"Aisyah, kamu darimana?" Tanya tante sarah yang baru saja mendapati Aisyah tiba di depan pintu.
"Aisyah ke toko buku tante." Bohong Aisyah pada Sarah.
"Kok mukanya kusut gitu, dan... kamu habis menangis Aisyah?" Sarah menerka wajah Aisyah yang dengan mata sembab itu.
"Ah ini karena Aisyah ngantuk tante." Lagi-lagi Ia berbohong. "Aisyah pamit ke kamar dulu ya, Aisyah mau tidur."
Sarah yang masih berdiri di dekat ambang pintu menarik nafas heran pada Aisyah, pasalnya jarang sekali ia terlihat sekacau ini.
Di kamar, Aisyah menghempaskan diri ke atas kasur. Ia hanya menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya.
"Apa kamu bersedia saya khitbah Aisyah?" Suara itu seakan menggema di seisi ruangan. Seolah ada pemutar suara yang terus menyenandungkan kalimat itu di kepala Aisyah.
"Maaf dokter Fahri, anda tidak sedang bercanda kan?" Tanya Aisyah tak percaya.
"Tidak Aisyah, saya serius." Jawaban itu terlontar datar, tapi begitu meyakinkan.
"Tapi..." Suara Aisyah menggantung, dengan cepat ia menggeleng. "Maaf dokter Fahri, saya rasa saya tidak bisa menjawab iya. Ini terlalu cepat."
"Kamu bisa menjawabnya saat kamu siap." Lanjut Fahri lagi bicara.
"Maaf saya harus pergi, assalamuallaikum." Aisyah beranjak pergi meninggalkan Fahri yang tentunya menjadi ketidak pastian bagi lelaki itu.
🌸🌸🌸
6 bulan berlalu. Aisyah belum juga punya jawaban bagi Fahri, dia menggantungkan lelaki itu. Begitulah lebih tepatnya. Bahkan tak ada lagi niat Aisyah untuk menjawabnya. Kepergian Hanum cukup menjadi tabir rasa Aisyah bagi Fahri, segala rasa bersalah dan dilema menyelip diantara harinya. Dan untuk saat ini, menghindar adalah pilihan yang tepat, menurut Aisyah.
🌸🌸🌸
Ponsel Aisyah berdering.
"Assalamuallaikum tante?"
......
"Iya, Aisyah segera kesana." Setelah telpon itu terputus Aisyah segera pergi, ia bergegas dengan khawatir menuju rumah sakit.
"Bagai mana keadaan nenek saya, dokter?" Tanya Aisyah begitu melihat seorang dokter muda keluar dari ruang UGD.
"Lagi-lagi penyakit nek Ami kambuh, tapi kamu tak usah khawatir. Sekarang nek Ami hanya perlu beristirahat penuh dan nanti akan di pindah ke ruang rawat. Kalau begitu saya permisi." Ucap dokter itu pada Aisyah yang justru mematung.
Aisyah terdiam bukan tanpa sebab. Ia baru menyadari sosok seorang dokter yang baru saja di sergap pertanyaannya. Fahri. Setelah 6 bulan berlalu, setelah pertanyaannya pada Aisyah, kini untuk pertamakalinya mereka bertemu lagi. Dan ucapa permisi itu, seolah mengusik Aisyah. Apakah dia marah padaku? Batin Aisyah dengan prasangka.
"Assalamuallaikum. Aisyah kamu disini? Bagaimana keadaan nenek?" Pertanyaan itu memecah lamunan Aisyah yang sedari tadi hanya terduduk dengan pandangan kosong ke arah lantai.
"Mas Robby?" Ucap Aisyah terkejut. "Kapan Mas sampai?"
"Baru saja, dari bandara mas langsung kesini. Kata mamah nenek masuk rumah sakit lagi." Ucap Robby seraya menghampiri Aisyah.
"Iya Mas, tante Sarah harus dinas ke luar kota, tadi pagi sekali sudah berangkat. Jadi aku di telpon untuk menunggu nenek disini. Penyakitnya kambuh lagi." Ucap Aisyah, wajah lesunya mengarah lantai sedari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SETABAH RINDU AISYAH
Short StoryPencarian, hanyalah tentang kita yang memutari kalimat takdir. Namun pada akhirnya yang tertulislah yang akan ditemukan. Ini tentang pencarian -pemilik tulang rusuk- yang pada kenyataannya hanya sedang mengitari pencarian itu sendiri.