Hanum terlihat cemas, begitu pula dengan Aisyah yang sedari tadi mondar-mandir menunggu pintu ruang UGD itu terbuka.
"Arrghh...." Geram Hanun prustasi.
"Bagaimana num, ibumu bisa di hubungi?" Tanya Aisyah menghampiri Hanum yang mencoba menghubungi Sarah, ibunya.
Hanum hanya menggeleng lemas, kehawatiran dan prustasi mendominasi wajah Hanum yang cantik itu, begitupun dengan Aisyah.
Siang tadi, saat sampai di rumah nek Ami, Aisyah menemukan neneknya terbaring tak sadarkan diri di lantai kamarnya. Sontak saja Aisyah berteriak, tak lama Hanum berlari menghampiri.
Dengan khawatir, Hanum mengecek denyut nadi nek Ami. Lemah. Itulah kata yang terlontar dari mulut Hanum, kebetulan ia mengambil fakultas jurusan kedokteran. Dengan segera Aisyah berlari memanggil pak Jajang, supir di rumah itu.
Aisyah dan Hanum membawa neneknya ke rumah sakit yang tak jauh dari kediaman mereka. Sesampainya di sana, nek Ami pun segera di bawa ke UGD.
"Keluarga ibu Amita..." Panggil suster memecah lamunan Aisyah juga Hanum.
"Bagaimana keadaan nenek saya sus?" Tanya Aisyah panik.
"Biar nanti dokter yang menjelaskan lebih lanjut, sekarang silahkan urus administrasinya dulu." Ucap suster itu.
"Biar aku yang mengurusnya, kamu tunggu disini." Hanum berjalan mengikuti suster tadi.
Tak lama pintu kembali terbuka.
"Bagaimana keadaan nenek saya dok?" Tanya Aisyah masih dengan kecemasannya.
Sejenak dokter itu terdiam. "Nek Ami terserang penyakit jantung, untunglah kamu segera membawanya kerumah sakit."
"Jantung? Tapi sejak kapan? Setahu saya nenek itu sehat-sehat saja."
"Kejadian seperti ini memang sering terjadi. Untuk lebih lanjutnya kami akan melakukan peneriksaan, sementara ini nek Ami masih di tempatkan di UGD. Kalau begitu saya permisi." Ucap dokter itu lantas meninggalkan Aisyah yang masih berdiri dengan pikirannya yang kalut.
🌸🌸🌸
"Hanum..." Panggil seorang wanita yang baru saja tiba.
"Mamah" Hanum beranjak memeluk ibunya, tangispun pecah seketika. "Nenek mah...."
"Ada apa dengan nenek?" Tanya Sarah, tapi Hanum tak kunjung menjawab. Sarah menatap ke arah Aisyah seolah bertanya.
"Kata dokter, nenek terserang penyakit jantung tante." Ucap Aisyah lemah.
"Jantung..?" Sarah begitu terkejut mendengar pernyataan Aisyah. "Tante ingin melihat keadaan nenek."
"Kata suster nenek sedang istirahat, tadi kami sudah menjenguk ke dalam. Nenek juga belum bisa di pindahkan sekarang, sementara ini masih di tempatkan di UGD." Jelas Aisyah lagi.
"Yasudah, sekarang kalian pulang. Biar tante yang menjaga nenek, lagipula akan ada om Burhan dan tante Ana, mereka memutuskan untuk pulang dulu ke Jakarta."
"Tapi tante–"
"Aisyah... Kamu pulang yah, bawa Hanum pulang. Wajah kalian terlihat capek sekali. Kalian istirahat dulu di rumah, besok kalian kembali lagi kesini." Bujuk Sarah kepada Aisyah yang telah ia anggap seperti putrinya sendiri.
Aisyah pun setuju. Setelah pamit, merekapun beranjak meninggalkan tempat itu. Tak lama seorang dokter menghampiri Sarah.
"Dokter Sarah." Panggil dokter muda itu.
"Fahri?"
"Dokter Sarah sedang apa disini?" Tanya Fahri. Mereka telah saling mengenal, kebetulan Fahri adalah anak dari Sahabat Sarah. "Dokter pindah kerja?" Lanjut Fahri lagi, bertanya.
"Oh bukan, Ibu saya masuk rumah sakit."
"Jadi nek Amita itu ibu dokter Sarah?"
Sarah hanya mengangguk.
Sejenak Fahri terdiam. "Apa yang tadi itu anak ibu?" Tanya nya lagi mulai penasaran.
"Ya, dia anak saya, adiknya Robby."
"Ouh... Kalau begitu saya permisi untuk memeriksa keadaan nek Ami."
"Iya silahkan. Saya juga mau pamit ke kanti sebentar dok." Ucap sarah pamit. Kebetulan sejak siang tadi ia belum sempat makan karena ada oprasi dadakan di rumah sakit tempatnya bekerja.
🌸🌸🌸
Malam semakin larut. Pukul 20.00 Fahri baru tiba di apartemennya. Dia seringkali pulang ke apartemen karena jarak rumahnya yang cukup jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja.
Sejenak ia terdiam. Jadi wanita itu anaknya dokter Sarah. Cantik. Gumam Fahri dalam hatinya. "Astagfirullah...." Ucap Fahri seraya mengusap kasar wajahnya. "Kenapa aku ini? Sadar Fahri dia belum halal untuk kau pikirkan."
Fahri kemudian beranjak dari duduknya, berniat menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian melaksanakan shalat isa yang telah berlalu satu jam.Handphonenya tiba-tiba berdering. Dengan sigap Fahri mengambil benda pintar itu yang baru di simpannya di atas nakas.
"Assalamuallaikum, Umi...?"
"Waalaikumsallam, Fahri." Balas suara dari sebrang.
"Ada apa umi menelpon malam-malam begini?"
"Umi hanya rindu dengan anak umi, memangnya tidak boleh?" Fahri mengernyit mendengar kalimat itu. Aneh sekali ibunya rindu hingga menelpon malam-malam begini. "Kamu bisakan pulang ke rumah. Ada yang ingin umi dan abi sampaikan." Lanjut suara dari sebrang.
"Iya umi insyaallah lusa Fahri pulang. Sekarang Fahri sedang sibuk-sibuknya di rumah sakit umi, karena teman Fahri lagi ambil cuti untuk menikah."
Terdengar uminya justru tertawa. "Ya sudah cepatlah pulang."
Setelah menyudahi telponnya. Fahri berpikir sejenak, ia sedikit bingung dengan sikap uminya yang tak biasa itu.
🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
SETABAH RINDU AISYAH
Short StoryPencarian, hanyalah tentang kita yang memutari kalimat takdir. Namun pada akhirnya yang tertulislah yang akan ditemukan. Ini tentang pencarian -pemilik tulang rusuk- yang pada kenyataannya hanya sedang mengitari pencarian itu sendiri.