..." aku menyenggol lengannya, sebagai isyarat bahwa dia harus memperkenalkan diri agar kami terkesan akrab.

"Choi Minho" kata lelaki itu memperkenalkan diri, lalu membungkukkan badannya sebagai tanda bahwa ia sedang memberi salam.

Mereka berbincang-bincang sejenak sebelum akhirnya wanita itu pergi meninggalkan kami berdua. Maksudku bertiga. Setelah yakin wanita itu benar-benar pergi, lelaki bernama Choi Min-ho itu mendekatiku.

"Siapa kau?" ucap kami berbarengan.

"Aku yang seharusnya bertanya padamu. Bukankah kau yang menyuruhku menjemputmu di sini?" tanya lelaki itu lebih dulu.

"Bukan aku, tapi Kwangsoo"

"Siapa Kwangsoo?" bentaknya.

"Bukankah dia adikmu?" kataku sambil mengusap bagian belakang leherku. Dalam keadaan seperti ini, aku merasa seperti kecil sekali di hadapannya. Ingin sekali aku bertanya berapa tingginya.

"Adiknya bukan Kwangsoo, tapi Choi Hyunki" Kwangsoo yang sejak tadi lebih memilih diam akhirnya buka suara.

"Siapa itu?" lelaki jangkung itu bertanya dengan wajah bingung. Matanya memindai lingkungan sekitarnya, mencari dari mana suara yang didengarnya berasal.

"Ini aku hyung" jawab Kwangsoo.

Kedua mataku dan juga lelaki bernama Choi Min-ho itu sama-sama membola. Tapi mungkin dengan alasan yang berbeda.

"Kau bisa mendengarnya?" tanyaku pada Choi Min-ho.

"Ya, suara itu jelas sekali. Kau juga mendengarnya?"

"Tentu saja. Aku bahkan bisa melihatnya" timpalku.

"Hei, dengar! Aku akan segera menjelaskannnya pada kalian. Tapi bisakah kita mencari tempat yang lebih nyaman dan sepi?" pinta Kwangsoo. "Bagaimana kalau di markas garasi?" tambahnya.

"Kenapa suara itu tau markasku?" tanya Choi Min-ho melirik ke arahku.

"Mungkin dia memang adikmu?" aku menjawabnya sambil mengangkat kedua bahuku sebagai tanda bahwa aku pun tidak yakin.

***

Dari Bandara Incheon kami melanjutkan perjalanan menggunakan All Stop Train, karena kereta ini akan berhenti di setiap stasiun. Tujuan kami adalah turun di Stasiun Hongik University untuk selanjutnya transit ke line 2 dan naik subway menuju Stasiun Gangnam. Dari sana kami naik taksi menuju Apgujeong-dong, daerah di mana katanya "Markas Garasi" itu berada. Entahlah, selama di perjalanan tidak ada yang bersuara sedikit pun. Jadi yang bisa aku lakukan adalah memperhatikan jalanan dan transportasi yang kami gunakan. Takut-takut lelaki bernama Choi Min-ho ini malah menyesatkanku. Setidaknya aku jadi tahu bagaimana kembali ke Bandara kan?

Setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam dari Bandara, kami pun akhirnya sampai di depan sebuah bangunan tingkat dua lantai dengan pagar coklat yang terbuat dari kayu. Mungkin bangunan itu adalah Rumah. Ukurannya cukup minimalis dibandingkan bangunan dan rumah-rumah lain yang berdiri megah di sekitarnya.

Choi Min-ho membuka pagar rumah itu dan meminta kami untuk menunggu di teras. Tak lama kemudian dia keluar membawa sebuah kunci kecil di tangannya. Itu adalah kunci garasi.

"Ayo masuk!" katanya kemudian.

Aku tidak menemukan apapun di dalamnya selain dua sepeda tua yang saling bersandar di sudut garasi. Kwangsoo berjalan ke sudut garasi, lalu menyingkirkan kedua sepeda tua itu. Saat aku menghampirinya, aku bisa melihat ada seperti plat besi dengan pegangan kecil di bawah sana. Kwangsoo menggeser plat besi tersebut hingga menampakkan sebuah lubang berukuran 1 x 1 meter. Ada sebuah ruangan di bawahnya.

"Kau tau tempat ini?" aku bertanya pada Kwangsoo.

"Tentu saja, ini kan rumahku" jawabnya sambil loncat ke dalam ruangan di bawah sana.

Aku melirik ke arah lelaki yang awalnya aku anggap sebagai pemilik rumah ini. "Aku pikir ini rumahmu, Choi Minho?"

"Panggil saja aku Minho atau hyung. Bukankah aku lebih tua darimu?" lalu ia pun loncat ke dalam lubang itu. "Ini memang rumahku!" teriaknya dari bawah.

"Hyung itu apa?" kataku sembari ikut loncat ke dalamnya.

"Hyung itu adalah panggilan yang ditujukan anak lelaki kepada kakak laki-laki ataupun laki-laki lain yang lebih tua beberapa tahun darinya" kali ini Kwangsoo yang menjawab pertanyaanku.

Aku hanya mengangguk, lalu berjalan mengitari ruangan yang baru saja aku masuki. Mungkin ruangan ini yang disebut "Markas Garasi". Ukurannya sebesar garasi yang ada di atasnya. Terdapat dua buah kursi, sebuah meja kecil, beberapa poster band yang tertempel di dinding, ring basket di sisi kanan dan kiri, serta sebuah papan tulis. Sepertinya ruangan ini bukan untuk tempat bersembunyi, karena jika lubang tempat kami tadi loncat di tutup, ruangan ini akan terasa sangat pengap.

"Hyung, ini aku. Choi Hyunki" ucap Kwangsoo memecah keheningan.

to be continued....

SUPERVISEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang